Sabtu, 04 Desember 2010

Musrenbang Desa

MUSRENBANG DESA & PELAKSANAANNYA*)
Oleh. Paul SinlaEloE**)


A. CATATAN PENGANTAR
Desa adalah “Kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Itulah pengertian desa sebagaimana yang tertera dalam pasal 1 ayat (5) PP No. 72 Tahun 2005, tentang Desa. Dari Pemaknaan desa yang seperti ini, maka seharusnya desa memiliki kewenangan dan hak untuk mengurus wilayahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat yang hidup di wilayah desa bersangkutan.

Ironinya, fakta membuktikan bahwa sampai dengan saat ini kewenangan dan hak yang dimiliki desa untuk mengurus wilayahnya sesuai dengan aspirasi masyarakat yang hidup di wilayah desa bersangkutan sangat bersefat semu dan terdapat sejumlah permasaalah dalampelaksanaannya. Buktinya, aspirasi dan kebutuhan masyarakat desa yang sudah dirumuskan melalui musrenbang desa, tidak banyak yang diakomodir oleh para pengambil kebijakan pada level yang lebih tinggi dengan alasan keterbatasan anggaran dan atau usulan dari masyarakat desa tersebut bukan prioritas pembangunan pada level kabupaten.

Pada sisi yang lain, penyelenggaraan musrenbang desa seringkali belum mencerminkan semangat musyawarah yang bersifat partisipatif dan dialogis. Bahkan musrenbang desa sering kali menjadi forum yang tidak bersahabat bagi warga masyarakat, terutama kelompok miskin dan perempuan dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhannya. Beberapa penyebab dan kendala yang dapat diidentifikasi antara lain: tidak cakapnya fasilitator untuk memandu forum-forum perencanaan partisipatif dan inklusif, metodologi yang tidak sesuai, kurang kesediaan media bantu, dan kurangnya kapasitas lembaga penyelenggara.

Berpijak pada realita yang demikan dan sesuai dengan Sesuai dengan Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan ini kepada saya, maka pada kesempatan ini saya akan menyampaikan pemikiran mengenai Musrenbang Desa dan Pelaksanaannya dengan titik fokus pada pelaksana musrenbang desa. Agar diskusi ini lebih terfokus, maka dalam makalah ini diuraikan dengan sistematika sebagai berikut: Pertama, Catatan Pengantar. Kedua, Memahami Musrenbang Desa. Ketiga, Pelaksana Musrenbang Desa. Keempat, Catatan Penutup.

B. MEMAHAMI MUSRENBANG DESA
Pembangunan yang baik akan terselenggara apabila diawali dengan perencanaan yang baik pula, sehingga mampu dilaksanakan oleh seluruh pelaku pembangunan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu, maka proses perencanaan memerlukan keterlibatan masyarakat, diantaranya dengan melakukan musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang). Penyelenggaraan musrenbang meliputi tahap persiapan, diskusi dan perumusan prioritas program/kegiatan, formulasi kesepakatan musyawarah dan kegiatan pasca musrenbang. (Lihat Gambar).
Musyawarah Perencanaan Pembangunan atau Musrenbang sebagaimana dinyatakan dalam UU No. 25 Tahun 2004 adalah forum antar pelaku dalam menyusun dan merumuskan rencana pembangunan nasional dan daerah (termasuk desa). Perencanaan pembangunan menggunakan 4 (empat) pendekatan yaitu: Politik, Teknokratik, Partisipatif, Top-Down dan Bottom-Up. (Nb: Musrenbang merupakan arena penggabungan keempat pendekatan tersebut, dengan harapan, musrenbang bisa menghasilkan perencanaan pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat).

Dalam Pasal 1 ayat (11) Permendagri No. 66 Tahun 2007, Tentang Perencanaan Pembangunan Desa disebutkan bahwa: “Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa yang selanjutnya (MUSRENBANG DESA) adalah forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif para pemangku kepentingan desa (pihak berkepentingan untuk permasalahan desa dan pihak yang akan terkena dampak hasil musyawarah) menyepakati rencana kegiatan di desa 5 (lima) dan 1 (satu) tahunan”.

Musrenbang Desa pada dasarnya dilaksanakan dengan tujuan untuk: Pertama, Menyepakati prioritas kebutuhan dan kegiatan desa yang akan menjadi bahan penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Desa. Kedua, Menyepakati Tim Delegasi Desa yang akan memaparkan persoalan daerah yang ada di desanya pada forum musrenbang kecamatan untuk penyusunan program pemerintah daerah/SKPD tahun berikutnya.

