-->
POTRET KORUPSI DI NTT
Oleh. Paul SinlaEloE
Korupsi merupakan fenomena klasik yang telah lama ada dan oleh kebanyakan pakar diyakini usianya setua dengan peradaban masyarakat. Sejarawan Onghokham (1983) menyebutkan korupsi telah ada ketika manusia mulai mengenal hidup berkelompok. Secara lebih konkrit, Eep Saefulloh Fatah (1998), menegaskan bahwa di masa Raja Hammurabi dari Babilonia naik tahta pada tahun 1200 SM, telah ditemukan adanya tindakan-tindakan korupsi. Korupsi dalam perkembangannya, telah menjadi wabah penyakit yang menyerang setiap negara di dunia. Korupsi kini sudah menjadi ancaman serius yang membahayakan perkembangan kehidupan bangsa-bangsa di dunia dan sudah seharusnya tindakan korupsi digolongkan sebagai kejahatan terhadap bangsa dan negara.
Pada Konteks Indonesia umumnya dan khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), tindak korupsi telah menjadi salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan, bombastisnya tingkat kematian ibu hamil, parahnya angka kekerasan terhadap perempuan, melonjaknya angka putus sekolah, meningkatnya pengidap gizi buruk dan merebaknya persoalan kriminalitas.
Di NTT Praktik korupsi begitu subur dan menjamur. Media massa lokal setiap harinya selalu menyuguhkan kasus (dugaan) korupsi yang terjadi hampir semua tingkat birokrasi pemerintahan, mulai dari desa hingga provinsi. Bahkan, korupsi sudah menggerogoti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga muncul kesan, praktik itu telah menjadi ”gaya hidup” baru kalangan pejabat atau birokrat. Para pejabat atau birokrat sangat pintar menyimpan pundi-pundi seolah kekayaan membumbung diperoleh dengan jalan halal. Penumpukan kekayaan yang demikian telah membawa provinsi ini dalam mentalitas yang rakus sekaligus serakah. Mereka tidak malu memperoleh banyak kekayaan meski disana-sini banyak rakyat yang melarat.
Tindak korupsi telah menjadi warna sumbang sekaligus memberi pilar ”hitam” yang tegas dalam cakrawala pembangunan di NTT. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila diulang tahunnya yang Ke-50, tepatnya tanggal 20 Desember 2008, NTT masih diplesetkan dengan istilah NUSA TETAP TERKORUP.
Pada tahun 2008, catatan akhir tahun PIAR NTT menunjukan bahwa PIAR NTT melakukan pemantauan terhadap 108 (Seratus Delapan) kasus dugaan korupsi yang terjadi di 13 Kabupaten/Kota dan 1 Provinsi, yaitu: Prov. NTT, Kab. Belu, Kab. TTU, Kab. TTS, Kab. Kupang, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Alor, Kab. Sikka, Kab, Manggarai, Kab. Ende, Kab. Ngada, Kab. Flores Timur dan Kab. Sumba Timur. Hasil pantauan PIAR NTT menunjukan bahwa: Sebaran kasus per-wilayah cukup merata dan berkisar 2 – 14 kasus. Terbanyak di Kab. Rote Ndao 14 kasus, Kota Kupang 13 Kasus, Level Prov NTT 12 kasus, kab. Kupang 11 kasus, Kab. TTS 9 kasus, Kab. Sikka 9 Kasus, Kab. Manggarai 7 kasus, Kab. Ende 6 kasus, Kab. Ngada 5 kasus, Kab. Alor 4 kasus, Kab. Belu 3 kasus, Kab. Sumba Timur 2 kasus.
Kasus yang dipantau oleh PIAR NTT ini jika dilahat dari usia kasus, dapat dipilah menjadi 2 (dua) kategori, yakni: Kasus Lama dan Kasus Baru. Kasus Lama adalah Kasus korupsi usaianya lebih dari 2 (dua) tahun (Kasus yang terjadi dari tahun 2000 S/D 2006), sedangkan Kasus Baru ialah Kasus korupsi usaianya belum mencapai dari 2 (dua) tahun (Kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2007 dan 2008). Dengan pengkategorian seperti ini, maka terdapat 93 (85%) kasus yang merupakan Kasus Lama dan Kasus Baru sebanyak 16 (15%) kasus.
Korupsi di NTT Juga terbanyak terjadi di sektor Pemerintahan dengan jumlah sebanyak 41 (37%) kasus. Selanjutnya, sektor pendidikan 12 (11%) kasus, Sektor Pengembangan kecamatan 10 (9%) kasus, Sektor Air Bersih 7 (6%) kasus, Sektor Perikanan & Kelautan 6 (6%) kasus, sektor Perhubungan & Transportasi 4 (4%) kasus, sektor Perumahan dan pertanahan 3 (3%) kasus, sektor Perikanan & Kelautan 3 (3%) Kasus, sektor Energi & Listrik 3 (3%) kasus, sektor PEMILU/PILKADA (2%) kasus, sektor lainnya sebanyak 17 (16%) kasus.
