MEMAHAMI CLASS
ACTION
Oleh. Paul SinlaEloE
Gugatan kelompok atau lebih dikenal dengan
nama class action adalah
pranata hukum yang berasal dari system common law. Walaupun demikian, dalam perkembangannya banyak juga negara-negara yang menganut sistem civil law (seperti
Indonesia) mengadopsi sistem ini, sebagaimana (diantaranya) yang tertera dalam Penjelasan Pasal
46 ayat (1) huruf b UU No. 8
Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
Class action merupakan suatu mekanisme
yang diberikan kepada sekelompok orang yang mempunyai kepentingan dalam suatu
masalah, baik seorang atau lebih anggotanya menggugat atau digugat sebagai
perwakilan kelompok tanpa harus turut serta dari setiap anggota kelompok.
Persyaratan umum yang perlu ada mencakup banyak orangnya, tuntutan kelompok
lebih praktis, dan perwakilannya harus jujur dan adequate (layak). Dapat
diterima oleh kelompok, dan mempunyai kepentingan hukum dan fakta dari pihak
yang diwakili.
Class action bisa merupakan suatu
metode bagi orang perorangan yang mempunyai tuntutan sejenis untuk bergabung
bersama mengajukan tuntutan agar lebih efisien, dan seseorang yang akan turut
serta dalam class action harus memberikan persetujuan kepada
perwakilan.
Kegunaan class action secara
mendasar antara lain adalah efisiensi perkara, proses berperkara yang ekonomis,
Mendorong bersikap hati-hati (Behaviour
Modification) dan merubah sikap pelaku pelanggaran, menghindari putusan
yang berulang-ulang yang dapat berisiko adanya putusan inkonsistensi dalam
perkara yang sama.
Dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang Acara
Gugatan Perwakilan Kelompok. Di Indonesia terminologi class action diubah menjadi
Gugatan Perwakilan Kelompok. PERMA No. 1 Tahun 2002 merumuskan Gugatan
Perwakilan Kelompok (Class Action) sebagai suatu prosedur pengajuan gugatan,
dimana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk
dirinya sendiri dan sekaligus mewakili sekelompok orang yang jumlahnya banyak,
yang memiliki kesamaan fakta atau kesamaan dasar hukum antara wakil kelompok
dan anggota kelompoknya.
Pengertian tentang Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action), sebagaimana
yang diatur dalam PERMA No. 1 Tahun 2002, menunjukan bahwa Syarat dari
suatu Gugatan Perwakilan Kelompok (Class Action), sebagai berikut: Gugatan secara perdata; Wakil
kelompok (Class Representatif); Anggota kelompok (Class Member); Adanya
kerugian yang nyata-nyata diderita dan Kesamaan peristiwa/fakta/dasar hukum (Communality).
PROSEDUR GUGATAN
PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS ACTION)
Ketentuan hukum acara dalam class action
di Indonesia diatur secara khusus dalam
PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang acara gugatan perwakilan kelompok. Namun, sepanjang
tidak diatur PERMA No. 1 Tahun 2002, maka untuk hukum acara dalam class action
berlaku juga ketentuan dalam Hukum Acara Perdata yang berlaku (HIR/RBg).
Untuk mewakili kepentingan hukum anggota kelompok,
wakil kelompok tidak dipersyaratkan memperoleh surat kuasa khusus dari anggota
kelompok (Pasal 4 PERMA No. 1 Tahun 2002). Dalam Ketentuan hukum acara perdata
di Indonesia, tidak ada kewajiban bagi para pihak (baik penggugat maupun
tergugat) untuk diwakili oleh orang lain atau pengacara selama pemeriksaan di persidangan.
Para pihak dapat secara langsung maju dalam proses pemeriksaan di persidangan. Namun
seperti halnya proses persidangan yang lazim dilakukan, para pihak biasanya
diwakili atau memberikan kuasa kepada pengacara untuk maju dalam persidangan.
