Jumat, 27 Desember 2013

Memaknai Natal

YESUS KRISTUS LAHIR..!!!
Oleh. Paul SinlaEloE



Setiap tanggal 25 Desember, umat Kristiani di seluruh dunia secara iman merayakan Natal. Bagi orang kristen, natal merupakan kesukacitaan karena lahirnya Yesus Kristus Sang Juru Selamat, yang akan membebaskan manusia dari dosa. Karenanya, perayaan untuk memaknai Natal selalu dilakukan dengan berbagai aktifitas. Mulai dari ibadah pohon terang, tukaran kado natal, kegiatan diakonia karitatif, sampai dengan kunjungan rumah untuk saling memaafkan. Moment perayaan untuk memaknai Natal, juga sering dipakai untuk melobby jabatan dan atau proyek serta konsolidasi politik untuk Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah. Bahkan perayaan Natal juga sudah di jadikan lahan bisnis yang bersifat musiman.

Dengan aktifitas perayaan Natal yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila hampir setiap rumah tangga Kristen pasti mempunyai pengeluaran ekstra dalam menyambut Natal. Banyak orang Kristen yang cenderung mempersiapkan atribut Natal, simbol Natal dan hidangan Natal, agar Natal kelihatan fenomenal dan gegap gempita. Seolah Natal sudah identik dengan pesta, kado dan kemeriahan. Hal ini dapat dimaklumi karena perayaan Natal dimaknai hanya untuk memeriahkan hari Natal atau hari kelahiran Yesus Kristus. Natal sudah menjadi sebuah musim dan bukannya moment. Dampaknya, banyak orang kristen yang setelah merayakan Natal tetap saja tidak memiliki keyakinan akan kehidupan yang kekal.

Dalam Alkitab telah tertulis dengan jelas arti penting dari Natal atau kelahiran Yesus Kristus, yakni: “Karena Allah sedemikian mengasihi isi dunia ini, sehingga Ia telah memberikan AnakNya yang Tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yohanes, 3:16). Keselamatan dan hidup kekal, sesungguhnya merupakan anugerah yang sangat berharga yang tidak mungkin dapat dibeli dengan uang atau dicapai dengan kemampuan manusia. Hidup kekal tersebut, juga tidak dapat diberikan oleh agama dan keyakinan apapun, selain dari Allah melalui Yesus Kristus.

Yesus Kristus pernah berkata, “Ia telah mengurapi Aku untuk menyampaikan kabar baik bagi orang-orang miskin dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebasakan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang” (Lukas 4:18-19). Untuk itu, Natal seharusnya dimaknai sebagai moment. Moment untuk menyampaikan SYALOM ALLAH dan SALAM PEMBEBASAN bagi semua orang termasuk orang miskin, kelompok marginal tanpa membedakan Agama, Suku dan Ras.

Sejalan dengan itu, dalam Lukas 2: 11, juga diwartakan bahwa, “Hari ini telah lahir bagimu Juru Selamat, yaitu Kristus, Tuhan di Kota Daud.” Jika kabar baik ini direnungkan, maka siapakah orang-orang yang mendapatkan kehormatan untuk melihat malaikat-malaikat dan mendengar nyanyian mereka pada saat Yesus Kristus lahir? Mereka adalah bukan orang-orang yang berpendidikan, bukan juga orang-orang yang kaya raya. Tidak ada orang-orang seperti Raja Herodes, para Imam Besar atau mereka yang mengaku sebagai Ahli Taurat. Tetapi, Allah memilih para gembala yang nota bene adalah orang-orang yang berkekurangan.

Mengapa juga Allah memilih untuk Yeseus Kristus dilahirkan di kandang domba, Betlehem dan bukannya di istana Herodes…?? Apa makna dari semua itu..?? Kelahiran Kristus di kandang domba yang kumuh dan tidak punya apa-apa, merupakan wujud solidaritas dan kepedulianNya terhadap orang miskin, terbuang, termarginalkan, terpinggirkan dan yang dianggap sebagai sampah masyarakat. Peristiwa kelahiran Yesus Kristus di Betlehem, Kota Daud, yang jauh dari Yerusalem tempat dimana istana Herodes berada, seharunya dapat mengingatkan setiap orang percaya akan tugas dan panggilan sebagai diakonos untuk mengadakan perubahan karena perubahan tidak akan datang dari “istana” atau pusat kekuasaan.

