Jumat, 30 Januari 2015

Kejahatan Terhadap Kepentingan Publik

KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN PUBLIK
Oleh. Paul SinlaEloE


Pembangunan atau yang disebut dengan istilah apapun, semestinya diarahkan pada penciptaan kesejahteraan warganya. Itu berarti, tujuan utama pembangunan adalah kesejahteraan manusia (Human Welfare). Pada konteks Nusa Tenggara Timur (NTT), pembangunan untuk mensejahterakan warga belum dapat terwujud. Ketidakseriuasan para pengambil kebijakan di NTT dalam mewujudkan pembangunan yang mensejahtrakan, merupakan alasn utama persoalan kemiskinan di NTT masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Karenanya, tidaklah mengherankan apabila NTT sering diplesetkan menjadi Nusa Tetap Termiskin.

Secara statistik, jumlah orang miskin di NTT semakin parah dari tahun ketahun. Data kehidupan bernegara di NTT sebagaimana yang dipublish Badan Pusat Statistik, menunjukan bahwa penduduk miskin provinsi NTT pada Maret 2010 mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Maret 2009. Pada tahun 2009 penduduk miskin di NTT sebanyak 1.013.200 orang (23,31%). Sedangkan pada tahun 2010, jumlah penduduk miskin di NTT bertambah menjadi 1.014.100 orang (23,03%). Pada tahun 2011, Secara absolut (Secara absolut artinya, secara kedalaman dan keparahan), angka kemiskinan di NTT naik dari 986.500 jiwa pada September 2011 menjadi 1.029.000 jiwa per september 2012.

Pada September 2013, Persentase penduduk miskin di NTT sebesar 20,24% turun sebesar 0,17% dari 20,41% pada September 2012. Walaupun turun, tetapi secara absolut naik sebesar 8,86 ribu orang dari 1.000,29 ribu orang menjadi 1.009,15 orang pada periode yang sama. Berdasarkan daerah tempat tinggal, selama periode September 2012-September 2013, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan mengalami penurunan sebesar 2,11% sementara daerah perdesaan mengalami peningkatan sebesar 0,28 %. Garis Kemiskinan naik sebesar 12,84%, yaitu dari Rp. 222.507,- per kapita per bulan pada September 2012 menjadi Rp. 251.080,- per kapita per bulan pada September 2013.

Statistik kemiskinan di NTT ini, berbanding lurus dengan maraknya korupsi yang terjadi pada sektor pelayanan publik. Data PIAR NTT menunjukan bahwa: PERTAMA, Tahun 2012, terdapat 135 kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp.449.851.831.680,00 dengan Pelaku bermasalah dari ke-135 kasus korupsi adalah sebanyak 470 orang dan 39 orang diantaranya melakuakan pengulangan tindak korupsi. KEDUA, Tahun 2013, terdapat 146 kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp.326.712.695.340,00 dengan Pelaku bermasalah dari ke-146 kasus korupsi adalah sebanyak 477 orang dan 36 orang diantaranya melakuakan pengulangan tindak korupsi.

Maraknya korupsi di NTT yang terjadi pada sektor pelayanan publik dan buruknya pelayanan publik, membenarkan bahwa antara kualitas pelayanan publik dengan praktik korupsi memiliki hubungan kausalitas. Artinya, semakin marak praktik korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik, maka akan semakin buruk kualitas pelayanan publik. Demikian juga sebaliknya, semakin buruk kualitas pelayanan publik, akan semakin besar kemungkinan terjadinya korupsi.

Bukti lain dari ketidakseriusan pengambil kebijakan di NTT dalam mensejahtrakan warganya, bisa dilihat dari data Kementerian Kesehatan tahun 2014 yang menempatkan Prov. NTT sebagai JUARA KURANG GIZI di Indonesia dengan penderita kurang gizi sebanyak 22.561 orang, gizi buruk tanpa gejala klinis mencapai 3.130 orang, dan gizi buruk dengan gejala klinis mencapai 13 orang. Data kementrian kesehatan ini mempertegas data lembaga internasional, Australian Aid, yang sempat dipolemikan oleh para petinggi di NTT karena mempublikasikan bahwa pada tahun 2012 di NTT, setiap hari terdapat tiga balita yang meninggal dunia karena kekurangan asupan gizi, atau sebanyak 791 balita yang meninggal pada tahun 2012.

