Kamis, 17 September 2015

Memahami Class Action

MEMAHAMI CLASS ACTION
Oleh. Paul SinlaEloE


CATATAN PENGANTAR
Gugatan kelompok atau lebih dikenal dengan nama class action adalah pranata hukum yang berasal dari system common law. Walaupun demikian, dalam perkembangannya banyak juga negara-negara yang menganut sistem civil law (seperti Indonesia) mengadopsi sistem ini, sebagaimana (diantaranya) yang tertera dalam Penjelasan Pasal 46 ayat (1) huruf b UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.

Class action merupakan suatu mekanisme yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau digugat sebagai perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok. Persyaratan umum yang perlu ada mencakup banyak orangnya, tuntutan kelompok lebih praktis, dan perwakilannya harus jujur dan adequate (layak). Dapat diterima oleh kelompok, dan mempunyai kepentingan hukum dan fakta dari pihak yang diwakili.

Class action bisa merupakan suatu metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada perwakilan.

Kegunaan class action secara mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis, Mendorong bersikap hati-hati (Behaviour Modification) dan merubah sikap pelaku pelanggaran, menghindari putusan yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam perkara yang sama.

Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok. Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan, dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya.

Pengertian tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action), sebagaimana yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, menunjukan bahwa Syarat dari suatu Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action), sebagai berikut: Gugatan secara perdata; Wakil kelompok (Class Representatif); Anggota kelompok (Class Member); Adanya kerugian yang nyata-nyata diderita dan Kesamaan peristiwa/fakta/dasar hukum (Communality).

PROSEDUR GUGATAN
PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION)
Ketentuan hukum acara dalam class action di  Indonesia diatur secara khusus dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang acara gugatan perwakilan kelompok. Namun, sepanjang tidak diatur PERMA No. 1 Tahun 2002, maka untuk hukum acara dalam class action berlaku juga ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku (HIR/RBg).

Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok, wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota kelompok (Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2002). Dalam Ketentuan hukum acara perdata di Indonesia, tidak ada kewajiban bagi para pihak (baik penggugat maupun tergugat) untuk diwakili oleh orang lain atau pengacara selama pemeriksaan di persidangan. Para pihak dapat secara langsung maju dalam proses pemeriksaan di persidangan. Namun seperti halnya proses persidangan yang lazim dilakukan, para pihak biasanya diwakili atau memberikan kuasa kepada pengacara untuk maju dalam persidangan.

Dalam kasus class action, berlaku juga ketentuan hukum acara perdata yang mensyaratkan, apabila wakil kelompok pihak diwakili atau didampingi oleh pengacara, maka diwajibkan untuk membuat surat kuasa khusus antara wakil kelompok kepada pengacara.

Hal yang menarik berkaitan dengan pengacara pada class action adalah dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 dimana pada pasal 2 huruf d menyebutkan bahwa hakim dapat menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban membela dan melindungi kepentingan anggota kelompok. Disini terlihat bahwa hakim memiliki kewenangan untuk menilai dan menganjurkan penggantian terhadap pengacara dalam perkara class action. Hal ini tidak dapat ditemukan dalam perkara biasa.

Prosedur dalam class action dilakukan dengan melalui tahapan-tahapan:
1.   Permohonan Pengajuan Gugatan Secara Class Action;
Selain harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan yang diatur dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku seperti mencantumkan identitas dari pada para pihak, dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari pada tuntutan (Fundamentum Petendi/Posita) dan tuntutan, surat gugatan perwakilan kelompok (class action) harus memuat  hal-hal sebagai berikut: Pertama, Identitis lengkap dan jelas wakil kelompok. Identitas biasanya memuat nama, pekerjaan dan alamat lengkap; Kedua, Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu; Ketiga, Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan; Keempat, Posita (posita adalah dasar atau dalil atau alasan gugatan untuk menuntut hak dan kerugian seseorang melalui pengadilan) dari seluruh kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terperinci; Kelima, Dalam suatu gugatan dapat dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub-kelompok, jika tuntutan tidak sama karena sifat dan kerugian yang berbeda; Keenam, Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok.

2.   Proses Sertifikasi/Pemberian Ijin;
Berdasarkan permohonan pengajuan gugatan secara class action tersebut, pengadilan kemudian memeriksa apakah wakil tersebut dijinkan untuk menjadi wakil kelompok, apakah syarat-syarat untuk mengajukan gugatan class action sudah terpenuhi, dan apakah class action merupakan prosedur yang tepat dalam melakukan gugatan dengan kepentingan yang sama tersebut. Setelah Hakim memeriksa dan mempertimbangkan kriteria gugatan class action, maka: Pertama, Apabila hakim memutuskan bahwa penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok (class action) dinyatakan tidak sah maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan suatu putusan hakim dengan amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard/NO), demikian pula jika hakim berpendapat bahwa pengadilan tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, maka amar putusannya akan menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa perkara tersebut. Atas putusan ini, maka pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum. Kedua, Apabila hakim menyatakan sah, maka gugatan Class Action tersebut dituangkan dalam penetapan pengadilan kemudian hakim memerintahkan penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Ketiga, Setelah model pemberitahuan memperoleh persetujuan hakim pihak penggugat melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok sesuai dengan jangka waktu yang ditentukan oleh hakim.