Dalam pelaksanaan Musrenbang pada umumnya dan khususnya di Desa, ada sejumlah prinsib yang harus dipegang teguh oleh semua pihak yang terlibat. Prinsip-prinsip ini tidak boleh dilanggar agar Musrenbang Desa benar-benar menjadi forum musyawarah pengambilan keputusan bersama dalam rangka menyusun program kegiatan pembangunan desa. Prinsip-prinsip tersebut adalah: Prinsip Pertama, Kesetaraan. Peserta musyawarah adalah warga desa dengan hak yang setara untuk menyampaikan pendapat, berbicara, dan dihargai meskipun terjdi perbedaan pendapat. Sebaliknya, juga memiliki kewajiban yang setara untuk mendengarkan pandangan orang lain, menghargai perbedaan pendapat, dan juga menjunjung tinggi hasil keputusan bersama. Prinsip Kedua, Musyawarah Dialogis. Peserta Musrenbang Desa memiliki keberagaman tingkat pendidikan, latar belakang, kelompok usia, jenis kelamin, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Perbedaan dan berbagai sudut pandang tersebut diharapkan menghasilkan keputusan terbaik bagi kepentingan masyarakat banyak dan desa di atas kepentingan individu atau golongan.

Prinsip Ketiga, Anti Dominasi. Dalam musyawarah, tidak boleh ada individu/kelompok yang mendominasi sehingga keputusan-keputusan yang dibuat tidak lagi melalui proses musyawarah semua komponen masyarakat secara seimbang. Prinsip Keempat, Keberpihakan. Dalam proses musyawarah, dilakukan upaya untuk mendorong individu dan kelompok yang paling ’diam’ untuk menyampaikan aspirasi dan pendapatnya, terutama kelompok miskin, perempuan dan generasi muda.

Prinsip Kelima, Anti Diskriminasi. Semua warga desa memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam menjadi peserta musrenbang. Kelompok marjinal dan perempuan, juga punya hak untuk menyatakan pendapat dan pikirannya dan tidak boleh dibedakan. Prinsip Keenam, Pembangunan Desa Secara Holistik. Musrenbang Desa dimaksudkan untuk menyusun rencana pembangunan desa, bukan rencana kegiatan kelompok atau sektor tertentu saja. Musrenbang Desa dilakukan sebagai upaya mendorong kemajuan dan meningkatkan kesejahteraan desa secara utuh dan menyeluruh sehingga tidak boleh muncul egosektor dan egowilayah dalam menentukan prioritas kegiatan pembangunan desa.

C. PELAKSANA MUSRENBANG DESA
Pelaksanaan musrenbang merupakan salah satu tugas pemerintah desa untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan. Dalam melaksanakan tugasnya ini, idealnya Pemerintah Desa harus membentuk suatu tim yang akan bekerja menyusun dan melaksanakan perencanaan pembangunan desa.

Dalam menyusun dan melaksanakan perencanaan pembangunan desa, PP No. 72 Tahun 2005, tentang Desa, membolehkan Pemerintah Desa untuk membentuk Lembaga Kemasyarakatan (LKM) atau Lembaga Pengembangan Masyarakat (LPM) yang salah satu tugas/fungsinya adalah membantu sebagai penyusun rencana, pelaksana dan pengelola pembangunan serta pemanfaat, pelestarian dan pengembangan hasil-hasil pembangunan secara partisipatif. (Lihat Penelasan, I Umum, PP No. 72 Tahun 2005, tentang Desa). Karena itu, biasanya beberapa Kepala Desa sering menunjuk Ketua LKM/LPM untuk menjadi Ketua Tim Pelaksana Musrenbang Desa. Walaupun demikian, Kepala desa tetap berperan menjadi penanggung jawab dari keseluruhan pelaksanaan musrenbang di desanya (Pasal 14 ayat (1) PP No. 72 Tahun 2005).

