Rabu, 20 Januari 2010

PIAR NTT: Korupsi di NTT Tahun 2009

CATATAN KORUPSI AKHIR TAHUN 2009 - PIAR NTT
SEKTOR PENGADAAN BARANG & JASA:
“SARANG KORUPTOR” DI NUSA TENGGARA TIMUR


CATATAN PENGANTAR
Korupsi telah menjadi persoalan serius di Indonesia. Perilaku korup yang telah berlangsung sejak lahirnya kesepakatan politik membentuk negara Indonesia hingga hari ini, telah melahirkan berbagai ‘keterbelakangan” di berbagai bidang kehidupan manusia Indonesia terutama di Nusa Tenggara Timur (NTT).

Pada konteks Nusa Tenggara Timur, Data BPS tahun 2009 membuktikan bahwa saat ini dari sekitar 4,4 juta jiwa penduduk NTT, angka kemiskinan mencapai 23,31% dan penganggur sebesar 3,98%. Sementara pendapatan per kapita penduduk NTT tahun 2008 sebesar Rp 4,4 juta per tahun. Sedangkan pertumbuhan ekonomi tahun 2008 hingga pertengahan 2009 sebesar 4,8%. Realiat ini diperparah lagi dengan persoalan di sector pendidikan dan kesehatan. Jika dilihat seacara kasat mata, masih banyak warga kesulitan mendapatkan pelayanan kesehatan yang memadai akibat keterbatasan sarana dan prasarana bidang kesehatan. Disektor pendidikan, selain sarana dan prasarana pendidikan disekolah yang ada belum memadai, juga masih cukup banyak anak usia sekolah yang tidak dapat mengenyam pendidikan dasar (sekolah dasar) karena ketidakmampuan orangtua dalam hal pembiayaan.

Keseluruhan realitas diatas, sangat berbanding terbalik dengan kehidupan para pejabat sehingga muncul kesan bahwa pembangunan di NTT hanya diperuntukan bagi segelintir orang. Pembangunan dalam aspek inrastruktur di NTT, juga telah menghasilkan berbagai tindak korupsi disektor pengadaan barang dan jasa. Ironinya, banyak warga yang tidak menaruh perhatian pada pengadaan barang dan jasa, atau tender pemerintah, karena mereka anggap itu urusan adminstratif kantor pemerintah belaka yang tidak ada sangkut paut dengan perikehidupan mereka. Pada hal pekerjaan “pembangunan” tersebut bisa memberikan dampak pada hajat hidup mereka secara langsung.

Praktik korupsi disektor pengadaan barang dan jasa, juga terkesan telah menjadi ”gaya hidup” baru kalangan pejabat atau birokrat di sini dan telah menjadi pilar ”hitam” yang tegas dalam cakrawala pembangunan di NTT. Untuk itu, korupsi disektor pengadaan barang dan jasa harus diberantas.

PIAR DAN PEMANTAUAN KORUPSI
Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR), adalah organisasi non pemerintah yang bersifat independent dan non profit di NTT yang pendiriannya telah dilegalformalkan dengan Akte Notaris Nomor 71 pada tanggal 15 Nopember 2002, dan terdaftar pada Pengadilan Negeri Kupang, dengan nomor 1/AN/PIAR/Lgs/2002/PN.KPG, pada tanggal, 23 November 2002. PIAR NTT dalam kerja-kerjanya konsern pada isue Hak Asasi Manusia, Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi.

Di tahun 2009 ini, PIAR NTT melakukan pemantauan korupsi yang tersebar di 16 (Enam Belas) wilayah, yakni: Prov NTT, Kota Kupang, Kab. Kupang, Kab. TTS, Kab. TTU, Kab. Belu, Kab. Rote Ndao, Kab. Alor, Kab. Ende, Kab. Manggarai, Kab. Ngada, Kab. Sika, Kab. Flotim, Kab. Lembata, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Timur.

Pemantauan korupsi yang dilakukan oleh PIAR NTT ini berbasiskan pada: Pertama, Kasus korupsi yang diadvokasi oleh PIAR NTT dan jaringannya. Kedua, Media Massa (NB: Media Cetak, Media Elektronik dan Media On-Line). Hasil pemantauan ini dimaksudkan untuk menggambarkan fenomena korupsi di NTT. Rentang waktu pemantauan dimulai sejak 1 Januari 2009 hingga 20 Desember 2009.

POTRET KORUPSI DI NTT
Nusa Tetap Terkorup. Itulah julukan yang paling pantas diberikan untuk NTT, jika fenomena korupsi di Provinsi ini dicermati secara jujur. Dari 125 (Seratus Duapuluh Lima) kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp. 256.337.335.434,00 (Dua Ratus Lima Puluh Enam Milyar Tiga Ratus Tiga Puluh Tujuh Juta Tiga Ratus Tiga Puluh Lima Ribu Empat Ratus Tiga Puluh Empat Rupiah).

