CATATAN ATAS KONSEP AWAL NASKAH AKADEMIK dan
DRAFT RUU TENTANG PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR1)
Oleh: Paul SinlaEloE2)
A. Catatan Pengantar
- Sesuai dengan Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan, maka pada kesempatan ini kami diminta untuk memberikan catatan berupa masukan dan/atau tanggapan terhadap Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan titik berat pada aspek Masyarakat Hukum Adat.
- Membahas Konsep Awal Naskah Akademik, idealnya harus dikaji tentang Judul; Kata Pengantar; Daftar Isi; BAB I Pendahuluan; Bab II Kajian Teoritis dan Praktik Empiris; Bab III Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundang-undangan Terkait; Bab IV Landasan Filosofis, Sosiologis dan Yuridis; Bab V Jangkauan, Arah Pengaturan dan Ruang Lingkup Materi Muatan Undang-Undang atau Peraturan Daerah; Bab VI Penutup; Daftar Pustaka; Lampiran Rancangan Peraturan Perundang-undangan3). Hal ini adalah penting karena Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2019, Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan adalah hasil penelitian atau pengkajian hukum dan hasil penelitian lainnya terhadap suatu masalah tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah mengenai pengaturan masalah tersebut dalam suatu Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, atau Rancangan Peraturan Daerah KabupatenlKota sebagai solusi terhadap permasalahan dan kebutuhan hukum masyarakat.
- Aspek penting yang harus dikaji untuk menilai suatu Draft Rancangan Undang-Undang adalah PERTAMA, materi muatan; KEDUA, norma dan bahasa hukum; KETIGA, sistematika; dan KEEMPAT, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.
- Pada pointers ini, saya tidak membahas secara utuh dan menyeluruh tentang Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, namun saya hanya akan membahas sekilas tentang Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, tanpa menghilangkan ataupun mengabaikan aspek substansi dalam menilai suatu naskah akademik maupun Draft Rancangan Undang-Undang.
B.
Catatan tentang Masyarakat Hukum Adat4)
- Dalam Draft RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, Masyarakat Hukum Adat diatur khusus pada bagian empat dari Bab III tentang Karakteristik Provinsi Nusa Tenggara Timur5).
- Masyarakat Hukum Adat berdasarkan Pasal 1 angka 1 RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, diartikan sebagai sekelompok warga negara Indonesia yang hidup secara turun-temurun dalam bentuk kesatuan ikatan asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal di wilayah geografis tertentu, identitas budaya, hukum adat yang masih ditaati, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya, dan hukum6).
- Pasal 16 ayat (1) RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, ditegaskan bahwa Negara mengakui Masyarakat Hukum Adat yang masih hidup dan berkembang di Provinsi Nusa Tenggara Timur sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia7).
- Pada draft RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, ditemukan istilah “Penduduk Asli” yang terdapat dalam Pasal 12 ayat (1) dan Ayat (2). Namun, istilah “Penduduk Asli” dalam RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, tidak didefinisikan. Konsekuensinya, istilah “Penduduk Asli” dalam RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, pada implementasinya akan menjadi multi tafsir8).
- Bagian Ketiga dari Bab II diatur tentang Desa Adat dan Majelis Adat yang secara tersirat substansinya adalah bertujuan untuk menyeragamkan model desa adat dan Model dan Struktur Desa Adat9).
- Pasal 11 RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur menegaskan bahwa Karakteristik suku bangsa dan kultural sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf c yang sebagian besar antara lain suku Helong, Dawan, Tetun, Kemak, Marae, Rote, Sabu, Sumba, Manggarai Riung, Ngada, Lio, Krowe Muhang, Lamaholot, Kedang, Labala, Alor Pantar, Bajo, dan Jawa yang secara umum memiliki karakter religius sekaligus menjunjung tinggi adat istiadat10).
- Provinsi Nusa Tenggara Timur Pernah memiliki Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penegasan Hak Atas Tanah beserta perubahannya yang diatur dalam Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 17 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Pasal 4 Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pelaksanaan Penegasan Hak Atas Tanah. Peraturan Daerah yang mengabaiakan dan menghilangkan hak Masyarakat Adat atas Tanah ini telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku melalui Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 16 Tahun 2018, sejak tanggal 27 Desember 201811).
C.
Catatan Penutup
- Demikianlah pokok-pokok pikiran berkaitan masukan dan/atau tanggapan terhadap Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur dengan titik berat pada aspek Masyarakat Hukum Adat, kiranya bermanfaat dan dapat mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.
Tarus Raya, 23 Maret
2021
Footnotes:
1) Pointers
ini merupakan masukan/tanggapan PIAR NTT terhadap Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan
Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, dalam Focus Group Discussion (FGD), Thema: “Penyusunan Naskah Akademik dan Rancangan
Undang-Undang Tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur Untuk Peningkatan
Pembangunan Dan Kesejahteraan Masyarakat”, yang
dilaksanakan oleh Tim Kerja Penyususnan Konsep Awal Naskah Akademik dan Draft Rancangan Undang-Undang Tentang
Provinsi Nusa Tenggara Timur, di ruang rapat asisten Sekda Provinsi Nusa
Tenggara Timur, Lt.2, Kantor Gubernur Nusa Tenggara TimurHotel Sasando, Kupang,
pada tanggal 24 Maret 2021.