Dalam kasus class action, berlaku juga
ketentuan hukum acara perdata yang mensyaratkan, apabila wakil kelompok pihak
diwakili atau didampingi oleh pengacara, maka diwajibkan untuk membuat surat kuasa
khusus antara wakil kelompok kepada pengacara.
Hal yang menarik berkaitan dengan pengacara pada
class action adalah dalam PERMA No. 1 Tahun 2002 dimana pada pasal 2 huruf d menyebutkan bahwa hakim dapat
menganjurkan kepada wakil kelompok untuk melakukan penggantian pengacara, jika
pengacara melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan kewajiban
membela dan melindungi kepentingan anggota kelompok. Disini terlihat bahwa
hakim memiliki kewenangan untuk menilai dan menganjurkan penggantian terhadap
pengacara dalam perkara class action. Hal ini tidak dapat ditemukan dalam
perkara biasa.
Prosedur dalam class action dilakukan dengan
melalui tahapan-tahapan:
1.
Permohonan Pengajuan Gugatan Secara Class Action;
Selain
harus memenuhi persyaratan-persyaratan formal surat gugatan yang diatur dalam
Hukum Acara Perdata yang berlaku seperti mencantumkan identitas dari pada para
pihak, dalil-dalil konkrit tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar
serta alasan-alasan dari pada tuntutan (Fundamentum Petendi/Posita) dan
tuntutan, surat gugatan perwakilan kelompok (class action) harus memuat hal-hal sebagai berikut: Pertama, Identitis lengkap dan jelas wakil kelompok. Identitas
biasanya memuat nama, pekerjaan dan alamat lengkap; Kedua, Definisi kelompok secara rinci dan spesifik, walaupun tanpa
menyebutkan nama anggota kelompok satu persatu; Ketiga, Keterangan tentang anggota kelompok yang diperlukan dalam
kaitan dengan kewajiban melakukan pemberitahuan; Keempat, Posita (posita adalah
dasar atau
dalil atau alasan gugatan untuk menuntut hak dan kerugian seseorang melalui
pengadilan) dari seluruh
kelompok baik wakil kelompok maupun anggota kelompok, yang teridentifikasi
maupun tidak teridentifikasi yang dikemukakan secara jelas dan terperinci; Kelima, Dalam suatu gugatan dapat
dikelompokkan beberapa bagian kelompok atau sub-kelompok, jika tuntutan tidak
sama karena sifat dan kerugian yang berbeda; Keenam, Tuntutan atau petitum tentang ganti rugi harus dikemukakan
secara jelas dan rinci memuat usulan tentang mekanisme atau tata cara
pendistribusian ganti kerugian kepada keseluruhan anggota kelompok.
2.
Proses Sertifikasi/Pemberian Ijin;
Berdasarkan
permohonan pengajuan gugatan secara class action tersebut, pengadilan kemudian
memeriksa apakah wakil tersebut dijinkan untuk menjadi wakil kelompok, apakah
syarat-syarat untuk mengajukan gugatan class action sudah terpenuhi, dan apakah
class action merupakan prosedur yang tepat dalam melakukan gugatan dengan
kepentingan yang sama tersebut. Setelah Hakim memeriksa dan mempertimbangkan kriteria
gugatan class action, maka: Pertama,
Apabila hakim memutuskan bahwa penggunaan tata cara gugatan perwakilan kelompok
(class action) dinyatakan tidak sah maka pemeriksaan gugatan dihentikan dengan
suatu putusan hakim dengan amar putusan menyatakan gugatan tidak dapat diterima
(Niet Ontvankelijke Verklaard/NO), demikian pula jika hakim berpendapat bahwa pengadilan
tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara tersebut, maka amar putusannya
akan menyatakan bahwa pengadilan tidak berwenang untuk memeriksa perkara
tersebut. Atas putusan ini, maka pihak penggugat dapat mengajukan upaya hukum. Kedua, Apabila hakim menyatakan sah,
maka gugatan Class Action tersebut dituangkan dalam penetapan pengadilan kemudian
hakim memerintahkan penggugat mengajukan usulan model pemberitahuan untuk
memperoleh persetujuan hakim. Ketiga,
Setelah model pemberitahuan memperoleh persetujuan hakim pihak penggugat melakukan
pemberitahuan kepada anggota kelompok sesuai dengan jangka waktu yang
ditentukan oleh hakim.
