HAK IMUNITAS ADVOKAT
Mantan pengacara Setya Novanto, Fredrich
Yunadi, Sabtu (13/1/2018), ditahan seusai diperiksa sebagai tersangka oleh
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena terindikasi dengan sengaja mencegah
dan merintangi penyidikan dugaan tindak pidana korupsi proyek KTP Elektronik
dengan tersangka Setya Novanto. Sebelumnya, pada Jumat (12/1/2018) malam, KPK
telah menahan Bimanesh Sutarjo yang merupakan dokter Spesialis
Penyakit Dalam dari Rumah Sakit Medika Permata Hijau, seusai diperiksa
sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
Dalam kasus ini, Fredrich Yunadi dan
Bimanesh Sutarjo diduga bekerja sama untuk memasukan tersangka Setya Novanto ke
rumah sakit untuk dilakukan rawat inap dengan data-data medis yang diduga
dimanipulasi sedemikian rupa untuk menghindari panggilan dan pemeriksaan oleh
penyidik KPK. Selain itu, Fredrich Yunadi juga diduga mengkondisikan Rumah
Sakit Medika Permata Hijau dengan memesan satu lantai ruang VIP, sebelum Setya
Novanto kecelakaan menabrak tiang listrik pada 16 November 2017.
Atas perbuatannya tersebut, Fredrich
Yunadi dan Bimanesh Sutarjo disangkakan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Sebelum memasuki mobil tahanan KPK untuk ditahan
di rutan KPK, Fredrich Yunadi mengatakan kepada sejumlah wartawan bahwa saat ini
dirinya telah dibumihanguskan oleh KPK. Selain itu, Fredrich Yunadi juga
berpendapat bahwa sebagai seorang Advokat dirinya tidak dapat dituntut karena
menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai pengacara Setya Novanto.
"Saya sebagai seorang advokat saya
melakukan tugas dan kewajiban saya membela pak Setya Novanto. Saya difitnah
katanya melakukan pelanggaran sedangakkan Pasal 16 UU No 18 tahun 2003 tentang
Advokat, sangat jelas mengatakan Advokat tidak dapat di tuntut baik secara
perdata maupun pidana," ujarnya (Lihat: https://www.youtube.com/watch?v=oU8ROVjdo9c&t=336s).
Pengacara yang selalu memproklamirkan diri suka kemewahan ini lebih
lanjut mengatakan bahwa: “Sesuai Putusan MK Nomor 26 Tahun 2013 ditegaskan lagi
Advokat tidak dapat dituntut baik secara perdata maupun pidana, untuk baik di
dalam pengadilan maupun di luar pengadilan. Namaun sekarang, saya
dibumihanguskan. Ini adalah suatu pekerjaan yang diperkirakan ingin menghabiskan
profesi advokat. Hari ini saya diperlakukan oleh KPK berarti semua advokat itu
akan diperlakukan hal yang sama dan ini akan diikuti oleh kepolisian maupun
jaksa.” (Lihat: https://www.youtube.com/watch?v=oU8ROVjdo9c&t=336s).
Keseluruhan pernyataan dari Fredrich
Yunadi diatas, sangat menarik perhatian publik karena terkesan ingin menunjukan
bahwa sebagai seorang Advokat, beliau memiliki keistimewaan
(previlege) dari warga negara lainnya sehingga tidak dapat dituntut. Pertanyaannya adalah
siapakah Advokat itu? Dan apakah seorang Advokat tidak dapat dituntut karena
memiliki hak imunitas?
Advokat merupakan profesi penegak hukum
yang setara dengan Hakim, Jaksa dan Polisi, walaupun berkedudukan di luar Lembaga
Pemerintahan. Advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di
dalam maupun di luar Pengadilan (Pasal 1 angka 1 UU No. 18 Tahun 2003, Tentang
Advokat/UU Advkat). Jasa hukum sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 1 angka 1
UU Advokat adalah jasa yang diberikan Advokat berupa memberikan konsultasi
hukum, bantuan hukum, menjalankan kuasa, mewakili, mendampingi, membela, dan
melakukan tindakan hukum lain untuk kepentingan hukum klien (Pasal 1 angka 2 UU
Advokat).
Dalam menjalankan profesinya, Advokat
diberi hak kekebalan hukum atau lebih sering dikenal dengan istilah hak
imunitas. Secara yuridis, hak imunitas dari Advokat diatur dalam Pasal 16
UU Advokat, yakni: "Advokat tidak bisa dituntut baik secara perdata maupun
pidana dalam menjalankan tugas profesinya dengan itikad baik untuk pembelaan
Klien dalam sidang pengadilan".
Poin Penting dari pasal ini adalah “itikad
baik” dan“sidang pengadilan”. Dalam penjelasan Pasal 16 UU Advokat, ditegaskan
bahwa, yang dimaksud dengan itikad baik ialah "menjalankan tugas profesi
demi tegaknya keadilan berdasarkan hukum untuk membela kepentingan
kliennya". Sedangkan yang dimaksud dengan sidang pengadilan, yakni:
"Sidang pengadilan dalam setiap tingkat pengadilan di semua lingkungan
peradilan".
Pada perkembangannya, hak imunitas dari
Advokat yang hanya berlaku “dalam sidang pengadilan” pada saat menjalankan
tugas profesinya untuk pembelaan klien ini telah diubah untuk berlaku juga “di
luar sidang pengadilan”. Perubahan ini sesuai sesuai dengan putusan Mahkamah
Konstitusi yang mengabulkan permohonan perkara Nomor 26/PUU-XI/2013, terkait
pengujian materil atas Pasal 16 UU Advokat, maka hak imunitas dari Advokat
tidak saja berlaku “dalam sidang pengadilan” tetapi berlaku juga “di luar
sidang pengadilan”.
Berpijak pada amanat Pasal 16 UU Advokat
dan Putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 26/PUU-XI/2013, terkait
pengujian materil atas Pasal 16 UU Advokat, maka secara a contrario dapat
ditafsirkan bahwa hak imunitas dari Advokat adalah tidak berlaku absolut.
Artinya, hak imunitas dari Advokat “TIDAK AKAN BERLAKU”, jika dalam menjalankan
tugas profesinya untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar
sidang pengadilan, “TIDAK DILAKUKAN DENGAN ITIKAD BAIK”. Walaupun itikad
baik ini sangat abstrak dalam pengertiannya, namun dalam konteks hukum pemaknaan
itikad baik terkait profesi Advokat mensyaratkan bahwa dalam membela kepentingan kliennya pun harus tetap
berdasarkan aturan hukum dan berpedoman pada kode etik Advokat.
Dengan demikian, dapat ditarik suatu titik simpul
bahwa jika seorang Advokat dalam menjalankan
profesinya ketika membela kepentingan klien terbukti menggunakan cara-cara yang
tidak menunjukkan itikad baik, dalam artian bertentangan dengan kode etik, apalagi
menggunakan cara-cara yang melanggar hukum, maka hak imunitas yang dimiliki
oleh seorang Advokat ini tidak berlaku atau gugur dengan sendirinya.dan Advokat
dimaksud tetap dapat dituntut secara pidana atau perdata.
-----------------------------------------------------
KETERANGAN:
Penulis adalah Aktivis PIAR NTT