2) Aktivis Perkumpulan Pengembangan Inisiatif
dan Advokasi Rakyat (PIAR NTT)
3) Paul
SinlaEloE, Memahami Naskah Akademik,
Tulisan/Makalah ini pernah dipublikasikan dalam https://paulsinlaeloe.blogspot.com/2015/11/memahami-naskah-akademik.html,
pada tanggal 03 November 2015.
4) Saat ini RUU tentang
Masyarakat Hukum Adat dan/atau Masyarakat Adat sudah masuk dalam prolegnas untuk
dibahas dan akan segera Disahkan menjadi Undang-Undang. Seharusnya Masyarakat Hukum
Adat dan Masyarakat Adat di atur dengan Undang-Undang Tersendiri dan tidak perlu
diatur khusus dalam Undang-Undang terkait Provinsi Nusa Tenggara Timur.
5) Sistematika dari dari Bab III tentang
Karakteristik
Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah Bagian Kesatu, Umum; Bagian Kedua tentang Desa Adat dan Majelis
Adat; Bagian Ketiga mengatur tentang Taman Nasional Komodo; dan pada Bagian
Keempat diatur tentang Masyarakat Hukum Adat. Sistematika ini idealnya Masyarakat
Adat diatur pada Bagian Kedua, sehingga Bagian Kedua tentang Desa Adat dan
Majelis Adat dirubah menjadi Bagian Ketiga. Sedangakan, bagian Ketiga dari Bab
III yang mengatur tentang Taman Nasional Komodo apakah harus diatur dalam RUU
tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur?
6) Kalau dicermati
dengan cerdas tentang pengertian Masayarakat Hukum Adat yang terdapat dalam Pasal 1 angka 1
RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur, maka akan ditemukan cara pandang yang
menyatukan antara Masyarakat adat dan Masyarakat Hukum Adat. Sebagai subjek
hukum, seharusnya, Masyarakat Adat dan Masyarakat Hukum Adat dapat dibedakan
karakteristiknya. Karakteristik masyarakat adat dapat diuraikan dalam
unsur-unsur sebagai berikut: PERTAMA, Adanya kesatuan genealogis dan/atau
teritoris masyarakat tradisional tertentu; KEDUA, Adanya wilayah dan batas
wilayah tersebut; KETIGA, Adanya lembaga dan perangkat pemerintahan tradisonal
pada masyarakat tersebut, dan; KEEMPAT, Adanya norma yang mengatur tata hidup
masyarakat tersebut. Sedangkan karakteristik masyarakat hukum adat mencakup
unsur-unsur yang dimiliki masyarakat adat di atas dan unsur tambahan yaitu:
PERTAMA, Adanya hukum tradisional yang berlaku; dan KEDUA, Adanya lembaga dan
perangkat hukum yang menegakan peraturan hukum tersebut. Berdasarkan
karakteristik dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Hukum Adat, maka dapat
ditarik suatu titik simpul bahwa Masyarakat Adat lebih luas dari pada
Masyarakat Hukum Adat. Artinya, Masyarakat Hukum Adat adalah bagian dari keseluruhan
Masyarakat Adat, namun tidak semua Masyarakat Adat adalah Masyarakat Hukum
Adat. Karena untuk menjadi Masyarakat Hukum Adat, suatu Masyarakat Adat
haruslah memenuhi 2 (dua) kriteria
tambahan yaitu memiliki hukum adat yang masih berlaku dan memiliki parangkat
untuk menegakan hukum tersebut. Pertanyaannya adalah mengapa dalam Draft Naskah
Akademik tentang RUU Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya pada halaman 46 s/d
49 dibahas khusus tentang Masyarakat Adat, namun dalam RUU tentang Provinsi
Nusa Tenggara Timur yang diatur adalah Masyarakat Hukum Adat sebagaimana yang
terdapat dalam Pasal 16? Subjek hukum antara Masyarakat Adat dan Masyarakat
Hukum Adat adalah berbeda, maka apakah perlu diatur juga dalam RUU tentang
Provinsi Nusa Tenggara Timur tentang Masyarakat Adat?
