YESUS KRISTUS
LAHIR..!!!
Oleh. Paul SinlaEloE
Oleh. Paul SinlaEloE
Setiap
tanggal 25 Desember, umat Kristiani di seluruh dunia secara iman merayakan
Natal. Bagi orang kristen, natal merupakan kesukacitaan karena lahirnya Yesus
Kristus Sang Juru Selamat, yang akan membebaskan manusia dari dosa. Karenanya, perayaan untuk memaknai Natal selalu dilakukan dengan
berbagai aktifitas. Mulai dari ibadah pohon terang, tukaran kado natal,
kegiatan diakonia karitatif, sampai dengan kunjungan rumah untuk saling
memaafkan. Moment perayaan untuk memaknai Natal, juga sering dipakai untuk
melobby jabatan dan atau proyek serta konsolidasi politik untuk Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Bahkan perayaan Natal
juga sudah di jadikan lahan bisnis yang bersifat musiman.
Dengan aktifitas perayaan Natal yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila hampir setiap rumah tangga Kristen pasti mempunyai pengeluaran ekstra dalam menyambut Natal. Banyak orang Kristen yang cenderung mempersiapkan atribut Natal, simbol Natal dan hidangan Natal, agar Natal kelihatan fenomenal dan gegap gempita. Seolah Natal sudah identik dengan pesta, kado dan kemeriahan. Hal ini dapat dimaklumi karena perayaan Natal dimaknai hanya untuk memeriahkan hari Natal atau hari kelahiran Yesus Kristus. Natal sudah menjadi sebuah musim dan bukannya moment. Dampaknya, banyak orang kristen yang setelah merayakan Natal tetap saja tidak memiliki keyakinan akan kehidupan yang kekal.
Dalam
Alkitab telah tertulis dengan jelas arti penting dari Natal atau kelahiran
Yesus Kristus, yakni: “Karena Allah sedemikian mengasihi isi dunia ini,
sehingga Ia telah memberikan AnakNya yang Tunggal, supaya setiap orang yang
percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes,
3:16). Keselamatan dan hidup kekal, sesungguhnya
merupakan anugerah yang sangat berharga yang tidak mungkin dapat dibeli
dengan uang atau dicapai dengan kemampuan manusia. Hidup kekal tersebut, juga
tidak dapat diberikan oleh agama dan keyakinan apapun, selain dari Allah
melalui Yesus Kristus.
Yesus Kristus pernah berkata, “Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik bagi orang-orang miskin dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebasakan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Lukas 4:18-19). Untuk itu, Natal seharusnya dimaknai sebagai moment. Moment untuk menyampaikan SYALOM ALLAH dan SALAM PEMBEBASAN bagi semua orang termasuk orang miskin, kelompok marginal tanpa membedakan Agama, Suku dan Ras.
Sejalan
dengan itu, dalam Lukas 2: 11, juga diwartakan bahwa, “Hari ini telah lahir
bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan di Kota Daud.” Jika kabar baik
ini direnungkan, maka siapakah orang-orang yang mendapatkan kehormatan
untuk melihat malaikat-malaikat dan mendengar nyanyian mereka pada saat Yesus
Kristus lahir? Mereka adalah bukan orang-orang yang berpendidikan, bukan juga
orang-orang yang kaya raya. Tidak ada orang-orang seperti Raja Herodes, para Imam Besar atau mereka yang mengaku sebagai Ahli Taurat. Tetapi, Allah memilih para gembala yang nota bene adalah orang-orang yang berkekurangan.
Mengapa juga Allah memilih untuk Yeseus Kristus dilahirkan di kandang domba, Betlehem dan bukannya di istana Herodes…?? Apa makna dari semua itu..?? Kelahiran Kristus di kandang domba yang kumuh dan tidak punya apa-apa, merupakan wujud solidaritas dan kepedulianNya terhadap orang miskin, terbuang, termarginalkan, terpinggirkan dan yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Peristiwa kelahiran Yesus Kristus di Betlehem, Kota Daud, yang jauh dari Yerusalem tempat dimana istana Herodes berada, seharunya dapat mengingatkan setiap orang percaya akan tugas dan panggilan sebagai diakonos untuk mengadakan perubahan karena perubahan tidak akan datang dari “istana” atau pusat kekuasaan.
