PENYELUNDUPAN
MANUSIA & PERDAGANGAN ORANG
Oleh. Paul SinlaEloE
Bekerja di luar negeri sebagai buruh migran dengan harapan
mendapatkan gaji yang besar adalah pilihan rasional dari mereka yang terabaikan
oleh negara dalam proses penyelenggaraan pendidikan untuk mencerdaskan
kehidupan bangsa, namun tetap ‘dipaksa’ untuk ikut
memajukan kesejahteraan umum. Pilihan menjadi pekerja migran, dapat juga
dilihat sebagai strategi untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Apalagi, sistem
ketenagakerjaan di dalam negeri, masih dililit dengan berbagai persoalan.
Mengatasi persoalan ketenagakerjaan, butuh keseriusan dari
penyelenggara negara. Salah satu strategi yang dipergunakan oleh para pengambil
kebijakan untuk memenuhi hak rakyat atas pekerjaan adalah menempatkan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri. Pada tataran implementasi, program ini
telah sukses menjadikan pekerja migran berkontribusi secara siginifikan
terhadap pembangunan ekonomi dalam negeri dan negara dimana pekerja migran
ditempatkan. Di sisi yang lain, program penempatan TKI ke Luar Negeri berdampak
juga pada maraknya kasus people smuggling
atau Tindak Pidana Penyelundupan Manusia/TPPM dan merajalelanya persoalan trafficking in person atau Tindak Pidana
Perdagangan Orang/TPPO.
Dalam rangka memberantas TPPM dan TPPO yang sudah semakin marak dan merajalela, maka dalam tulisan ini akan diuraikan secara hukum
kedua tindak pidana tersebut, dengan menitikberatkan pada TPPM. Tulisan ini
dimaksudkan untuk membangun pemahaman bersama tentang perbedaan anatara TPPM
dan TPPO.
Persoalan penyelundupan manusia telah menjadi perhatian dunia dan
disepakati untuk menjadi isu bersama di level internasional yang harus di perangi oleh semua Negara. Meski telah menjadi
perhatian internasional sejak awal tahun 2000, Indonesia yang turut
menandatangani instrumen hukum internasional, yakni: “Protocol against the Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air,
Supplementing the United Nations Convention against Transnational Organized
Crime”, baru merumuskan penyelundupan manusia sebagai tindak pidana pada
tahun 2011, melalui pengesahan UU No. 6 Tahun 2011,
tentang Keimigrasian (UU Keimigrasian).
Penyelundupan Manusia dalam Pasal 1 angka 32 UU Keimigrasian, dipahami sebagai perbuatan yang bertujuan
mencari keuntungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, untuk diri
sendiri atau untuk orang lain yang membawa seseorang atau kelompok orang, baik
secara terorganisasi maupun tidak terorganisasi, atau memerintahkan orang lain
untuk membawa seseorang atau kelompok orang, baik secara terorganisasi maupun
tidak terorganisasi, yang tidak memiliki hak secara sah untuk memasuki wilayah Indonesia
atau keluar wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain yang orang
tersebut tidak memiliki hak untuk memasuki wilayah tersebut secara sah, baik
dengan menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan
dokumen perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak.
Sanksi bagi setiap orang yang melakukan TPPM diatur dalam Pasal
120 ayat (2) UU Keimigrasian, yakni dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 5 (lima) tahun dan paling
lama 15 (lima belas) tahun dan pidana
denda paling sedikit Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah). Sanksi
pidana yang sama, akan dikenakan juga pada setiap orang yang terbukti dalam percobaan melakukan TPPM.
Dari sisi hukum, TPPM sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 120
ayat (1) UU Keimigrasian, memiliki kemiripan unsur, baik itu dari aspek pelaku,
perbuatan, cara, tujuan maupun tempat kejadiannya dengan TPPO yang terdapat
dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 UU No. 21 Tahun 2007, Tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Perdagangan Orang (UUPTPPO). Untuk membedakan kedua tindak
kejahatan ini, bukanlah hal mudah bagi mereka yang tidak pernah mendalami ilmu
hukum.
Unsur-unsur dari tindak pidana yang diatur dalam Pasal 120 ayat (1) UU
Keimigrasian adalah: Pertama, Unsur
Pelaku yang adalah setiap orang (orang perseorangan dan/atau korporasi), dan penyelenggara negara (pejabat imigrasi dan pejabat lainnya).
Kedua, Unsur Perbuatan adalah setiap tindakan aktif dan/atau pasif yang dilakukan secara sadar
maupun tidak. Unsur perbuatan dalam TPPM ini meliputi aktivitas
pemindahan seseorang, membawa atau memerintahkan orang lain untuk membawa
seseorang atau sekelompok orang (secara
terorganisasi maupun tidak terorganisasi) yang tidak memiliki hak secara
sah untuk memasuki Wilayah Indonesia atau keluar dari Wilayah Indonesia
dan/atau masuk wilayah negara lain.