Ke-125 (Seratus Duapuluh Lima) kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT ini, tersebar secara merata di 15 Kab/Kota dan 1 Provinsi dengan Sebaran kasus per-wilayah cukup merata yakni berkisar 1 – 15 kasus. Terbanyak terjadi di Kab. Rote Ndao dengan 15 kasus. Selanjutnya level Prov NTT 13 kasus, Kab. Flotim 3 kasus, Kota Kupang 13 kasus, Kab. Kupang 12 kasus, Kab. Sika 12 kasus, Kab. TTS 10 kasus, Kab. Manggarai 9 kasus, Kab. Ende 7 kasus, Kab. Ngada 5 kasus, Kab. Alor 4 kasus, Kab. TTU 4 kasus, Kab. Belu 4 kasus, Kab. Sumba Timur 2 kasus, Kab. Lembata 1 kasus, Kab. Manggarai Barat 1 kasus.

Pelaku bermasalah dari ke-125 (Seratus Duapuluh Lima) kasus korupsi yang terjadi di NTT ini sebanyak 514 (Lima Ratus Lima empat belas) orang. Dari 514 (Lima Ratus Lima empat belas) Pelaku bermasala/aktor ini terdapat 76 (Tujuh Puluh Enam) orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi. Para Pelaku bermasalah/Aktor dari 125 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR, terbanyak 191 orang mempunyai jabatan sebagai anggota DPRD. Selanjutnya PEJABAT PEMDA 91 orang, PELAKU SWASTA 55 orang, PIMPRO/BENPRO 18 orang, Pelaksanan Program PPK/Dana Bantuan Lainnya 13 orang, PANITIA TENDER 11 orang, GURU/PENGURUS SEKOLAH 9 orang, KONSULTAN PENGAWAS/PEMERIKSA PROYEK 8 orang, PEJABAT PDAM 8 orang, BUPATI/WALIKOTA 7 orang, CAMAT/KADES/LURAH 6 orang, Pelaksana PEMILU/PILKADA 5 orang, PEJABAT PERBANKAN 4 orang, WAKIL BUPATI/WAKIL WALIKOTA 3 orang, PENELITI 3 orang, PEJABAT RSUD 2 orang, PENGURUS PARPOL 2 orang, WARTAWAN 2 orang, PEJABAT BUMN 1 orang.

Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku bermasalah dalam tindak korupsi dapat diperincikan sebagai berikut: Pertama, Mark Up 30 (24%). Kedua, Manipulasi 27 (21,6%). Ketiga, Penggelapan 25 (20%). Keempat, Penyelewenagnn Anggaran 17 (13,6%). Kelima, Memperkaya Diri Sendiri/Orang Lain 13 (10,4%). Keenam, Pengerjaan Proyek Tidak Sesuai Bestek 10 (8%) Kasus. Ketujuh, Mark Down 3 (2,4%).

Jika dilahat dari usia kasus, kasus korupsi di NTT yang dipantau oleh PIAR NTT dapat dipilah menjadi 2 (Dua) kategori, yakni: Kasus Lama dan Kasus Baru. Kasus Lama adalah Kasus korupsi usaianya lebih dari 3 (Tiga) tahun atau kasus yang terjadi dari tahun 2000 S/D 2006). Sedangkan Kasus Baru ialah Kasus korupsi usaianya kurang dari 3 (Tiga) tahun atau kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2007 dan 2009. Dengan pengkategorian seperti ini, maka terdapat 97 (77,6%) kasus yang merupakan Kasus Lama dan Kasus Baru sebanyak 28 (22,4%) kasus.

Hasil pantauan PIAR NTT menemukan bahwa Korupsi di NTT paling banyak ditemui pada bidang Pemerintahan yakni 55 (44%) kasus, Pengembangan Kecamatan 14 (11,2%) kasus, Air Bersih 7 (5,6%) kasus, kehutanan dan perkebunan 7 (5,6%) kasus, Perikanan dan Kelautan 6 (4,8%) kasus, Perhubungan dan Transportasi 5 (4%) kasus, Perumahan dan Pertanahan 3 (2,4%) kasus, Energi dan Listrik 2 (1,6%) kasus, Perbankan 2 (1,6%) kasus, Kesehatan 2 (1,6%) kasus, PEMILU/PILKADA 2 (1,6%) kasus, BUMN 1 (0,8%) kasus, Komunikasi dan Informasi 1 (0,8%) kasus, Lain-lain 2 (1,6%) kasus.

Korupsi di NTT Juga terbanyak terjadi di sektor Pengadaan barang dan Jasa dengan jumlah sebanyak 58 (46,4%) kasus. Selanjutnya, sektor APBD 43 (34,4%) kasus, Sektor Dana Bantuan 20 (16%) kasus, Sektor Perbankan 2 (1,6%) kasus, sektor PEMILU/PILKADA 2 (1,6%) kasus.