3.
Pemberitahuan;
Setelah
hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan kelompok
dinyatakan sah, hakim memerintahkan kepada penggugat/pihak yang melakukan class
action untuk mengajukan usulan model pemberitahuan untuk memperoleh persetujuan
hakim. Setelah usulan model tersebut disetujui oleh hakim, maka penggugat
dengan jangka waktu yang ditentukan oleh hakim melakukan pemberitahuan kepada
anggota kelompok.
Pemberitahuan
kepada anggota kelompok adalah mekanisme yang diperlukan untuk memberikan
kesempatan bagi anggota kelompok untuk menentukan apakah mereka menginginkan
untuk ikut serta dan terikat dengan putusan dalam perkara tersebut atau tidak
menginginkan yaitu dengan cara menyatakan keluar (opt out/kesempatan untuk anggota kelompok menyatakan diri keluar dari
class action apabila tidak menghendaki
menjadi bagian dari gugatan) dari keanggotaan kelompok.
Dalam
pemberitahuan tersebut juga memuat batas waktu anggota kelas untuk keluar dari
keanggotaan (opt out), lengkap dengan
tanggal dan alamat yang dituju untuk menyatakan opt out. Dengan demikian pihak
yang menyatakan keluar dari keanggotaan kelompok tidak terikat dengan putusan
dalam perkara tersebut.
Menurut
pasal 1 PERMA No. 1 Tahun 2002 yang
melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok adalah panitera berdasarkan
perintah hakim. Cara pemberitahuan kepada anggota kelompok dapat dilakukan
melalui media cetak dan atau elektronik, kantor-kantor pemerintah seperti kecamatan,
kelurahan atau desa, kantor pengadilan, atau secara langsung kepada anggota
yang bersangkutan sepanjang dapat diindentifikasi berdasarkan persetujuan
hakim.
Pemberitahuan
wajib dilakukan oleh penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok
kepada anggota kelompok pada tahap-tahap: Pertama,
Segera setelah hakim memutuskan bahwa pengajuan tata cara gugatan perwakilan
kelompok dinyatakan sah (pada tahap ini
harus juga memuat mekanisme pernyataan keluar). Kedua, Pada tahap penyelesaian dan pendistribusian ganti kerugian
ketika gugatan dikabulkan. Namun apabila dalam proses pemeriksaan, pihak
tergugat mengajukan perdamaian, maka pihak Penggugat untuk dapat menerima atau
menolak tawaran perdamaian tersebut juga harus melakukan pemberitahuan kepada
anggota kelompoknya.
Berdasarkan
PERMA No. 1 Tahun 2002, Pemberitahuan yang dilakukan harus memuat: Pertama, Nomor gugatan dan identitas
penggugat atau para penggugat sebagai wakil kelompok serta pihak tergugat atau
para tergugat; Kedua, Penjelasan
singkat tentang kasus; Ketiga,
Penjelasan tentang pendefinisian elompok; Keempat,
Penjelasan dari implikasi keturutsertaan sebagai anggota kelompok; Kelima, Penjelasan tentang kemungkinan
anggota kelompok yang termasuk dalam definisi kelompok untuk keluar dari
keanggotaan kelompok; Keenam,
Penjelasan tentang waktu yaitu bulan, tanggal, jam, pemberitahuan penyataan
keluar dapat diajukan ke pengadilan; Ketujuh,
Penjelasan tentang alamat yang ditujukan untuk mengajukan penyataan keluar; Kedelapan, Apabila dibutuhkan oleh
anggota kelompok tentang siapa dan tempat yang tersedia bagi penyedian
informasai tambahan; Kesembilan,
Formulir isian tentang pernyataan keluar anggota kelompok sebagaimana yang
diatur dalam lampiran PERMA No. 1 Tahun
2002; Kesepuluh, Penjelasan tentang
jumlah ganti rugi yang akan diajukan.