Peran/tugas Tim Pelaksana Musrenbang Desa, dapat dikelompokan dalam 2 (dua), yaitu Menyusun/Mendesain Proses dan Merumuskan Hasil. Peran/tugas dari Tim Pelaksana Musrenbang Desa dalam Menyusun/mendesain proses adalah: Pertama, Membuat uraian tugas dan peran dari tim pelaksana dan menyusun jadwal keseluruhan proses persiapan, pelaksanaan, dan paska musrenbang. Kedua, Membentuk tim pemandu (Siapa, Peran dan Tugas). Ketiga, Menyepakati tatacara menentukan dan mengundang peserta. Keempat, Mengelola anggaran penyelenggaraan musrenbang secara terbuka, efektif, dan efisien. Kelima, Mengorganisir seluruh proses Musrenbang Desa, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan paska-pelaksanaan sampai selesai tersusunnya RKP-Desa untuk Musrenbang Desa dan APB-Desa. Keenam, Menyusun daftar cek-list dan mengkoordinir persiapan peralatan, bahan (Materi), tempat, alat dan bahan yang diperlukan. Ketujuh, Menyusun jadwal dan agenda pelaksanaan Musrenbang Desa. Kedelapan, Memastikan bahwa narasumber memberikan masukan yang dibutuhkan (relevan) untuk melakukan musyawarah perencanaan desa. Mengorganisir seluruh proses Musrenbang Desa, mulai dari tahap persiapan, pelaksanaan, dan paska-pelaksanaan sampai selesai tersusunnya RKP-Desa untuk Musrenbang Desa dan APB-Desa.

Sedangkan Peran/tugas dari Tim Pelaksana Musrenbang Desa dalam bidang perumusan diantaranya: Pertama, Merekap data/informasi hasil kajian desa (per-dusun/RW atau per-sektor). Kedua, Membuat Rancangan Awal Rencana Kerja Pembangunan Desa (RKP-Desa). Ketiga, Merumuskan Dokumen RPJM-Desa. Keempat, merekap Hasil evaluasi RKP-Desa tahun sebelumnya. Kelima, Membuat Rancangan awal RKP-Desa tahun yang sedang berjalan. Keenam, Merumuskan draft Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes). Ketujuh, Merumuskan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).

Bertolak dari pentingnya peran/tugas tim pelaksana Musrenbang Desa dalam proses musrenbang, maka idealnya: Pertama, Rekruitmen anggota tim pelaksana musrenbang harus dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip Tata Kelola Pemerintahan yang Demokratis. Kedua, Ada beberapa kriteria yang harus diperhatikan, yakni: (a). Berkaitan dengan Nalar. Berwawasan luas, memahami situasi dan budaya setempat, sensitive gender, memahami kondisi forum, sadar resiko, kemampuan analisis, menguasai metodologi. (b). Berkaitan dengan Sikap/Sifat. Rendah hati, tidak bersifat apriori, tidak menggurui, netral dalam memediasi, tidak membuat jarak, tenang (Berpikir jernih dan tidak emosional).

D. CATATAN PENUTUP
Demikianlah sumbangan pemikiran saya, mengenai Musrenbang Desa dan Pelaksanaannya, kiranya bermanfaat dan mampu mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.

-----------------------------------------------------------------------
Catatan Kaki:


*) Makalah ini di Presentasikan dalam Semiloka: ”PERENCANAAN dan PENGANGGARAN PARTISIPATIF – Gender Sosial Inklusif (GSI), yang dilaksanakan atas kerjasama PIAR NTT dan ACCESS dengan didukung oleh AUSAID-ANTARA, di Aula Gereja Talitakumi, Desa Sillu, Kec.Fatuleu, Kab. Kupang, anggal 2 - 3 Desember 2010.
**) Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT.



DAFTAR BACAAN
  1. Paul SinlaEloE, Korupsi dalam Pengelolaan Anggaran Publik, Makalah disampaikan dalam Diskusi Terbatas: “ANGGARAN PUBLIK SUMBER KORUPSI...?”, yang dilaksanakan oleh Yayasan PANTAU bekerjasama dengan Harian Flores Pos & Perhimpunan Wartawan Flores, di Aula Bung Karno Penerbit Nusa Indah – Ende/Flores, pada tanggal 17 Mei 2008.
  2. Paul SinlaEloE, Korupsi dalam Pengelolaan APBD, Artikel, Harian Umum TIMOR EXPRESS, pada tanggal 10 Juli 2009.
  3. Rianingsih Djohani, Panduan Penyelenggaraan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa, Penerbit Forum Pengembangan Partisipasi Masyarakat (FPPM), Bandung, 2008.
  4. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005, tentang Desa.
  5. Permendagri No. 66 Tahun 2007, Tentang Perencanaan Pembangunan Desa.
  6. UU No. 17 Tahun 2003, tentang Keuangan Negara.
  7. UU No. 25 Tahun 2004, tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
  8. UU No. 32 Tahun 2004, tentang Pemerintah Daerah.
  9. UU No. 33 Tahun 2004, tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...