CATATAN PENUTUP
Berkaiatan dengan fakta bahwa korupsi di NTT terbanyak terjadi disektor pengadaan barang dan jasa, maka ada beberapa gagasan yang dapat dilakukan dalam rangka pemberantasnya, yakni:
1. MEMBENAHI KEMBALI SISTEM HUKUM PENGADAAN BARANG DAN JASA.
Pengadaan barang dan jasa selama ini hanya diatur dalam KEPPRES. Didalam KEPPRES kesalahan prosedur pengadaan barang dan jasa belum atau tidak digolongkan sebagai tindak korupsi, sebelum atau asal tidak ada kerugian keuangan negara. Karenanya dalam rangka pemberantasan korupsi, sudah seharusnya pengadaan barang dan jasa diatur dengan Undang-Undang. Jika diatur dengan Undang-Undang, pelanggaran prosedur dan tidak ada kehati-hatian untuk memastikan kepatuhan hukum pada pelaksana proyek (Panitia Lelang, Pimpro, Benpro), Pengguna anggaran di daerah (Gubernur, Bupati/Walikota, Kepala Dinas/Badan/Kantor) dapat dipidana sebagi melangggar ketentuan Undang-Undang Pengadaan barang dan jasa serta dapat dituduh melanggar Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2. REFORMASI KEPANITIAAN TENDER .
Sistem Pengadaan barang dan jasa yang ada telah menempatkan aparatur pemerintah (Pimpro/panitia pengadaan) hanya sebatas peran manajerial. Hal ini sesuai dengan alasan utama dilakukannya tender, yakni: Keterbatasan akan keahlian dan ketrampilan specifik (Expert Skills) dari pegawai pemerintah. Untuk itu, kedepan harus dipikirkan untuk dibuat aturan yang mengharuskan pihak diluar pegawai pemerintah (Orang-orang yang berkualitas dan berkompeten) untuk dapat menjadi panitia tender.
3. PENGAWASAN OLEH MASYARAKAT.
Dalam KEPPRES mengatur bahwa unit pengawasan intern akan menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat berkaitan dengan penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, namun tidak diatur mekanisme bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam pengawasan. Bagaimana masyarakat bisa mengetahui danya penyimpangan dalam pengadaaan barang dan jasa kalau masyarakat tidak di beri akses untuk mengawasi jalannya proses pengadaan. Harus mulai dipikirkan mekanisme pengawasan barang dan jasa: Pertama, Siapa yang boleh mengawasi? Apakah semua orang, asosiasi profesi atau asosiasi engusaha, atau siapa? Kedua, Mekanismenya seperti apa? Yang dapat menjamin bahwa proses pengadaan barang dan jasa dapat transparan bagi semua orang? Ketiga, Kalau pengumuman lelang ditampilkan dalam media massa, mengapa hasil dan proses pelelangan juga tidak ditaampilkan di media Massa..???
4. PERBAIKI KINERJA APARAT PENEGAK HUKUM.
Tingginya tingkat korupsi di NTT tidak terlepas dari lemahnya proses penegakan hukum. Kelemahan ini baik secara sadar maupun tidak sadar, sering menjadi celah bagi para koruptor lepas bahkan bebas dari jeratan hukum. Lemahnya kinerja aparat hukum di daerah ini, juga telah membuat banyak kasus korupsi mengendap dan bahkan Berulang Tahun di tingkat penyidikan (NB: Baik yang dilakukan oleh pihak Kepolisian maupun Kejaksaan). Buktinya, dari 125 (Seratus Duapuluh Lima) kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT dan jaringannya, terdapat 97 (77,6%) kasus merupakan kasus lama atau kasus korupsi usaianya lebih dari 3 (Tiga) tahun. Sementara kinerja hakim di NTT berkaiatan dengan kasus korupsi belum juga juga menunjukan hasil yang maksimal karena masih ada pelaku bermasalah/aktor dari tindak korupsi di NTT yang divonis bebas. Untuk itu, dalam rangka memperbaiki/meningkatkan kinerja aparat penegak hukum (Kepolisian dan Kejaksaan) sudah seharusnya kedepan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga “SUPER BODY”, jangan hanya sibuk menangani kasus korupsi yang ada di tingkat pusat dan kasus korupsi yang nilai kerugian Negara di atas satu milyar rupiah, tetapi juga harus melakukan pendidikan anti korupsi kepada Aparat Penegak hukum didaerah, melaksanakan tugas supervisi ke daerah-daerah termasuk NTT sekaligus mengambil alih kasus sebagimana amanat pasal 9 UU No. 30 tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Kupang, 4 Januari 2010
Salam Anti Korupsi,


( Ir. Sarah Lery Mboeik )
Direktur PIAR NTT



TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...