PERMA No. 1
Tahun 2002 sendiri hanya mengatur mengenai pemberitahuan dan pernyataaan keluar
(opt out), sedangkan mengenai
pernyataan yang menyatakan sebagai bagian class action (opt in) tidak diatur. Pada mekanisme pemberitahuan ini membuka
kesempatan bagi anggota kelompok untuk menyatakan diri keluar dari class action
apabila tidak menghendaki menjadi bagian dari gugatan.
Dalam PERMA
No. 1 Tahun 2002 disebutkan bahwa pernyataan keluar adalah suatu bentuk pernyataan
tertulis yang ditandatangani dan diajukan kepada pengadilan dan/atau pihak
penggugat oleh anggota kelompok yang menginginkan diri keluar dari keanggotaan
gerakan perwakilan kelompok/class action. Pihak yang menyatakan diri keluar
dari keanggotaan gerakan perwakilan kelompok/class action, maka secara hukum tidak
terikat dengan putusan atas gugatan tersebut. Sedang pihak lain (penggugat
pasif) yang tidak menyatakan keluar (tidak opt out) akan terikat dalam putusan
class action tersebut, baik gugatan dikabulkan maupun gugatan tidak dikabulkan.
Dalam hal tuntutan class action ditolak, penggugat pasif ini tidak dapat lagi
mengajukan gugatan untuk kasus yang sama. Sebaliknya jika tuntutan class action
dikabulkan ia berhak menerima ganti kerugian yang ditetapkan
4.
Pemeriksaan dan Pembuktian dalam class action;
Proses
pemeriksaan dan pembuktiaan dalam gugatan class action adalah sama seperti
dalam perkara perdata pada umumnya seperti: Pertama, Pembacaan surat gugatan oleh penggugat; Kedua, Jawaban dari tergugat; Ketiga, Replik atau tangkisan Penggugat
atas jawaban yang telah disampaikan oleh Tergugat; Keempat, Duplik atau jawaban
Tergugat atas tanggapan penggugat dalam replik; Kelima, Pembuktian yang merupakan penyampaian bukti-bukti dan
mendengarkan saksi-saksi; Keenam,
Kesimpulan yang merupakan resume dan secara serentak dibacakan oleh kedua belah
pihak.
Namun
karena gugatan yang akan diperiksa adalah gugatan class action, ada beberapa
hal yang memerlukan pemeriksaan lebih khusus lagi seperti: Pertama, Pemeriksaan apakah wakil yang maju dianggap jujur dan
benar-benar mewakili kepentingan kelompok. Pemeriksaan ini tidak hanya
dilakukan pada saat sertifikasi akan tetapi juga dilakukan pada tahap
pemeriksaan, dengan cara memberikan kesempatan kepada anggota kelompok untuk
mengajukan keberatan terhadap wakil kelompok yang maju di persidangan. Atas
dasar keberatan ini, hakim dapat mengganti wakil kelompok ini dengan yang lain.
Sebelum wakil kelompok diganti, maka ia tidak boleh mengundurkan terlebih
dahulu. Kedua, Pemeriksaan apakah
ada persamaan dalam hukum dan fakta serta tuntutan pada seluruh anggota
kelompok. Ketiga, Pembuktian khusus
untuk membuktikan masalah yang sama yang menimpa banyak orang. Keempat, Mekanisme pembagian uang ganti
kerugian untuk sejumlah besar uang.
5.
Pelaksanaan Putusan;
Setelah
proses pemeriksaan telah selesai selanjutnya hakim menjatuhkan suatu putusan. Sama
halnya dengan putusan hakim dalam perkara perdata biasa, maka putusan hakim
dalam gugatan class action dapat berupa putusan yang mengabulkan gugatan
penggugat (baik sebagian maupun
seluruhnya) atau menolak gugatan penggugat.