Ada satu berita yang “tersimpan” untuk “istana” atau pusat kekuasaan pada saat kelahiran Yesus, dan baru diserukan menjelang Ia berkarya. Berita itu berbunyi: “bertobatlah sebab Kerajaan Allah sudah dekat”. Yohanes Pembaptislah yang menyerukan berita itu. Berita ini sebenarnya sudah mulai bergema pada saat kelahiran Yesus dan sangat menohok keangkuhan Herodes. Keangkuhannya itu, menyebabkan Herodes lupa diri dan mengeluarkan keputusan yang kejam. Membunuh anak-anak di seluruh negeri. Kelahiran Yesus sebenarnya merupakan ajakan bagi Herodes untuk melakukan refleksi atas kinerjanya dalam menjalankan roda pemerintahan, namun Herodes terlalu angkuh untuk itu. Herodes lebih suka memenjarakan diri dalam keangkuhan, walaupun pada akhirnya harus menerima kenyataan bahwa kalah dengan bayi Yesus. Herodes tidak berhasil membunuh bayi Yesus. Kelahiran Yesus sebenarnya secara tidak langsung “membunuh“ keangkuhan, kesombongan, keserakahan dan tirani Herodes.

Sejak lahir, Yesus tidak pernah melawan atau menghancurkan kesombongan dan keserakahan dari Herodes dengan “Kemahakuasaan“ atau “kehebatan-Nya”. Dengan kertidakberdayaan sebagai seorang bayi, Yesus melakukan pembaharuan atau menghancurkan kesombongan dan keserakahan dari Herodes, tidak dengan kekerasan melainkan dengan menyayangi dengan rasa memiliki, karena di sinilah tersimpan kekuatan kebenaran. Ketika dewasa, Yesus membahasakan hal ini dengan sebutan “kasih”.

Yesus lahir untuk menghadirkan pembaharuan bagi manusia. Setiap pribadi yang mengimaninya, diajak untuk melaklukan hal yang sama. Menghadirkan kasih yang menghancurkan kesombongan akan kekuasaan diri. Kesombongan dan kekuasaan, hampir selalu menyerupai keping mata uang dengan dua sisi. Secara dasariah, di dalam diri manusia senantiasa tersimpan keinginan untuk berkuasa. Dengan berkuasa, manusia bisa mengendalikan sesuatu menurut keinginannyan. Tentu hal ini sangat menyenangkan bagi manusia, sampai Friedrich Nietzsche (seorang pemikir Jerman) "berteriak" bahwa sesuatu yang tidak dapat dilupakan manusia adalah “keinginan untuk berkuasa”. Orang yang beriman kepada peristiwa kelahiran Yesus paling tidak dapat mengimbangi Nietzsche dengan berteriak bahwa sesuatu yang tidak boleh tidak atau harus ada di dalam diri manusia adalah “keinginan untuk mengasihi”. Kalaupun Yesus dikatakan memiliki kekuasaan, maka kekuasaan Yesus dipupuk dengan kasih dan pengorbanan diri, bukan dengan kesombongan dan keinginan untuk berkuasa.

Pada akhirnya, di moment Natal dan atau kelahiran Yesus Kristus ini, seharusnya setiap umat kristen tidak perlu sombong, serakah dan harus rendah diri sehingga dapat mempersiapkan hati untuk kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi, dan damai sejahtera di bumi di antara manusia. Karena “...Kerajaan Allah bukanlah soal asesoris, makanan dan minuman tetapi soal kebenaran, damai sejahtera dan sukacita oleh Roh Kudus” (Roma 14:17). HAPPY BIRTHDAY YESUS KRISTUS..!!! (Tulisan ini pernah dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 27 Desember 2013).





-------------------------------

Penulis: Aktivis PIAR NTT, juga Jemaat Gereja (GMIT) Ebenhaezer Tarus Barat.

TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...