7) Mengingat
bahwa Masyarakat Hukum Adat sudah ada sebelum Negara Indonesia ada, maka
seharusnya Masyarakat Hukum Adat dan/atau Masyarakat Adat lah yang mengakui
Negara dan bukan sebaliknya Negara yang mengakui Masyarakat Hukum Adat dan/atau
Masyarakat Adat. Karena, tanpa negara ataupun tanpa pengakuan dari negara Masyarakat Adat dan/atau Masyarakat Hukum Adat akan tetap eksis. Begitupun sebaliknya kalau tanpa pengakuan dari Masyarakat Adat dan/atau Masyarakat Hukum Adat, maka negara Indonesia bisa bubar. Artinya, Pasal 16 ayat (1) RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara
Timur seharusnya dirumuskan bahwa “Negara Menjamin (Melindungi dan Menghormati)
dan Negara Memenuhi (Ketersediaan, Keterjangkauan, Keberterimaan dan Kebersesuaian)
hak Masyarakat Hukum Adat untuk hidup dan berkembang” dan bukannya “Negara
mengakui Masyarakat Hukum Adat yang masih hidup dan berkembang”.
8) Pada halaman 43 Naskah Akademik dari RUU
tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur khususnya poin e, disebutkan bahwa “Penduduk asli di Provinsi NTT adalah
salah satu rumpun dari ras Melanesia yang merupakan bagian dari suku-suku
bangsa di Indonesia, yang memiliki keragaman kebudayaan, sejarah, adat
istiadat, dan bahasa sendiri”. Pemahaman tentang Penduduk asli di Provinsi Nusa
Tenggara Timur yang seperti ini, sangat mengabaikan aspek keberagaman Ras di
Nusa Tenggara Timur. Di Nusa Tenggara Timur, terdapat Ras lain selain Ras
Malenesia. Di Nusa Tenggara Timur, Ras Malenelisa hanya terdapat atau tersebar di 12 Kabupaten dari 22 kabupaten/kota di
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Ke-12 Kabupaten tersebut adalah, Kabupaten Malaka,
Belu, Timor Tengah Selatan, Timor Tengah Utara, Kabupaten Kupang, Flores Timur,
Lembata, Sikka, Alor, Ngada, dan Kabupaten Ende.
9) Nusa Tenggara Timur adalah Provinsi yang dibentuk oleh para pendiri dengan tujuan untuk menjadi contoh keberagaman di Indonesia. Bahkan, Presiden Ke-3 Indonesia, Gus Dur dalam kunjungannya ke Kupang pada Tahun 1999, pernah mengatakan bahwa walaupun Nusa Tenggara Timur itu sangat beragam dari segala aspek, namun Nusa Tenggara Timur itiu bukan berbeda-beda tapi tetap satu, melainkan satu dalam perbedaan. Pertanyaannya adalah apakah model desa adat harus diseragamkan? Apakah harus ada Majelis Adat dalam setiap struktur adat di Nusa Tenggara Timur pada hal di Nusa Tenggara Timur terdapat begitu banyak suku dengan struktur adatnya masing-masing dan gaya pemerintahannyapun berbeda antara satu suku dengan suku yang lain? Apalagi yang namanya wilayah adat, secara yuridis tidak tunduk pada batas Wilayah Adsminstrasi Negara.
10) Ditinjau dari aspek materi muatan serta aspek norma dan bahsa hukum, maka rumusan Pasal 11 draft RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur dapat menimbulkan kecemburuan sosial dan bisa mengakibatkan konflik, karena di Nusa Tenggara Timur ada terdapat banyak suku dan mengapa yang tertulis dalam Pasal 11 draft RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur beberapa suku saja. Di Nusa Tenggara Timur tidak dikenal suku Dawan, karena Suku Asli di Pulau Timor adalah Atoni/Atoin Pah Meto. Hal ini bisa dilihat dalam bukunya P. Middelkoop yang ditulis sejak Tahun 1922 dan kemudian diterbitkan oleh BPK Gunung Mulia, Jakarta, pada tahun 1982 dengan judul “Atoni pah Meto Pertemuan injil dan kehidupan di kalangan suku Timor asli”. Pendapat dari P. Middelkoop ini didukung juga dengan kajian ilmiah (buku, tesis, disertasi) dari Andrew McWilliam, Clark Cunningham, H.G. Schulte Nordholt, Hendrik Ataupah dan Tom G. Therik.
11) Mengingat
bahwa Provinsi Nusa
Tenggara Timur Pernah memiliki Peraturan Daerah
Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pelaksanaan Penegasan Hak
Atas Tanah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Propinsi
Daerah Tingkat I Nusa Tenggara Timur Nomor 17 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas
Pasal 4 Peraturan Daerah Propinsi Nusa Tenggara Timur Nomor 8 Tahun 1974
Tentang Pelaksanaan Penegasan Hak Atas Tanah, telah menghilangkan hak Masarakat
Adat dan/atau Masyarakat hukum Adat atas Tanah, Hutan, Mata Air dan hak lainnya,
maka apakah dalam RUU tentang Provinsi Nusa Tenggara Timur ini perlu di atur
juga tentang pemulihan hak Masarakat Adat dan/atau Masyarakat hukum Adat atas
Tanah, Hutan, Mata Air dan hak lainnya?