Jumat, 02 Agustus 2019

Mencegah Stunting dari Desa

MENCEGAH STUNTING DARI DESA
Oleh. Paul SinlaEloE - Aktivis PIAR NTT
Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 2 Agustus 2019


Stunting merupakan persoalan serius yang mengancam generesai penerus bangsa dan masih banyak terjadi di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2018 mencatat bahwa terdapat ± 9 juta atau 37,2% dari jumlah balita di Indonesia menderita stunting. Dengan angka yang demikian, Indonesia tercatat sebagai negara peringkat kelima di dunia dengan angka kasus stunting terbanyak. Parahnya di Indonesia, stunting tak hanya dialami oleh keluarga kurang mampu saja, tetapi juga dialami oleh balita dari keluarga yang mampu karena penerapan pola asuh yang tidak tepat.

Kondisi inilah yang mendorong pemerintah Indonesia mencanangkan Kampanye Nasional Pencegahan Stunting (KNPS), pada tanggal 16 September 2018. Pencanangan KNPS ini bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia menjadi manusia yang unggul sejak dalam masa kandungan, sampai tumbuh secara mandiri untuk meningkatkan kesejahteraan diri dan keluarganya. Pencanangan KNPS juga merupakan tindak lanjut atas pidato kenegaraan dari Presiden Joko Widodo pada 16 Agustus 2018, yang mengajak seluruh komponen bangsa untuk bekerja dan memastikan bahwa setiap anak Indonesia dapat lahir dengan sehat, dapat tumbuh dengan gizi yang cukup, serta bebas dari stunting.

Dalam rangka mengatasi stunting, pemerintah Indonesia telah menDesain program intervensi pencegahan stunting terintegrasi yang melibatkan lintas kementerian dan lembaga. Pada tahun 2018, telah ditetapkan 100 Kabupaten di 34 Provinsi sebagai lokasi prioritas penurunan stunting. Jumlah ini akan bertambah sebanyak 60 Kabupaten pada tahun berikutnya. Dengan adanya kerjasama lintas sektor ini diharapkan dapat menekan angka stunting di Indonesia, sehingga dapat tercapai target Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2025, yaitu penurunan angka stunting hingga 40%.


Memahami Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh yang dialami oleh balita, sebagai konsekwensi dari kekurangan gizi kronis yang dialami sejak berada dalam kandungan, sampai pada 1.000 hari pertama kehidupan. Dampak nonfisik dari balita stunting adalah intelektual atau kemampuan berpikir yang tidak bisa tumbuh akibat jumlah sel yang terbentuk pada otaknya tidak optimal. Ketika beranjak dewasa, balita yang mengalami stunting akan rentan terhadap penyakit dan kurang berprestasi di sekolah.

Secara kasat mata, balita stunting dapat ditandai dengan kondisi fisik panjang badan atau tinggi badan lebih pendek dari anak normal seusianya. Walau secara fisik bayi atau anak yang mengalami stunting pasti pendek, tetapi bayi atau anak yang pendek belum tentu mengalami stunting. Bayi atau anak kerdil, sama bertubuh pendek seperti bayi atau anak yang mengalami stunting, namun keduanya dapat dibedakan berdasarkan faktor penyebabnya. Kerdil disebabkan oleh faktor genetika atau keturunan, sedangkan stunting tidak disebabkan oleh faktor genetika atau keturunan.

Faktor utama yang menjadi penyebab stunting adalah buruknya asupan gizi dan rendahnya status kesehatan. Pemicu dari kedua faktor penyebab stunting ini adalah: Pertama,  praktek pengasuhan anak yang kurang baik; Kedua, tidak tersedianya makanan bergizi bagi rumah tangga/keluarga; Ketiga, masih terbatasnya layanan kesehatan untuk ibu terutama selama masa kehamilan, layanan kesehatan untuk balita yang tidak maksimal dan tidak berkualitas; dan keempat, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

Mengatasi persoalan stunting tidaklah sulit, jika semua pihak berkomitmen untuk mengatasinya. Apalagi ditopang dengan kebijakan dari pengambil kebijakan yang terfokus untuk mengatasi persoalan: Pertama, Ketahanan Pangan (Ketersediaan, Keterjangkauan dan Akses Pangan Bergizi); Kedua, Lingkungan Sosial (Norma, Makanan Bayi, Makanan Anak, Kebersihan, Pendidikan dan Tempat Kerja); Ketiga, Lingkungan Kesehatan (Akses, Pelayanan Preventif dan Pelayanan Kuratif); Keempat, Lingkungan Tempat Tinggal; dan Kelima, Data/Informasi (Bahaya/Dampak dari Stunting, Penyebab Stunting, Pencegahan Stunting serta Penanganan Stanting).

Desa dan Pencegahan Stunting
Pemerintah Desa seharusnya terlibat dalam gerakan pencegahan stunting, karena Desa atau yang disebut dengan istilah lain merupakan pemerintah terdekat dengan korban stunting. Untuk itu, adanya komitmen Kepala Desa, anggota Badan Permusyawaratan Desa dan masyarakat dalam pencegahan stunting sebagai salah satu arah kebijakan pembangunan Desa adalah hal yang urgen. Pemerintah Desa dalam pencegahan stunting harus memanfaatkan dana Desa secara tepat. Pemerintah Desa harus juga melakukan pencegahan stunting dengan melakukan konvergensi di internal Desa maupun antar Desa.