Mengapa juga Allah memilih untuk Yeseus Kristus dilahirkan di kandang domba, Betlehem dan bukannya di istana Herodes…?? Apa makna dari semua itu..?? Kelahiran Kristus di kandang domba yang kumuh dan tidak punya apa-apa, merupakan wujud solidaritas dan kepedulianNya terhadap orang miskin, terbuang, termarginalkan, terpinggirkan dan yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Peristiwa kelahiran Yesus Kristus di Betlehem, Kota Daud, yang jauh dari Yerusalem tempat dimana istana Herodes berada, seharunya dapat mengingatkan setiap orang percaya akan tugas dan panggilan sebagai diakonos untuk mengadakan perubahan karena perubahan tidak akan datang dari “istana” atau pusat kekuasaan.
Ada
satu berita yang “tersimpan” untuk “istana” atau pusat kekuasaan pada
saat kelahiran Yesus, dan baru diserukan menjelang Ia berkarya. Berita itu
berbunyi: “bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Yohanes Pembaptislah
yang menyerukan berita itu. Berita ini sebenarnya sudah mulai bergema pada saat
kelahiran Yesus dan sangat menohok keangkuhan Herodes. Keangkuhannya itu,
menyebabkan Herodes lupa diri dan mengeluarkan keputusan yang kejam. Membunuh
anak-anak di seluruh negeri. Kelahiran Yesus sebenarnya merupakan ajakan bagi
Herodes untuk melakukan refleksi atas kinerjanya dalam menjalankan roda pemerintahan,
namun Herodes terlalu angkuh untuk itu. Herodes lebih suka memenjarakan diri
dalam keangkuhan, walaupun pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa kalah
dengan bayi Yesus. Herodes tidak berhasil membunuh bayi Yesus. Kelahiran Yesus
sebenarnya secara tidak langsung “membunuh“ keangkuhan, kesombongan, keserakahan
dan tirani Herodes.
Sejak
lahir, Yesus tidak pernah melawan atau menghancurkan kesombongan dan keserakahan dari
Herodes dengan “Kemahakuasaan“ atau “kehebatan-Nya”. Dengan kertidakberdayaan sebagai
seorang bayi, Yesus melakukan pembaharuan atau menghancurkan kesombongan dan keserakahan
dari Herodes, tidak dengan kekerasan melainkan dengan menyayangi dengan rasa memiliki, karena di sinilah tersimpan kekuatan kebenaran. Ketika dewasa, Yesus
membahasakan hal ini dengan sebutan “kasih”.
Yesus
lahir untuk menghadirkan pembaharuan bagi manusia. Setiap pribadi yang
mengimaninya, diajak untuk melaklukan hal yang sama. Menghadirkan kasih yang
menghancurkan kesombongan akan kekuasaan diri. Kesombongan dan kekuasaan, hampir
selalu menyerupai keping mata uang dengan dua sisi. Secara dasariah, di dalam
diri manusia senantiasa tersimpan keinginan untuk berkuasa. Dengan berkuasa, manusia
bisa mengendalikan sesuatu menurut keinginannyan. Tentu hal ini sangat
menyenangkan bagi manusia, sampai Friedrich Nietzsche (seorang pemikir Jerman) "berteriak" bahwa sesuatu yang tidak dapat dilupakan manusia adalah “keinginan
untuk berkuasa”. Orang yang beriman kepada peristiwa kelahiran Yesus paling
tidak dapat mengimbangi Nietzsche dengan berteriak bahwa sesuatu yang tidak
boleh tidak atau harus ada di dalam diri manusia adalah “keinginan untuk
mengasihi”. Kalaupun Yesus dikatakan memiliki kekuasaan, maka kekuasaan Yesus
dipupuk dengan kasih dan pengorbanan diri, bukan dengan kesombongan dan
keinginan untuk berkuasa.
-------------------------------
Penulis: Aktivis PIAR NTT, juga Jemaat Gereja (GMIT) Ebenhaezer Tarus Barat.