Lucunya, solusi pada tahun 2015 yang diambil oleh para petinggi di NTT untuk mengatasi berbagai persoalan rakyat ini adalah dengan mengalokasikan anggaran guna membiayai perjalanan dinas untuk 17 Dinas, 14 Badan, 4 Kantor, 9 Biro, 3 Sekretariat, plus Pol PP, dan RSUD WZ Johannes Kupang, menembus angka fantastis, yaitu Rp.248.994.707.040. Lebih lucunya lagi anggaran JALAN-JALAN DINAS dari para anggota DPRD NTT, dialokasikan paling banyak dengan jumlah Rp.36.361.012.000. Solusi ini dibilang lucu karena anggran untuk jalan-jalan dinas dari para pengambil kebijakan dalam APBD NTT TA. 2015, tidak sebanding dengan anggran untuk mengatasi masalah gizi yang hanya sejumlah Rp.675 juta.

Pengelolaan dan pemanfaatan anggaran publik oleh para pengambil kebijakan di NTT secara tidak manusiawi dan tidak bermartabat ini, dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kepentingan publik. Sebagai sebuah terminologi, kejahatan terhadap kepentingan publik (crimes against public interest) tidak popular dalam literatur hukum pidana di Indonesia. Kejahatan terhadap kepentingan publik juga tidak dikenal sebagai satu kategori dari jenis kejahatan dalam hukum pidana nasional.

Menurut Munir Fuady (2004:21) kejahatan terhadap kepentingan publik dapat dimengerti sebagai tindakan melawan hukum yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan menyerang martabat publik secara luas. Kejahatan terhadap kepentingan publik memiliki watak sebagai bidang hukum yang fungsional dan mempunyai beragam karakter (G. Faure, J.C. Oudick, dan Schaffmester, 1994:9). Konsekuensinya selain terdapat dimensi penegakan hukum melalui pendayagunaan hukum pidana, tetapi juga dilaksanakan melalui sarana kebijakan negara lainnya, seperti hukum administrasi dan mekanisme spesifik sektoral lainnya, termasuk penyelesaian sengketa secara perdata.

Karakteristik kejahatan terhadap kepentingan publik secara spesifik dapat dilihat dari sifat dan pelaku tindak kejahatannya. Syahrial  M. Wiryawan (2005:3), berpendapat bahwa dari sisi sifat kejahatannya, daya rusak kejahatan terhadap kepentingan publik biasanya memiliki efek yang luas dan besar. Aspek ini mencakup segi kualitas kejahatannya yang menggunakan modus operandi yang kompleks maupun dengan memanfaatkan kelemahan-kelemahan otoritas hukum, politik, ekonomi, dan profesi. Kerugian-kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan ini secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kerugian yang sifatnya individual maupun yang bersifat massif dan kejahatan yang mengakibatkan kerugian Negara (Syahrial  M. Wiryawan, 2005:3).

Sementara itu dari aspek pelakunya, kejahatan terhadap kepentingan publik dilakukan oleh setiap orang atau kelompok yang memiliki kekuasaan politik, ekonomi serta akses terhadap teknologi atau pengetahuan tertentu (Syahrial  M. Wiryawan, 2005:3). Tindak kejahatan yang berhimpitan dengan kekuasaan politik biasanya dilakukan oleh pejabat-pejabat publik (crimes commited by public officers).

Pada akhirnya, pengembangan pemikiran terkait kejahatan terhadap kepentingan publik terutama disektor pengelolaan anggaran publik adalah sesuatu yang mutlak diperlukan. Teori, konsep dan peraturan khusus terkait kejahatan terhadap kepentingan publik juga wajib dibuat untuk menguatkan sistem hukum pidana yang melindungi masyarakat dari berbagai kejahatan yang memiliki modus operandi yang kompleks dan canggih dan dilakukan oleh mereka yang memiliki kedudukan atau status sosial yang tinggi. LAWAN KEJAHATAN TERHADAP KEPENTINGAN PUBLIK DALAM PENGELOLAAN ANGGARAN PUBLIK…!!



---------------------------------
Penulis: Koord. Div. Anti Korupsi PIAR NTT
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...