3.   Pemberitahuan;
Setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah, hakim memerintahkan kepada penggugat/pihak yang melakukan class action untuk mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan hakim. Setelah usulan model tersebut disetujui oleh hakim, maka penggugat dengan jangka waktu yang ditentukan oleh hakim melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok.

Pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan untuk memberikan kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (opt out/kesempatan untuk anggota kelompok menyatakan diri keluar dari class action apabila  tidak menghendaki menjadi bagian dari gugatan) dari keanggotaan kelompok. 

Dalam pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota kelas untuk keluar dari keanggotaan (opt out), lengkap dengan tanggal dan alamat yang dituju untuk menyatakan opt out. Dengan demikian pihak yang menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok tidak terikat dengan putusan dalam perkara tersebut.

Menurut pasal 1 PERMA  No. 1 Tahun 2002 yang melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah panitera berdasarkan perintah hakim. Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan melalui media cetak dan atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan, kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada anggota yang bersangkutan sepanjang dapat diindentifikasi berdasarkan persetujuan hakim.

Pemberitahuan wajib dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok kepada anggota kelompok pada tahap-tahap: Pertama, Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini harus juga memuat mekanisme pernyataan keluar). Kedua, Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian ketika gugatan dikabulkan. Namun apabila dalam proses pemeriksaan, pihak tergugat mengajukan perdamaian, maka pihak Penggugat untuk dapat menerima atau menolak tawaran perdamaian tersebut juga harus melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompoknya.

Berdasarkan PERMA No. 1 Tahun 2002, Pemberitahuan yang dilakukan harus memuat: Pertama, Nomor gugatan dan identitas penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau para tergugat; Kedua, Penjelasan singkat tentang kasus; Ketiga, Penjelasan tentang pendefinisian elompok; Keempat, Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok; Kelima, Penjelasan tentang kemungkinan anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari keanggotaan kelompok; Keenam, Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan penyataan keluar dapat diajukan ke pengadilan; Ketujuh, Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan penyataan keluar; Kedelapan, Apabila dibutuhkan oleh anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia bagi penyedian informasai tambahan; Kesembilan, Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana yang diatur dalam lampiran  PERMA No. 1 Tahun 2002; Kesepuluh, Penjelasan tentang jumlah ganti rugi yang akan diajukan.

PERMA No. 1 Tahun 2002 sendiri hanya mengatur mengenai pemberitahuan dan pernyataaan keluar (opt out), sedangkan mengenai pernyataan yang menyatakan sebagai bagian class action (opt in) tidak diatur. Pada mekanisme pemberitahuan ini membuka kesempatan bagi anggota kelompok untuk menyatakan diri keluar dari class action apabila tidak menghendaki menjadi bagian dari gugatan.

Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 disebutkan bahwa pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan tertulis yang ditandatangani dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak penggugat oleh anggota kelompok yang menginginkan diri keluar dari keanggotaan gerakan perwakilan kelompok/class action. Pihak yang menyatakan diri keluar dari keanggotaan gerakan perwakilan kelompok/class action, maka secara hukum tidak terikat dengan putusan atas gugatan tersebut. Sedang pihak lain (penggugat pasif) yang tidak menyatakan keluar (tidak opt out) akan terikat dalam putusan class action tersebut, baik gugatan dikabulkan maupun gugatan tidak dikabulkan. Dalam hal tuntutan class action ditolak, penggugat pasif ini tidak dapat lagi mengajukan gugatan untuk kasus yang sama. Sebaliknya jika tuntutan class action dikabulkan ia berhak menerima ganti kerugian yang ditetapkan

4.   Pemeriksaan dan Pembuktian dalam class action;
Proses pemeriksaan dan pembuktiaan dalam gugatan class action adalah sama seperti dalam perkara perdata pada umumnya seperti: Pertama, Pembacaan surat gugatan oleh penggugat; Kedua, Jawaban dari tergugat; Ketiga, Replik atau tangkisan Penggugat atas jawaban yang telah disampaikan oleh Tergugat; Keempat,  Duplik atau jawaban Tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik; Kelima, Pembuktian yang merupakan penyampaian bukti-bukti dan mendengarkan saksi-saksi; Keenam, Kesimpulan yang merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh kedua belah pihak.