Ketiga, Unsur Kesengajaan. Menurut Leden Marpaung (2005:13), kesengajaan
merupakan kemauan untuk
melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau
diperintahkan oleh undang-undang.
Unsur kengajaan dari Pasal 120 ayat (1) UU Keimigrasian, tergambar dalam rumusan kalimat: “dengan
menggunakan dokumen sah maupun dokumen palsu, atau tanpa menggunakan dokumen
perjalanan, baik melalui pemeriksaan imigrasi maupun tidak”.
Keempat, Unsur Tujuan/Akibat. Sesuatu yang nantinya akan tercapai dan/atau terwujud sebagai
akibat dari tindakan pelaku dalam menyelundupkan orang, yaitu mendapatkan
keuntungan berupa finansial ketika tujuan melintasi perbatasan Negara yang
dilakukan secara illegal terwujud. Kelima, Unsur Locus Delictie. Tempat terjadinya TPPM adalah di Wilayah Indonesia
atau keluar dari Wilayah Indonesia dan/atau masuk wilayah negara lain.
Pada TPPO, unsur-unsur yang terdapat
dalam Pasal 2 UUPTPPO adalah: Pertama,
Unsur Pelaku yang adalah
setiap orang (orang perseorangan dan/atau korporasi), kelompok terorganisasi dan penyelenggara negara. Kedua, Unsur Perbuatan. Unsur
perbuatan yang dipahami sebagai setiap tindakan aktif dan/atau pasif yang dilakukan secara sadar
maupun tidak, yang meliputi perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman,
pemindahan, atau penerimaan seseorang.
Ketiga, Unsur kesengajaan adalah kemauan untuk melakukan atau tidak melakukan perbuatan-perbuatan
yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang, yang dalam hal ini meliputi: ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan,
penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan,
penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh
persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain.
Keempat, Unsur Tujuan/Akibat. Sesuatu yang nantinya akan tercapai dan atau terwujud sebagai
akibat dari tindakan pelaku TPPO yang meliputi eksploitasi orang atau
mengakibatkan orang tereksploitasi. Kelima, Unsur Locus Delictie. Tempat terjadinya TPPO adalah di Wilayah Negara
Republik Indonesia.
Kemiripan kedua tindak pidana ini, bisa juga diketahui dengan
membandingkan Pasal 120 ayat (1) UU Keimigrasian dengan unsur-unsur TPPO Pasal 3 UUPTPPO,
yakni: a. memasukkan orang
kewilayah Negara Republik Indonesia; b. dengan maksud untuk dieksploitasi; c. di
wilayah Negara Republik Indonesia; d. atau dieksploitasi di negara lain. Pasal 4 UUPTPPO juga memiliki unsur yang
tidak jauh berbeda dengan unsur yang terdapat dalam Pasal 120 ayat (1) UU Keimigrasian, Unsur-unsur dari Pasal 4 UUPTPPO, sebagai berikut: a. membawa warga Negara Indonesia; b. keluar
wilayah Negara Republik Indonesia; c. dengan maksud untuk dieksploitasi; d. di
luar wilayah Negara Republik Indonesia.
Kemiripian antara Pasal 120 ayat (1) UU Keimigrasian dengan Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 4 UUPTPPO
inilah yang menyebabkan berbagai pihak (termasuk
aparat penegak hukum), sulit membedakan antara TPPM dengan TPPO. Perbedaannya hanya terdapat pada cara melakukan unsur kesengajaan dan tujuannya. TPPM bertujuan mencari keuntungan. Keuntungan yang
diperoleh pelaku TPPM bukan dari perbuatan yang eksploitatif, melainkan
diperoleh berdasarkan kesepakatan antara pihak yang diselundupkan dan penyelundup. Sedangkan, pada TPPO
tujuannya adalah melakukan eksploitasi. Artinya, keuntungan didapatkan oleh pelaku
TPPO adalah dari hasil eksploitasi atas korban.
Pelaku TPPM dalam melakukan penyelundupan manusia, tidak
menggunakan kekerasan atau paksaan. Dalam TPPM, orang yang diselundupkan
menyadari sepenuhnya proses penyelundupan dan menyepakati cara yang akan dilakukan
untuk melintasi batas suatu negara. Kalaupun ada kekerasan dalam TPPM, itupun
karena ada pihak yang melanggar kesepakatan yang dibuat bersama. Sedangkan
untuk TPPO, cara yang digunakan antara lain: ancaman kekerasan, penggunaan
kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan
kekuasaan atau posisi rentan dan penjeratan utang.
----------------------------------------------
KETERANGAN:
1. Tulisan ini
pernah dipublikasikan dalam, http://www.zonalinenews.com/2017/06/penyelundupan-orang-dan-perdagangan-orang/, pada tanggal 30 Juni 2017.
2. Aktivis PIAR NTT