Dari 108 (Seratus Delapan) kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp. 217.070.432.044,00 (Dua Ratus Tujuh Belas Milyar Tujuh Puluh Juta Empat Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Empat Puluh Empat Rupiah) dengan Pelaku bermasalah sebanyak 352 (Tiga Ratus Lima Puluh Dua). Dari 352 (Tiga Ratus Lima Puluh Dua) Pelaku bermasala/aktor ini terdapat 68 (Enam Puluh Delapan) orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi.
Para Pelaku bermasalah/Aktor dari 108 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR, terbanyak 172 (56%) orang mempunyai jabatan sebagai anggota DPRD. Selanjutnya Pejabat Pemda 65 orang, Pelaku Swasta 38 orang, PIMPRO/BENPRO 16 orang, Pelaksanan Program PPK/Dana Bantuan Lainnya 9 orang, Pejabat PDAM masing-masing 9 orang, Bupati 6 orang, Panitia Tender 6 orang, Pelaksana PEMILU/PILKADA 6 orang, Pejabat Bank 3 orang, jabatan lainnya (NB: Termasuk Peniliti, Anggota Parpol, Camat, Kades), sebanyak 18 orang.
Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku bermasalah dalam tindak korupsi dapat diperincikan sebagai berikut: Pertama, Manipulasi 33 Kasus. Kedua, Mark-Up 30 kasus. Ketiga, Penggelapan 25 kasus. Keempat, Penyimpangan anggaran 14 kasus. Kelima, Penciptaan Mata anggaran Baru 4 kasus. Keenam, Mark-Down 2 kasus.
Dari keseluruhan pemaparan catatan akhir tahun 2008 PIAR NTT ini, dapat ditarik suatu titik simpul bahwa di NTT tindak korupsi masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Maraknya tindak korupsi di NTT ini tidak terlepas dari lemahnya proses penegakan hukum. Kelemahan ini baik secara sadar maupun tidak sadar, sering menjadi celah bagi para koruptor untuk lepas bahkan bebas dari jeratan hukum. Untuk itu, diakhir tulisan ini patut dihimbau agar manakala hukuman penjara dan denda tidak lagi fungsional untuk menyeret para koruptor seperti yang selama ini berlangsung, karena Proses Penegakan hukum tidak steril dari kepentingan politik penguasa, maka sudah sepantasnya apabila rakyat yang empunya kedaulatan di negeri tercinta ini harus terlibat dan melibatkan diri dalam perjuangan untuk mewujudkan Indonesia (Khususnya NTT) yang bebas dari korupsi. (Tulisan ini Pernah di Publikasi Dalam Harian Pagi, TIMOR EKSPRESS, tanggal 7 Februari 2009).
Pada Konteks Indonesia umumnya dan khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), tindak korupsi telah menjadi salah satu penyebab tingginya angka kemiskinan, bombastisnya tingkat kematian ibu hamil, parahnya angka kekerasan terhadap perempuan, melonjaknya angka putus sekolah, meningkatnya pengidap gizi buruk dan merebaknya persoalan kriminalitas.
Di NTT Praktik korupsi begitu subur dan menjamur. Media massa lokal setiap harinya selalu menyuguhkan kasus (dugaan) korupsi yang terjadi hampir semua tingkat birokrasi pemerintahan, mulai dari desa hingga provinsi. Bahkan, korupsi sudah menggerogoti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga muncul kesan, praktik itu telah menjadi ”gaya hidup” baru kalangan pejabat atau birokrat. Para pejabat atau birokrat sangat pintar menyimpan pundi-pundi seolah kekayaan membumbung diperoleh dengan jalan halal. Penumpukan kekayaan yang demikian telah membawa provinsi ini dalam mentalitas yang rakus sekaligus serakah. Mereka tidak malu memperoleh banyak kekayaan meski disana-sini banyak rakyat yang melarat.
Tindak korupsi telah menjadi warna sumbang sekaligus memberi pilar ”hitam” yang tegas dalam cakrawala pembangunan di NTT. Oleh karenanya tidaklah mengherankan apabila diulang tahunnya yang Ke-50, tepatnya tanggal 20 Desember 2008, NTT masih diplesetkan dengan istilah NUSA TETAP TERKORUP.
