KORUPSI NTT FAIR dan PERAN TP4D
Oleh:
Paul SinlaEloE – Aktivis PIAR NTT
Tulisan ini pernah
dipublikasikan dalam Harian Umum Victory News, tanggal 16 Juli 2019
Proyek ini didampingi oleh Tim
Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah (TP4D). Itulah kalimat
panjang yang tertulis secara jelas dan tegas, pada bagian terbawah dari papan
proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair. Pertanyaannya adalah
siapa itu TP4D? dan apa tugas dan fungsi dari TP4D dalam kaitannya proyek
Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair? Jawaban atas kedua pertanyaan
ini menjadi penting untuk diuraikan, karena sudah menjadi rahasia umum bahwa dalam
pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair, telah terjadi
tindak korupsi.
Secara yuridis, keberadaan Tim Pengawal dan
Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan (TP4), dilegitimasi dengan: Pertama, Keputusan Jaksa Agung RI Nomor:
KEP-152/A/JA/10/2015, tanggal 01 Oktober 2015 Tentang Pembentukan Tim Pengawal
Dan Pengaman Pemerintahan Dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia (KEPJA
RI Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015); Kedua, Instruksi Jaksa Agung RI
Nomor: INS-001/A/JA/10/2015, tanggal 05 Oktober 2015 Tentang Pembentukan Dan
Pelaksanaan Tugas Tim Pengawal Dan Pengaman Pemerintahan Dan Pembangunan Pusat
Dan Daerah Kejaksaan Republik Indonesia (INSJA RI Nomor: INS-001/A/JA/10/2015);
dan Ketiga, Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia Nomor
PER-014/A/JA/11/2016, Tentang Mekanisme Kerja Teknis Dan Administrasi Tim
Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Kejaksaan Republik Indonesia
(PERJA RI Nomor PER-014/A/JA/11/2016), tertanggal 22 November 2016.
Keseluruhan peraturan kebijakan yang dikeluarkan
oleh pihak Kejaksaan Republik Indonesia ini, pada
dasarnya merupakan wujud dari komitmen Kejaksaan Republik Indonesia dalam
mendukung aksi pencegahan dan pemberantasan korupsi, khususnya di Instansi
pemerintahan, sebagaimana agenda prioritas dari Presiden RI Joko Widodo yang
tercantum di dalam 9 (sembilan)
Agenda Prioritas yang disebut Nawa Cita (Instruksi Presiden Republik Indonesia
Nomor 7 Tahun 2015). Konsekwensinya, para jaksa mendapat tugas baru
sebagai pengawal dan pengaman proyek infrastruktur pemerintah mulai dari pusat
hingga daerah.
Dalam rangka mensinergikan dan mensisitematiskan kerja-kerja dari para
jaksa yang tergabung dalam TP4, maka dibentuk
struktur yang mengikuti struktur vertikal Kejaksaan, sebagai berikut: Pertama, Tim
Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Pusat (TP4 Pusat)
yang berkedudukan di Kejaksaan Agung RI; Kedua,
Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan
Pembangunan (TP4D) Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di tingkat
Provinsi, dan Ketiga, TP4D Kejaksaan Negeri yang berkedudukan di tiap wilayah Kabupaten/Kota (KEPJA RI Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015).
Tugas dan fungsi dari TP4 Pusat dan TP4D sesuai KEPJA RI
Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015 adalah kurang lebih sama, yakni: Pertama, mengawal,
mengamankan, dan mendukung keberhasilan jalannya pemerintahan dan pembangunan
melalui upaya-upaya pencegahan/preventif dan persuasif baik di tingkat pusat
maupun daerah sesuai wilayah hukum penugasan masing-masing; Kedua, memberikan penerangan hukum di
lingkungan Instansi pemerintah, BUMN, BUMD dan pihak lain terkait materi
tentang perencanaan, pelelangan, pelaksanaan pekerjaan, perijinan, pengadaan
barang dan jasa, tertib administrasi, dan tertib pengelolaan keuangan Negara; Ketiga, dapat memberikan pendampingan
hukum dalam setiap tahapan program pembangunan dari awal sampai akhir;
Keempat, melakukan koordinasi
dengan aparat pengawasan internal pemerintah untuk mencegah terjadinya
penyimpangan yang berpotensi menghambat, menggagalkan, dan menimbulkan kerugian
bagi keuangan Negara; Kelima, bersama-sama
melakukan monitoring dan evaluasi pekerjaan dan program pembangunan; dan Keenam, melaksanakan penegakkan hukum
represif ketika ditemukan bukti permulaan yang cukup setelah dilakukan
koordinasi dengan aparat pengawasan intern pemerintah tentang telah terjadinya
perbuatan melawan hukum, penyalahgunaan kewenangan dan/atau perbuatan lainnya
yang berakibat menimbulkan kerugian bagi keuangan Negara.