Namun karena gugatan yang akan diperiksa adalah gugatan class action, ada beberapa hal yang memerlukan pemeriksaan lebih khusus lagi seperti: Pertama, Pemeriksaan apakah wakil yang maju dianggap jujur dan benar-benar mewakili kepentingan kelompok. Pemeriksaan ini tidak hanya dilakukan pada saat sertifikasi akan tetapi juga dilakukan pada tahap pemeriksaan, dengan cara memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk mengajukan keberatan terhadap wakil kelompok yang maju di persidangan. Atas dasar keberatan ini, hakim dapat mengganti wakil kelompok ini dengan yang lain. Sebelum wakil kelompok diganti, maka ia tidak boleh mengundurkan terlebih dahulu. Kedua, Pemeriksaan apakah ada persamaan dalam hukum dan fakta serta tuntutan pada seluruh anggota kelompok. Ketiga, Pembuktian khusus untuk membuktikan masalah yang sama yang menimpa banyak orang. Keempat, Mekanisme pembagian uang ganti kerugian untuk sejumlah besar uang.


5.   Pelaksanaan Putusan;
Setelah proses pemeriksaan telah selesai selanjutnya hakim menjatuhkan suatu putusan. Sama halnya dengan putusan hakim dalam perkara perdata biasa, maka putusan hakim dalam gugatan class action dapat berupa putusan yang mengabulkan gugatan penggugat (baik sebagian maupun seluruhnya) atau menolak gugatan penggugat.

Dalam hal gugatan ganti kerugian dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah kerugian secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub-kelompok yang berhak menerima, mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.

Pada dasarnya eksekusi putusan perkara gugatan class action dilakukan atas perintah dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan atas permohonan pihak yang menang seperti diatur dalam hukum acara perdata. Namun mengingat bahwa eksekusi putusan harus dilakukan sesuai dengan amar putusan dalam perkara yang bersangkutan, sedangkan dalam amar putusan gugatan class action yang mengabulkan gugatan ganti kerugian memuat pula perintah agar penggugat melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok, serta perintah pembentukan komisi independen yang komposisi keanggotaannya ditentukan dalam amar putusannya guna membantu kelancaran pendistribusian, maka eksekusi dilakukan setelah diadakannya pemberitahuan kepada anggota kelompok, komisi telah terbentuk, tidak tercapai kesepakatan anatara kedua belah pihak tentang penyelesaian ganti kerugian dan tergugat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan putusan.

Dalam eksekusi tersebut paket ganti kerugian yang harus dibayar oleh tergugat akan dikelola oleh komisi yang secara administratif di bawah koordinasi panitera pengadilan agar pendistribusian uang ganti kerugian dapat berjalan dengan lancar sesuai dengan besarnya kerugian yang dialami oleh kelompok.

PERDAMAIAN DALAM GUGATAN
PERWAKILAN  KELOMPOK  (CLASS ACTION)
Dalam gugatan class action dimungkinkan terjadi perdamaian (dading) antara penggugat dengan tergugat. Hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara (pasal 6 PERMA No. 1 Tahun 2002 ).

Sebelum dilakukan upaya perdamaian dalam class action, pihak penggugat (wakil kelompok) harus mendapatkan persetujuan dari anggota kelompok. Persetujuan ini dapat menggunakan mekanisme pemberitahuan. Umumnya upaya perdamaian dilakukan di luar proses persidangan. Apabila pihak penggugat (wakil kelompok) dan tergugat sepakat dilakukan perdamaian, maka diantara para pihak dilakukan perjanjian perdamaian. Lazimnya perjanjian perdamaian dibuat secara tertulis di atas kertas bermaterai.

Berdasarkan perjanjian perdamaian antara kedua belah pihak, maka hakim menjatuhkan putusannya (acte van vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak mematuhi isi perdamaian yang telah dibuat. Kekuatan putusan perdamaian sama dengan putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan lainnya. Dalam hal para pihak sepakat melakukan perdamaian, maka tidak dimungkinkan upaya banding.

CATATAN PENUTUP
Demikianlah materi ini dibuat sebagai bahan pembelajaran bersama dalam rangka membangun gerakan bersama untuk memperjuangkan hak konsumen. Semoga bermanfaat.


Kupang, 31 Oktober 2009



DAFTAR BACAAN
  1. Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2005.
  2. UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
  3. PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.


----------------------------------------------
KETERANGAN:
1.   Tulisan ini merupakan materi dasar untuk memperkuat kapasitas dari Community Organizer yang dimiliki oleh PIAR NTT.
2.   Penulis adalah Aktivis PIAR NTT
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...