ANGGUR MERAH: Memabukan..?
Dalam berbagai literatur
ilmu sosial, pembangunan atau yang disebut dengan istilah apapun, semestinya
diarahkan pada penciptaan kesejahteraan warganya. Itu berarti, tujuan utama
pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human Welfare).
Pembangunan yang mensejahterakan rakyat ini akan memperoleh keberhasilan dalam
pembangunan secara nasional sangat tergantung dengan sinergitas kebijakan
antara pemerintah provinsi dengan pemerintah pusat dan antara pemerintah
kabupaten/kota dengan pemerintah pusat dan pemerintah provinsi.
Sinkronisasi kebijakan
idealnya diwujudkan dalam bentuk program dan kegiatan sesuai kewenangan
masing-masing yang diorientasikan melalui pencapaian strategi pembangunan yang pro-growth, pro-job,
pro-poor, dan pro-environment serta pengembangan program-program
percepatan pengurangan kemiskinan melalui: Klaster 1 (pertama) Program Bantuan
Sosial Berbasis Keluarga, Klaster 2 (kedua) Program Pemberdayaan Masyarakat,
Klaster 3 (ketiga) Program Pemberdayaan Usaha Kecil dan Mikro, serta Klaster 4
(keempat) Program Pro Rakyat.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT)
yang masih merupakan bagian integral dari Indonesia, pembangunan untuk
mensejahterakan warga belum berjalan maksimal. Buktinya, Secara statistik
jumlah orang miskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun. Data kehidupan
bernegara di NTT sebagaimana yang dipublis BPS, menunjukan bahwa penduduk
miskin provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan
Maret 2009. Pada tahun 2009 terdapat sebanyak 1.013.200 orang (23,31%) penduduk
miskin di NTT. Sedangkan pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di NTT
bertambah menjadi 1.014.100 orang (23,03%) dan di tahun 2010 juga, NTT
menempati peringkat keenam provinsi termiskin di Indonesia.
Bertolak pada realiata
kemiskinan di tahun 2010 ini, maka di Tahun Anggaran 2011, Pemerintah Provinsi
NTT dalam upaya penanggulangan kemiskinan telah menetapkan kebijakan
operasional pembangunan berbasis desa/kelurahan, yaitu Pembangunan
Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah. Dalam program ini, Pemerintah Provinsi NTT
mengalokasikan dana untuk 287 desa/kelurahan dengan nilai per desa/kelurahan
sebesar Rp.250.000.000,00, dengan harapan kebijakan tersebut mampu menciptakan
masyarakat desa yang maju dan produktif. Pembangunan Desa/Kelurahan
Mandiri Anggur Merah rencananya akan dilaksanakan secara partisipatif, transparan
dan terpadu dengan melibatkan semua stakeholders melalui pengembangan ekonomi
produktif. Kegiatan ekonomi produktif yang dikembangkan ini nantinya akan
disesuaikan dengan karakteristik, potensi dan keunggulan ekonomi komparatif
desa/kelurahan sasaran.
Untuk pelaksanaan program
desa/kelurahan mandiri anggur merah ini, dalam DPA/DPPA Bappeda Provinsi NTT
telah dianggarkan anggaran sebesar Rp.73.328.500.000,00. Mekanisme penyaluran
dana Anggur Merah berdasarkan proposal kegiatan usaha yang diajukan oleh
kelompok masyarakat kepada Kepala Desa/Lurah dengan tembusan disampaikan kepada
Bupati/Walikota cq Bappeda Kabupaten/Kota, kemudian Kepala Desa/Lurah
menyampaikan proposal kepada Gubernur cq Kepala Bappeda beserta syarat-syarat
administratif untuk diverifikasi oleh tim verifikasi provinsi yang akan
direkomendasikan kepada Gubernur untuk diberikan dana anggur merah. Kemudian
atas dasar rekomendasi tersebut Kepala Bappeda mengajukan SPP-LS dan SPM-LS kepada
Biro Keuangan untuk diterbitkan SP2D, yang selanjutnya dana anggur merah akan
ditransfer ke rekening desa/kelurahan, selanjutnya kelompok masyarakat yang
mengajukan proposal oleh bendahara pengeluaran Bappeda, kemudian dari rekening
desa/kelurahan dana tersebut ditransferkan ke rekening kelompok.
Dalam implementasinya,
program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah ini berjalan bagaikan
“orang yang lagi mabuk anggur merah”. Buktinya hasil audit BPK RI
didokumentasikan dalam LHP BPK RI Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tertanggal 20
Januari 2012, menunjukan bahwa terdapat berbagai persoalan berkaitan dengan
program pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah diantaranya adalah: Pertama, Kesalahan
penganggaran. Berdasarkan
DPPA Bappeda TA 2011 program pembangunan desa/kelurahan mandiri anggur merah
dianggarkan sebesar Rp.73.328.500.000,00 pada belanja barang dan jasa yaitu
pada Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri dimana anggaran tersebut
merupakan anggaran untuk pemberian bantuan pinjaman modal usaha kepada
masyarakat melalui desa/kelurahan, kemudian masyarakat mengembalikan kembali
bantuan modal usaha tersebut kepada desa/kelurahan untuk digulirkan kembali.