Implementasi Tugas dan Fungsi TP4D di NTT
Susunan dan keanggotaan TP4D dalam rangka mengimplementasi tugas
dan fungsi adalah bersifat ex officio.
Berdasarkan Pasal 6 ayat (2) PERJA RI
Nomor PER-014/A/JA/11/2016, TP4D yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi, beranggotakan:
a. Asisten Intelijen selaku Ketua
Tim; b. Asisten Perdata dan Tata
Usaha Negara selaku Wakil Ketua Tim; c.
Koordinator pada Kejaksaan Tinggi selaku Sekretaris Tim; d. Jaksa pada Bidang
Intelijen selaku Ketua Sub Tim; e.
Jaksa pada Bidang Tindak Pidana Khusus selaku Anggota; dan f. Jaksa pada Bidang Perdata Dan Tata Usaha Negara selaku Anggota.
Posisi dari Kepala Kejaksaan Tinggi dalam TP4D adalah sebagai
pengarah dan pengendali terhadap pelaksanaan kegiatan TP4D di tingkat Provinsi
(INSJA RI Nomor: INS-001/A/JA/10/2015). Dalam INSJA RI Nomor:
INS-001/A/JA/10/2015, ditegaskan bahwa pengarah dan pengendali harus secara
proaktif menawarkan bantuan kepada pemerintah di wilayah kerjanya, tentang
perlu dilaksananakannya pendampingan pada kegiatan pembangunan, baik yang akan
maupun sedang dilaksanakan sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dengan
membatasi keterlibatan pada hal-hal yang beresiko terjadinya penyimpangan yang
dapat mempengaruhi objektivitas penegakan hukum.
Berpijak pada komposisi keanggotaan dari TP4D sekaligus
dengan tugas dan fungsi, jelaslah bahwa jika tugas dan fungsi TP4D diimplementasikan
secara sempurna, maka korupsi pada pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas
Pameran Kawasan NTT Fair, seharusnya tidak akan terjadi. Apalagi, ruang
lingkup kerja dari TP4D maupun TP4 Pusat berdasarkan Pasal 4 ayat (2) PERJA RI
Nomor PER-014/A/JA/11/2016 adalah melakukan pengawalan dan pengamanan
pemerintahan dan pembangunan terhadap pekerjaan pembangunan yang akan dan/atau
sedang dikerjakan pada lingkungan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Pada konteks kasus korupsi pengerjaan proyek
Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair, TP4D yang berkedudukan di
Kejaksaan Tinggi NTT diduga hanya melaksanakan tugas dan fungsi terkait dengan penegakan
hukum. Buktinya, saat ini pihak Kejaksaan Tinggi NTT sedang fokus untuk
melakukan pelimpahan kasus ke pengadilan, setelah pada tanggal 13 Juni 2019
menetapkan 6 (enam) orang sebagai
tersangka, yakni Linda Liudianto (Kuasa Direktur PT. Cipta Eka Puri), Yuli Afra
(mantan Kadis PRKP/Kuasa Pengguna Anggaran), Dona Tho (Pejabat Pembuat
Komitmen), Barter Yusuf (Direktur PT. Desakon/Konsultan Pengawas), Ferry Jonson
Pandie (Pelaksana Lapangan PT. Desakon) dan Hadmen Puri (Direktur PT. Cipta Eka
Puri). Keenam tersangka ini, dijerat
dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR)
Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2001, juncto Pasal
55 ayat 1 Ke-1 KUHP.
