KORUPSI DANA BANTUAN SOSIAL..???*
Paul SinlaEloE**
- Pemerintahan daerah merupakan penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD RI Tahun 1945. Demikianlah yang tertera dalam pasal 1 angka 2 UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah.
- Dalam menjalankan fungsi Pemerintahan Daerah dibidang kemasyarakatan dan guna memelihara kesejahteraan masyarakat dalam skala tertentu, Pemerintah Daerah dapat memberikan bantuan sosial kepada kelompok/anggota masyarakat yang dilakukan secara selektif dan tidak mengikat.
- Bantuan sosial untuk organisasi kemasyarakatan harus didasarkan pada kriteria kejelasan peruntukan penggunaannya, dengan memperhatikan kaedah dalam rangka optimalisasi fungsi APBD sebagaimana diamanatkan dalam ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005, Tentang Pengelolaan keuangan daerah khususnya Pasal 16 ayat (3) menyebutkan bahwa pengalokasian bantuan sosial tahun demi tahun harus menunjukkan jumlah yang semakin berkurang agar APBD berfungsi sebagai instrumen pemerataan dan keadilan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
- Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan Buletin Teknis Nomor 10 tentang Belanja Bantuan Sosial Bab III Ketentuan Belanja Bansos bagian 3.5.1 Penerima Bantuan Sosial pada Paragraf 1 yang menyatakan bahwa, “Penerima belanja bantuan sosial dapat meliputi anggota masyarakat dan/atau lembaga kemasyarakatan termasuk di dalamnya bantuan untuk lembaga non pemerintah bidang pendidikan dan keagamaan namun harus dipilih secara selektif yaitu yang perlu dilindungi dari kemungkinan terjadinya risiko sosial”. Pada Paragraf 4 juga menyatakan bahwa, “Belanja bantuan sosial dapat juga diberikan kepada lembaga pendidikan, keagamaan atau lembaga sosial lain yang menangani individu/kelompok masyarakat yang memiliki risiko sosial. Belanja bantuan sosial dapat diberikan dalam bentuk penyelenggaraan sekolah, kegiatan penyuluhan, pendampingan dan advokasi untuk individu atau masyarakat yang memiliki risiko sosial”.
- Pada Konteks Nusa Tenggara Timur (NTT), Belanja Daerah pada APBD NTT TA 2010 ditargetkan sebesar Rp.1.257.423.965.150,00 dengan realisasi sebesar Rp.1.148.082.389.719,00 atau 91,30%. Dari total belanja yang demikian, Belanja Bantuan Sosial ditargetkan sebesar Rp.52.957.700.000,00 dengan realisasi sebesar Rp.49.739.497.703,00 atau 93,92%. Sesuai dengan perencanaan, dana bantuan sosial ini akan dipergunakan untuk: Pertama, Belanja bantuan sosial organisasi masyarakat dengan besaran anggaran Rp.24.200.000.000,00, namun yang direalisasikan hanya sebesar Rp.22.714.227.703,00. Kedua, Belanja bantuan sosial organisasi sosial/kelompok masyarakat dengan total anggaran Rp.13.573.500.000,00 dan yang direalisasi hanya sejumlah Rp.12.867.070.000,00. Ketiga, Belanja Bantuan pendidikan sebanyak Rp.15.184.200.000,00, tetapi yang berhasil direalisasikan Cuma sebesar Rp.14.158.200.000,00. Keseluruhan dana bantuan sosial dalam APBD NTT TA 2010 ini di kelola oleh Biro Keuangan dan Biro Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah Provinsi NTT.