Dalam hal
gugatan ganti kerugian dikabulkan, hakim wajib memutuskan jumlah kerugian
secara rinci, penentuan kelompok dan atau sub-kelompok yang berhak menerima,
mekanisme pendistribusian ganti kerugian dan langkah-langkah yang wajib
ditempuh oleh wakil kelompok dalam proses penetapan dan pendistribusian.
Pada
dasarnya eksekusi putusan perkara gugatan class action dilakukan atas perintah
dan di bawah pimpinan Ketua Pengadilan atas permohonan pihak yang menang
seperti diatur dalam hukum acara perdata. Namun mengingat bahwa eksekusi
putusan harus dilakukan sesuai dengan amar putusan dalam perkara yang
bersangkutan, sedangkan dalam amar putusan gugatan class action yang
mengabulkan gugatan ganti kerugian memuat pula perintah agar penggugat
melakukan pemberitahuan kepada anggota kelompok, serta perintah pembentukan
komisi independen yang komposisi keanggotaannya ditentukan dalam amar
putusannya guna membantu kelancaran pendistribusian, maka eksekusi dilakukan
setelah diadakannya pemberitahuan kepada anggota kelompok, komisi telah
terbentuk, tidak tercapai kesepakatan anatara kedua belah pihak tentang penyelesaian
ganti kerugian dan tergugat tidak bersedia secara sukarela melaksanakan
putusan.
Dalam eksekusi
tersebut paket ganti kerugian yang harus dibayar oleh tergugat akan dikelola
oleh komisi yang secara administratif di bawah koordinasi panitera pengadilan
agar pendistribusian uang ganti kerugian dapat berjalan dengan lancar sesuai
dengan besarnya kerugian yang dialami oleh kelompok.
PERDAMAIAN DALAM GUGATAN
PERWAKILAN KELOMPOK (CLASS
ACTION)
Dalam gugatan class action dimungkinkan
terjadi perdamaian (dading) antara
penggugat dengan tergugat. Hakim berkewajiban mendorong para pihak untuk
menyelesaikan perkara dimaksud melalui perdamaian, baik pada awal persidangan
maupun selama berlangsungnya pemeriksaan perkara (pasal 6 PERMA No. 1 Tahun
2002 ).
Sebelum dilakukan upaya perdamaian dalam
class action, pihak penggugat (wakil kelompok) harus mendapatkan persetujuan
dari anggota kelompok. Persetujuan ini dapat menggunakan mekanisme
pemberitahuan. Umumnya upaya perdamaian dilakukan di luar proses persidangan.
Apabila pihak penggugat (wakil kelompok) dan tergugat sepakat dilakukan
perdamaian, maka diantara para pihak dilakukan perjanjian perdamaian. Lazimnya
perjanjian perdamaian dibuat secara tertulis di atas kertas bermaterai.
Berdasarkan perjanjian perdamaian antara
kedua belah pihak, maka hakim menjatuhkan putusannya (acte van vergelijk) yang isinya menghukum kedua belah pihak mematuhi
isi perdamaian yang telah dibuat. Kekuatan putusan perdamaian sama dengan
putusan biasa dan dapat dilaksanakan seperti putusan-putusan lainnya. Dalam hal
para pihak sepakat melakukan perdamaian, maka tidak dimungkinkan upaya banding.
CATATAN PENUTUP
Demikianlah materi ini dibuat sebagai bahan
pembelajaran bersama dalam rangka membangun gerakan bersama untuk
memperjuangkan hak konsumen. Semoga bermanfaat.
Kupang, 31 Oktober 2009
DAFTAR BACAAN
- Emerson Yuntho, Class Action Sebuah Pengantar, Penerbit Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Jakarta, 2005.
- UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen.
- PERMA No. 1 Tahun 2002, tentang Acara Gugatan Perwakilan Kelompok.
----------------------------------------------
KETERANGAN:
1. Tulisan ini merupakan
materi dasar untuk memperkuat kapasitas dari Community
Organizer yang dimiliki oleh
PIAR NTT.
2. Penulis adalah Aktivis PIAR
NTT