Pada tahun 2008, catatan akhir tahun PIAR NTT menunjukan bahwa PIAR NTT melakukan pemantauan terhadap 108 (Seratus Delapan) kasus dugaan korupsi yang terjadi di 13 Kabupaten/Kota dan 1 Provinsi, yaitu: Prov. NTT, Kab. Belu, Kab. TTU, Kab. TTS, Kab. Kupang, Kota Kupang, Kab. Rote Ndao, Kab. Alor, Kab. Sikka, Kab, Manggarai, Kab. Ende, Kab. Ngada, Kab. Flores Timur dan Kab. Sumba Timur. Hasil pantauan PIAR NTT menunjukan bahwa: Sebaran kasus per-wilayah cukup merata dan berkisar 2 – 14 kasus. Terbanyak di Kab. Rote Ndao 14 kasus, Kota Kupang 13 Kasus, Level Prov NTT 12 kasus, kab. Kupang 11 kasus, Kab. TTS 9 kasus, Kab. Sikka 9 Kasus, Kab. Manggarai 7 kasus, Kab. Ende 6 kasus, Kab. Ngada 5 kasus, Kab. Alor 4 kasus, Kab. Belu 3 kasus, Kab. Sumba Timur 2 kasus.
Kasus yang dipantau oleh PIAR NTT ini jika dilahat dari usia kasus, dapat dipilah menjadi 2 (dua) kategori, yakni: Kasus Lama dan Kasus Baru. Kasus Lama adalah Kasus korupsi usaianya lebih dari 2 (dua) tahun (Kasus yang terjadi dari tahun 2000 S/D 2006), sedangkan Kasus Baru ialah Kasus korupsi usaianya belum mencapai dari 2 (dua) tahun (Kasus korupsi yang terjadi pada tahun 2007 dan 2008). Dengan pengkategorian seperti ini, maka terdapat 93 (85%) kasus yang merupakan Kasus Lama dan Kasus Baru sebanyak 16 (15%) kasus.
Korupsi di NTT Juga terbanyak terjadi di sektor Pemerintahan dengan jumlah sebanyak 41 (37%) kasus. Selanjutnya, sektor pendidikan 12 (11%) kasus, Sektor Pengembangan kecamatan 10 (9%) kasus, Sektor Air Bersih 7 (6%) kasus, Sektor Perikanan & Kelautan 6 (6%) kasus, sektor Perhubungan & Transportasi 4 (4%) kasus, sektor Perumahan dan pertanahan 3 (3%) kasus, sektor Perikanan & Kelautan 3 (3%) Kasus, sektor Energi & Listrik 3 (3%) kasus, sektor PEMILU/PILKADA (2%) kasus, sektor lainnya sebanyak 17 (16%) kasus.
Dari 108 (Seratus Delapan) kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara sebesar Rp. 217.070.432.044,00 (Dua Ratus Tujuh Belas Milyar Tujuh Puluh Juta Empat Ratus Tiga Puluh Dua Ribu Empat Puluh Empat Rupiah) dengan Pelaku bermasalah sebanyak 352 (Tiga Ratus Lima Puluh Dua). Dari 352 (Tiga Ratus Lima Puluh Dua) Pelaku bermasala/aktor ini terdapat 68 (Enam Puluh Delapan) orang yang melakuakan pengulangan tindak korupsi.
Para Pelaku bermasalah/Aktor dari 108 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR, terbanyak 172 (56%) orang mempunyai jabatan sebagai anggota DPRD. Selanjutnya Pejabat Pemda 65 orang, Pelaku Swasta 38 orang, PIMPRO/BENPRO 16 orang, Pelaksanan Program PPK/Dana Bantuan Lainnya 9 orang, Pejabat PDAM masing-masing 9 orang, Bupati 6 orang, Panitia Tender 6 orang, Pelaksana PEMILU/PILKADA 6 orang, Pejabat Bank 3 orang, jabatan lainnya (NB: Termasuk Peniliti, Anggota Parpol, Camat, Kades), sebanyak 18 orang.
Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku bermasalah dalam tindak korupsi dapat diperincikan sebagai berikut: Pertama, Manipulasi 33 Kasus. Kedua, Mark-Up 30 kasus. Ketiga, Penggelapan 25 kasus. Keempat, Penyimpangan anggaran 14 kasus. Kelima, Penciptaan Mata anggaran Baru 4 kasus. Keenam, Mark-Down 2 kasus.
Dari keseluruhan pemaparan catatan akhir tahun 2008 PIAR NTT ini, dapat ditarik suatu titik simpul bahwa di NTT tindak korupsi masih terus terjadi dan semakin menjadi-jadi. Maraknya tindak korupsi di NTT ini tidak terlepas dari lemahnya proses penegakan hukum. Kelemahan ini baik secara sadar maupun tidak sadar, sering menjadi celah bagi para koruptor untuk lepas bahkan bebas dari jeratan hukum. Untuk itu, diakhir tulisan ini patut dihimbau agar manakala hukuman penjara dan denda tidak lagi fungsional untuk menyeret para koruptor seperti yang selama ini berlangsung, karena Proses Penegakan hukum tidak steril dari kepentingan politik penguasa, maka sudah sepantasnya apabila rakyat yang empunya kedaulatan di negeri tercinta ini harus terlibat dan melibatkan diri dalam perjuangan untuk mewujudkan Indonesia (Khususnya NTT) yang bebas dari korupsi. (Tulisan ini Pernah di Publikasi Dalam
-----------------------
Penulis: Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT & Sekretaris FORMASI NTT.