MAHASISWA DAN POLITIK
Oleh. Paul SinlaEloE
Mahasiswa telah terbukti selalu menjadi pelopor
dalam sejarah suatu Bangsa. Pada konteks Indonesia, pengalaman empirik juga membenarkan sekaligus mempertegas
realitas tersebut. Catatan terkini memperlihatkan bahwa dengan kemahirannya
dalam menjalankan fungsi sebagai Intellectual
Organic, mahasiswa telah berhasil memporak-porandakan rezim Orde Baru dan
menghantarkan Indonesia kedalam suatu era yang saat ini sedang bergulir, yakni:
“Orde Reformasi”.
Namun pada
sisi yang lain, fakta juga membuktikan bahwa sampai dengan saat ini, mahasiswa
Indonesia belum mampu untuk mendongkel antek-antek Orde Baru dari jajaran elite
kekuasaan. Padahal sudah menjadi rahasia umum, bahwa kehadiran mereka di situ
untuk menutupi segala kebobrokan kolektif yang telah mereka lakukan di masa
lalu.
Dengan
kenyataan yang demikian, maka tidaklah mengherankan apabila proses reformasi
masih tersendat-sendat dan belum dapat berjalan secara linear. Menurut
Sebastian de Grazia (1966 : 72-74), kondisi seperti ini secara cepat atau
lambat, otomatis akan menimbulkan suatu situasi
anomie yang kuat di dalam kehidupan ber-Masyarakat, ber-Bangsa dan
ber-Negara, yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi kesejahteraan
mayoritas rakyat.
Bertolak
dari argumen di atas, maka mahasiswa dituntut/diharapkan dapat terjun ke arena
politik dalam rangka mengawal seluruh agenda reformasi, demi terwujudnya
masyarakat Indonesia yang adil di dalam kemakmuran dan makmur di dalam keadilan
secara demokratis. Akan tetapi, yang menjadi persoalannya adalah bagaimanakah
seharusnya mahasiswa berpolitik..?? dan aksi politik yang bagaimanakah yang
harus dilakukan oleh mahasiswa..?
Sebelum
menjawab kedua pertanyaan di atas, perlu diketahui terlebih dahulu bahwa
istilah politik dalam tulisan ini dipahami sesuai dengan konsep berpikirnya
Antonio Gramsci, sehingga di sini politik didefinisikan sebagai aktivitas pokok
manusia dimana manusia dapat mengembangkan kapasitas dan potensi dirinya (Roger Simon, 1999:136).
Jika
definisi di atas diejawantahkan dalam bentuk aksi, maka mahasiswa dapat
berpolitik dalam dua pengertian, yakni: Pertama, berpolitik dalam arti
konsep (Concept). Disini mahasiswa secara individual maupun kelompok, harus
mengajukan gagasan, pikiran, solusi atau interpretasi mengenai apa yang menjadi
kehendak dari mayoritas rakyat. Kedua, berpolitik dalam arti kebijakan
(Belied). Di sini mahasiswa sebagai kelompok harus menjadi Pressure Groups yang memperjuangkan
aspirasi rakyat, dengan cara mempengaruhi orang-orang yang memegang kebijakan
ataupun yang menjalankan kekuasaan, dari luar sistem kekuasaan.
Apabila
mahasiswa berpolitik dalam artian yang pertama, maka mahasiswa dituntut untuk
benar-benar memahami cara berpikir ilmiah, yaitu teratur dan sistematik.
Sedangkan apabila mahasiswa berpolitik dalam arti kebijakan (Belied),
maka mahasiswa harus betul-betul mengetahui posisi individu dalam kehidupan
ber-Negara, posisi konstitusi dalam kehidupan ber-Negara, posisi Negara dalam
menjalin relasi dengan warganya, konstelasi politik terkini dan menguasai
manajemen aksi.
Pada
tataran ideal, mahasiswa seharusnya berpolitik dalam arti konsep (Concept)
maupun dalam arti kebijakan (Belied) secara bersamaan. Ini berarti,
mahasiswa harus berpolitik sebagai politisi
ekstra perlementer.
Demikianlah
sumbangan pemikiran saya, mengenai mahasiswa dan politik, kiranya pokok-pokok
pikiran yang ada dalam makalah ini dapat bermanfaat dan mampu mengantarkan kita
pada suatu diskusi yang lebih luas.
----------------------------------
KETERANGAN:
- Tulisan ini merupakan materi pengantar dalam Diskusi Terbatas, Mahasiswa dan Politik, pada kegiatan Masa Bimbingan Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Artha Wacana (FE-UKAW) Periode 2007/2008, yang dilaksanakan oleh Senat Mahasiswa FE-UKAW (Panitia MABIM FE-UKAW Periode 2007/2008), di Aula UKAW, pada tanggal 27 Oktober 2007.
- Penulis adalag Alumni FH-UKAW, Kini Menjadi Staf Div. Anti Korupsi PIAR-NTT.