Itu berarti, penganggaran
Belanja Penyelenggaraan Program Desa Mandiri Anggur Merah Sebesar
Rp.73.328.500.000,00 pada Belanja Barang dan Jasa kurang tepat dan tidak sesuai
dengan Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 59 Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Mentri Dalam Negeri 12 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah yang mengamanatkan bahwa Belanja barang dan jasa hanya
digunakan untuk pengeluaran pembelian/pengadaan barang yang nilai manfaatnya
kurang dari 12 (duabelas) bulan dan/atau pemakaian jasa dalam melaksanakan
program dan kegiatan pemerintah daerah. (Pasal 52 Ayat (1), Permendagri No. 559
Tahun 2007 Tentang Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).
Pembelian/pengadaan barang dan/atau pemakaian jasa ini mencakup belanja barang
pakai habis, bahan/material, jasa kantor, premi asuransi, perawatan kendaraan
bermotor, cetak/penggandaan, sewa rumah/gedung/gudang/parkir, sewa sarana
mobilitas, sewa alat berat, sewa perlengkapan dan peralatan kantor, makanan dan
minuman, pakaian dinas dan atributnya, pakaian kerja, pakaian khusus dan
hari-hari tertentu, perjalanan dinas, perjalanan dinas pindah tugas dan
pemulangan pegawai. (Pasal 52 Ayat (2), Permendagri No. 59 Tahun 2007 Tentang
Perubahan Atas Permendagri No. 13 Tahun 2006).
Kedua, Administrasi dan
pelaporan belum tertib. Pemeriksaan secara uji petik atas administrasi pencatatan
dana anggur merah pada desa/kelurahan yang dilakukan oleh BPK RI diketahui
ditemukan bahwa desa/kelurahan belum membuat pencatatan untuk penerimaan dan
pengeluaran uang dana anggur merah tersebut, belum ada pencatatan mengenai
pengembalian dana yang sudah disetorkan oleh kelompok, serta belum menyampaikan
laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada Gubernur. (LHP
BPK RI Nomor: 20/S/XIX.KUP/01/2012, Tanggal 20 Januari 2012).
Menurut BPK RI, Kondisi yang
demikian tidak sejalan dengan Peraturan Gubernur Nusa Tenggara Timur Nomor 33
Tahun 2010 Tentang Pedoman Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah
Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2011 – 2013 Lampiran Bab V 5.2 huruf c angka
6 yang menyatakan bahwa “Untuk menjamin kesinambungan pengelolaan dana hibah,
maka penerima dana hibah wajib menyetor kembali dana pokok ke rekening
desa/kelurahan. Sedangkan keuntungan yang diperoleh penggunaannya disesuaikan
dengan kesepakatan kelompok disetiap desa/kelurahan”.
Selanjutnya BPK RI juga
berpendapat bahwa realita ini sangat tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur
Nusa Tenggara Timur Nomor 5 Tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran
Bantuan Program Pembangunan Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di Provinsi NTT
Tahun 2011-2013 pasal 15 Ayat (1) yang menyatakan bahwa ”Kepala Desa/Lurah
menyampaikan laporan konsolidasi seluruh laporan kelompok masyarakat kepada
Gubernur dengan tembusan disampaikan keada Bupati/Walikota, Kepala Bappeda dan
Kepala Biro Keuangan’. Laporan konsolidasi harus disampaikan setiap
semester (enam bulan) dan akhir tahun. (Pasal 15 Ayat (2) PERGUB NTT No. 5
Tahun 2011).
Selain berbagai
persoalan yang menjadi data temuan BPK RI diatas, fakta yang sudah menjadi
pemberitaan utama dalam berbagai media baik itu media cetak, media elektronik
maupun media On-Line juga membenarkankan bahwa pelaksanaan program
desa/kelurahan mandiri anggur merah ini juga mengalami berbagai persoalan.
Salah satu contohnya adalah pengadaan sapi untuk program pembangunan
Desa/Kelurahan Mandiri Anggur Merah di desa Kualin, Kecamatan Kualin, TTS yang
bermasalah. Pasalnya, pendamping kelompok masyarakat (PKM) desa tersebut, tidak
mempertanggung jawabkan pengadaan sapi untuk kelompok dampingan.
Pada akhirnya perlu diingat
bahwa dalam upaya mewujudkan kesejahteraan rakyat, seharusnya moral senantiasa
dijadikan sebagai panglima pembangunan. Hal ini menjadi penting karena sejarah
mencatat bahwa Indonesia pernah gagal ketika politik dijadikan panglima
pembangunan di era orde lama. Pembangunan yang mensejahterakan rakya mengalami
kegagalan di era orde baru karena telah menjadikan ekonomi sebagai panglima
pembangunan. Penting untuk diingat juga adalah “Mengulangi kesalahan dalam
pembangunan untuk kesejahteraan rakyat hanya mungkin dilakukan oleh mereka yang
mabuk anggur !!”. (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory
News, tanggal 11 Mei 2012).
-------------------------------
Penulis: Staf Div. Anti
Korupsi PIAR NTT