Di sisi yang lain, TP4D yang
berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT diduga “gagal” karena belum
melaksanakan secara maksimal tugas dan fungsinya dalam hal pengawasan, penerangan
hukum, pendampingan hukum maupun monitoring dan evaluasi sebagaimana amanat
KEPJA RI Nomor: KEP-152/A/JA/10/2015 juncto
Pasal 4 ayat (1) PERJA RI Nomor PER-014/A/JA/11/2016. Indikatornya ialah pada masa pelaksanaan proyek Pembangunan Fasilitas
Pameran Kawasan NTT Fair, TP4D yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT
terlibat bersama dengan Pejabat
Pembuat Komitmen, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan,
Pengawas Kegiatan, Konsultan, dan Penyedia Jasa telah
melaksanakan rapat pembuktian keterlambatan atau Show Cause Meeting (SCM), namun pihak TP4D
yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT tidak bertindak tegas untuk mencegah (diduga adanya pembiaran) terjadinya
korupsi pada proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair.
Rapat untuk membahas
permasalahan keterlambatan yang dihadapi dan langkah-langkah yang diambil oleh
pihak Dinas dan Penyedia, telah dilakukan sebanyak 2 (dua) kali dan kesemuanya melibatkan TP4D
yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT. Pada rapat pertama,
ditemukan bahwa pencapaian progres tidak sesuai dengan schedule atau terjadi deviasi sebesar minus/-21,429%, yang
disebabkan masalah manajemen perusahaan penyedia sehingga terjadi kevakuman
pekerjaan yakni tidak adanya personil/tenaga kerja dan material di lapangan
selama dua minggu (Lihat Berita Acara SCM I Nomor 400/05.06/BASCM-643.2/IX/2018,
tertanggal 29 September 2018 dan LHP BPK RI, 2019). Dengan temuan yang seperti
ini, ironisnya pada tanggal 31 Oktober 2018 terjadi Pembayaran Angsuran I
(25,00%) sebesar Rp.5.983.824.100,00. Pembayaran Angsuran I dilakukan
berdasarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D)
Nomor 3219/1.01.04.01/SP2D/LS/2018.
Temuan dari rapat kedua adalah pencapaian progres tidak
sesuai dengan schedule atau mengalami
deviasi sebesar minus/-31,72%. Hal ini disebabkan keterlambatan material
bangunan dan pembayaran tenaga kerja, merupakan temuan dari rapat kedua. Hasil dari temuan rapat kedua ini
dituangkan dalam Berita Acara SCM II Nomor 655/05.06/BASCM-643.2/XI/2018,
tertanggal 6 November 2018 (Lihat LHP BPK RI, 2019). Walaupun temuan dari rapat
kedua adalah kurang lebih masih sama dengan temuan dari rapat pertama, namun anehnya
tetap dilakukan Pembayaran Angsuran II (40,2%) sebesar Rp.3.638.165.053,00
(Lihat SP2D Nomor 3877/1.01.04.01/SP2D/LS/2018, tertanggal 30 November 2018).
Bertolak dari realita yang demikian, idealnya Kepala Kejaksaan
Tinggi NTT yang adalah pengarah dan pengendali terhadap pelaksanaan kegiatan
TP4D yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT,
harus memerintahkan ketua TP4D dalam hal ini Asisten
Intelijen Kejaksaan Tinggi NTT untuk segera: Pertama, mempublikasikan Legal
Opinion-nya terkait dengan Berita Acara SCM I Nomor
400/05.06/BASCM-643.2/IX/2018 dan Berita Acara SCM II Nomor
655/05.06/BASCM-643.2/XI/2018. Kedua,
mempublikasikan seluruh hasil kerjanya terkait dengan pelaksanaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair.
Publikasi ini penting untuk dilakukan dalam
rangka menjawab kecurigaan warga NTT, terkait
dugaan keterlibatan pihak TP4D yang berkedudukan di Kejaksaan Tinggi NTT dalam
kasus korupsi proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair. Selain
itu, publikasi ini akan sangat menunjang Tim penyidik Kejaksaan Tinggi
NTT dalam menetapkan tersangka baru, karena ketika
diperiksa pada tanggal 26 Juni 2019, tersangka
Yulia Afra (Mantan KPA Dinas PRKP NTT) memberikan pengakuan yang pada
intinya bahwa “TP4D yang berkedudukan di
Kejaksaan Tinggi NTT sudah sejak awal mengawal pelaksanaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT Fair,
namun tidak ada peran yang maksimal dan bahkan ikut dalam mengerjakan tanah urug serta
pengadaan batako”.