- Dalam pengelolaan anggaran bantuan social ini, diketahui terdapat sejumlah permasaalahan, yakni: Pertama, Mekanisme pencairan dana realisasi biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan tidak didukung dokumen memadai. Salah satu kegiatan yang ditangani oleh Biro Keuangan dalam belanja bantuan sosial organisasi kemasyarakatan adalah bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan lainnya, dengan anggaran dalam DPPA Perubahan T.A. 2010 sebesar Rp.17.400.000.000,00. Pengujian pada penatausahaan Belanja Bantuan Sosial periode bulan Januari s.d. September 2010 diketahui bahwa terdapat realisasi sebesar Rp.6.509.000.000,00 dalam bentuk pemberian tunai dengan bukti berupa kuitansi tanda terima oleh pihak internal Pemerintah Provinsi NTT. (NB: Wawancara dengan Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Bantuan Sosial pada Biro Keuangan dijelaskan bahwa realisasi tersebut digunakan untuk pemberian bantuan tunai kepada masyarakat pada saat pihak internal Pemerintah Provinsi NTT melaksanakan kunjungan ke daerah-daerah di wilayah Provinsi NTT. Tidak ada bukti tanda terima oleh masyarakat sebagai dokumen pertanggungjawaban pemberian bantuan tersebut. Selain itu, tidak ada dokumen pendukung berupa rincian penggunaan dana atau proposal atau dokumen lain yang dipersamakan. Pada 90 lembar kuitansi (42%) dari total 214 kuitansi, dokumen pencairan dana didukung nota dari Gubernur NTT yang berisi pengajuan penyiapan dana). Selain itu, ditemukan juga Dalam dokumen penatausahaan Belanja Bantuan Sosial diketahui terdapat Belanja Bantuan Sosial sebesar Rp.4.086.500.000,00 yang diterima oleh pihak internal dengan bukti hanya berupa kwitansi internal dan Nota Gubernur, dengan rincian: (1). Bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan yang diberikan kepada pihak internal (eksekutif) Provinsi NTT, seluruhnya 70 kuitansi sebesar Rp.2.666.500.000,00, (2). Bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan yang diberikan kepada pihak internal (legislatif) Provinsi NTT dalam rangka bantuan pemberdayaan masyarakat, seluruhnya 55 kuitansi sebesar Rp.1.420.000.000,00. (NB: Wawancara dengan Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Bantuan Sosial pada Biro Keuangan Sekretariat Daerah Provinsi NTT dijelaskan bahwa realisasi tersebut digunakan untuk pemberian bantuan tunai kepada masyarakat pada saat pihak internal Pemerintah Provinsi NTT melaksanakan kunjungan ke daerah-daerah di wilayah Provinsi NTT. Tidak ada bukti tanda terima dan proposal dari pihak penerima bantuan sebagai dokumen pertanggungjawaban pemberian bantuan tersebut. Selain itu, tidak ada dokumen pendukung berupa rincian penggunaan dana atau proposal/permohonan dana). Kedua, Realisasi belanja bantuan sosial tidak sesuai peruntukan. Berdasarkan pengujian pencatatan dan dokumen pendukung realisasi belanja bantuan sosial pada kegiatan bantuan biaya penunjang kegiatan pemerintahan dan kemasyarakatan lainnya yang dikelola oleh Biro Keuangan diketahui bahwa terdapat transaksi sebesar Rp.607.341.000,00 yang tidak sesuai peruntukan. Realisasi sebesar Rp.173.246.000,00 digunakan untuk membayar tagihan biaya iklan dan penggunaan repiter radio. Realisasi sebesar Rp.434.095.000,00 digunakan untuk membiayai perjalanan dinas. Hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip bantuan sosial yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketiga, Realisasi belanja bantuan sosial belum dilengkapi dengan pertanggungjawaban. Realisasi belanja bantuan sosial pada Biro Keuangan sebesar Rp.13.117.064.303,00 belum dilengkapi dengan pertanggungjawaban penggunaan dana dari penerima bantuan kepada pemberi bantuan, terdiri dari: (1). Belanja Bantuan Sosial Kepada Lembaga/Organisasi Sosial Kemasyarakatan pada kode rekening 5.1.5.01.01 dengan anggaran sejumlah Rp.9.874.304.303,00. (2). Belanja Bantuan Kepada Orang/Kelompok Masyarakat/Anggota Masyarakat pada kode rekening 5.1.5.01.02 dengan anggran sebesar Rp.1.051.660.000,00. (3). Belanja Bantuan Pendidikan pada kode rekening 5.1.5.01.03 dengan anggaran sebanyak Rp.2.191.100.000,00. (NB: Wawancara dengan Kuasa Pengguna Anggaran Belanja Bantuan dijelaskan bahwa bantuan yang diberikan bersifat bantuan lepas dan tidak ada penyampaian pelaporan/pertanggungjawaban bantuan dari penerima bantuan. Pemeriksaan secara uji petik terhadap realisasi Belanja Bantuan Sosial Kepada Lembaga/Organisasi Sosial Kemasyarakatan (5.1.5.01.01) pada Biro Kesejahteraan Rakyat diketahui belanja bantuan sosial sebesar Rp.216.800.000,00 belum dilengkapi dokumen pertanggungjawaban penggunaan dana dari penerima bantuan. Dengan demikian, pada kedua satuan kerja tersebut, nilai belanja bantuan sosial yang belum dilengkapi dengan pertanggungjawaban adalah sebesar Rp.13.333.864.303,00).