Konvergensi untuk pencegahan stunting di Desa sangat penting untuk dilakukan karena, terdapat banyak anggaran dan program sektoral dari luar Desa yang “berkeliaran” di Desa, terkait pencegahan stunting. Sederhananya, konvergensi pencegahan stunting di Desa dimaksudkan untuk mengelola sumberdaya Desa maupun sumberdaya Pemerintah dan/atau sumberdaya Pemerintah Daerah. Hasil dari konvergensi anggaran dan program sektoral terkait pencegahan stunting akan menghasilkan sejumlah paket layanan, seperti: Layanan kesehatan ibu dan anak, integrasi konseling gizi, air bersih dan sanitasi, perlindungan sosial, serta layanan Pendidikan Anak Usia Dini.

Pengelompokan paket layanan terkait konvergensi pencegahan stunting ini, harus dilakukan dengan keterpaduan data, keterpaduan indikator pemantauan layanan, terintegrasi dalam sistem perencanaan pembangunan Desa, terintegrasi dalam sistem penganggaran di Desa. Sinergitas dan kerjasama antar pemangku kepentingan dalam pencegahan stunting secara terpadu adalah aspek yang harus menajadi prioritas. Langkah konvergensi pencegahan stunting di Desa harus dilaksanakan secara partisipatif, transparan dan akuntabel.

Selain melakukan konvergensi terkait pencegahan stunting, Pemerintah Desa diharuskan untuk menggunakan dana Desa dengan berfokus pada peningkatan pelayanan publik ditingkat Desa dalam rangka peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan stunting. Hal ini sesuai dengan dengan amanat Pasal 6 Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Permendes PDTT) Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2018, Tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2019.

Konkritnya, untuk peningkatan gizi masyarakat serta pencegahan stunting pemerintah Desa harus memanfaatkan dana Desa untuk: penyediaan air bersih dan sanitasi; pemberian makanan tambahan dan bergizi untuk balita; pelatihan pemantauan perkembangan kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; bantuan posyandu untuk mendukung kegiatan pemeriksaan berkala kesehatan ibu hamil atau ibu menyusui; pengembangan apotik hidup Desa dan produk hotikultura untuk memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil atau ibu menyusui; pengembangan ketahanan pangan di Desa; dan kegiatan penanganan kualitas hidup lainnya yang sesuai dengan kewenangan Desa dan diputuskan dalam musyawarah Desa (Pasal 6 ayat (2) Permendes PDTT No. 16 Tahun 2018).

Laki-laki dan Pencegahan Stunting
Dalam pencegahan stunting di level Desa, keterlibatan laki-laki adalah poin yang tidak boleh diabaikan. Selama ini, pencegahan stunting di Desa seakan-akan hanya menjadi tanggungjawab kaum perempuan terutama para kader posyandu yang semuanya adalah perempuan. Untuk itu, harus ada komitmen dari Kepala Desa, anggota BPD dan masyarakat dalam rangka pelibatan laki-laki  untuk pencegahan stunting.

Saat ini pelibatan laki-laki dalam pencegahan stunting di Desa, bisa diawali dengan keterlibatannya dalam menDesain Rumah Stunting Desa. Rumah Sunting Desa harus dipahami sebagai sekretariat bersama dalam konvergensi pencegahan stunting di Desa. Rumah Stunting Desa ini diharapkan dapat berfungsi sebagai Community Center dan Literasi Kesehatan Masyarakat.

Sebagai Community Center, Rumah Stunting Desa dapat dijadikan sebagai ruang publik (arena-arena komunikasi politis warganegara) bagi masyarakat Desa untuk beraktivitas dalam urusan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat Desa di bidang kesehatan masyarakat Desa. Rumah Stunting Desa bisa juga dijadikan sebagai ruang publik bagi masyarakat Desa untuk mengkonsolidasikan kepentingan tentang urusan kesehatan masyarakat yang akan dikelola dengan sumberdaya milik Desa dan/atau sumberdaya milik masyarakat Desa. Sebagai ruang publik, Rumah Stunting Desa harus menjadi alat untuk memperkuat daya tawar masyarakat Desa dalam mengambilan keputusan pembangunan Desa untuk urusan kesehatan masyarakat, terutama terkait dengan stunting.

Rumah Stunting Desa dapat juga difungsikan sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan warga Desa (perempuan dan laki-laki) dalam mengolah dan memahami informasi saat melakukan proses membaca dan menulis informasi tentang kesehatan masyarakat khususnya stunting. Manfaat dari literasi kesehatan masyarakat adalah warga Desa akan bertindak rasional dalam mengelola urusan kesehatan (termasuk stunting) di Desa secara mandiri.

Dengan difungsikannya Rumah Stunting Desa sebagai sarana literasi kesehatan masyarakat dan stunting, maka warga Desa akan mampu memahami dan menganalisis beragam informasi tentang kesehatan masyarakat dan stunting, sehingga dalam konteks penyelenggaraan pembangunan Desa, mereka mampu berpartisipasi secara aktif dalam proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan Desa, khususnya pelayanan kesehatan masyarakat yang dikelola dengan sumberdaya Desa.

Pada akhirnya, harus di yakini oleh semua pihak yang sudah maupun akan terlibat dalam gerakan melawan stunting adalah masa depan suatu bangsa dapat diukur melalui perkembangan anak-anak sebagai generasi penerus. Jika anak-anak terlahir sehat, tumbuh dengan baik, dan didukung oleh pendidikan yang berkualitas, maka mereka akan menjadi generasi yang menunjang kesuksesan pembangunan bangsa. Karenanya, membangun manusia Indonesia sejak dari dalam kandungan adalah investasi untuk menghadapi masa depan, sekaligus melapangkan jalan menuju Indonesia sejahtera.
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...