- Realita pengelolaan anggaran bantuan sosial yang seperti ini secara yuridis tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 61 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih”.
- Pengelolaan dana bantuan sosial yang seperti ini, juga bertentangan dengan: Pertama, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 45 ayat (1) yang menyatakan bahwa, “Bantuan sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan dalam bentuk uang dan/atau barang kepada masyarakat yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat” dan pada pasal 45 ayat (2) yang menyatakan bahwa, “Bantuan sosial diberikan tidak secara terus menerus/tidak berulang setiap tahun anggaran, selektif, dan memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya”. Kedua, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 133 ayat (2) yang menyatakan bahwa, “Penerima subsidi, hibah, bantuan sosial, dan bantuan keuangan bertanggung jawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dan wajib menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaannya kepada kepala daerah”. Ketiga, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Pasal 224 yang menyatakan bahwa, “Bendahara pengeluaran yang mengelola belanja bunga, subsidi, hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan, belanja tidak terduga, dan pembiayaan melakukan penatausahaan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”.
- Selain itu, pengelolaan dana bantuan social yang demikian, juga tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur NTT No. 37 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Belanja Subsidi, Hibah, Bantuan Sosial, Bagi Hasil Bantuan Keuangan, dan Belanja Tidak Terduga Provinsi NTT khususnya pada: Pertama, Pasal 12 ayat (1) yang menyatakan bahwa, ”Belanja Bantuan Sosial digunakan untuk menganggarkan pemberian bantuan yang bersifat sosial kemasyarakatan dalam dalam bentuk uang dan/atau barang kepada organisasi/kelompok/anggota masyarakat”. ayat (2) yang menyatakan bahwa, ”Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan secara selektif, tidak secara terus menerus/tidak mengikat serta memiliki kejelasan peruntukan penggunaannya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah”. Ayat (4) yang menyatakan bahwa, ”Penerima bantuan diwajibkan menyampaikan pertanggungjawaban penggunaan dana kepada pemberi bantuan”. Kedua, Pasal 14 ayat (3) yang menyatakan bahwa, ”Dokumen kelengkapan terdiri dari proposal dari pemohon yang meminta bantuan social kepada Pemerintah Provinsi NTT”. Ketiga, Pasal 23 ayat (1) yang menyatakan bahwa, ”Penerima belanja subsidi, hibah, bantuan sosial, bantuan keuangan, dan belanja tidak terduga bertanggungjawab atas penggunaan uang/barang dan/atau jasa yang diterimanya dengan berpedoman pada ketentuan perundang-undangan dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban penggunaannya kepada Gubernur NTT melalui PPKD dan SKPD/Biro yang bersangkutan”. Ayat (3) yang menyatakan bahwa, ”SKPD/Biro yang membidangi wajib mengingatkan kewajiban dari penerima belanja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. ayat (5) yang menyatakan bahwa, ”Hibah/bantuan sosial dalam bentuk uang kepada organisasi nonpemerintah dan masyarakat dipertanggungjawabkan dalam bentuk bukti tanda terima uang dan bukti-bukti penggunaan dana sesuai Naskah Perjanjian Hibah Daerah/proposal permohonan bantuan atau dokumen lain yang dipersamakan paling lama tiga bulan setelah pelaksanaan kegiatan”.
- Keseluruhan informasi ini diolah dari dokumen LHP BPK RI Nomor: 1.a/LHP-LKPD/XIX.KUP/2011, Tertanggal 16 juni 2011, LHP BPK RI Nomor: 1.b/LHP-LKPD/XIX.KUP/2011, Tertanggal 16 juni 2011, LHP BPK RI Nomor: 30/S/XIX.KUP/01/2011, Tertanggal 31 Januari 2011, Dok. APBD Prov. NTT TA. 2010, Dok. APBD Prov. NTT TA. 2011 dan dipadukan dengan Hasil Investigasi PIAR NTT Tahun 2010 - 2011.
---------------------------------------------------
Keterangan:
*. Pointers untuk Diskusi Terbatas, MEMBEDAH KORUPSI DI NTT (Suatu Catatan Kritis Awal Tahun), yang dilaksanakan oleh Lembaga Bhakti Flobamora di Restoran Nelayan, Kota Kupang, pada tanggal 6 Januari 2012.
**. Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT.