KPUD KOTA KUPANG
DAN PENGADAAN LOGISTIK PILKADAL
DAN PENGADAAN LOGISTIK PILKADAL
Oleh.
Paul SinlaEloE
Walaupun pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah
Langsung (PILKADAL) dalam rangka memilih Walikota dan Wakil
Walikota yang akan memimpin Kota Kupang untuk periode 2007-2012 sudah
diagendakan/dipersiapkan jauh hari sebelumnya, namun dalam hal
implementasi pengadaan logistik oleh KPUD Kota Kupang, tetap saja bermasalah.
Salah satu permasalahan di seputar pengadaan Logistik oleh KPUD Kota Kupang ini
adalah proses tender yang dilakukan melalui mekanisme Penunjukan
Langsung.
Ada 5 (Lima) paket pekerjaan pengadaan logistik di KPUD
Kota Kupang yang kesemuanya dilakukan dengan mekanisme Penunjukan Langsung,
yakni: Pertama, Proyek pengadaan formulir pemilih dan
perhitungan suara dengan nilai proyek sebesar Rp.127.007.760 dipercayakan
kepada CV. JN-Rekanan Lokal. Kedua. Nilai proyek sebesar
Rp.114.591.000 untuk pengadaan petunjuk teknis dan peraturan perundang-undangan
diberikan kepada CV. Bolelebo-Rekanan Lokal. Ketiga, CV.
Natalia-Rekanan Lokal, mendapat proyek pengadaan brosur/Leflet dengan
nilai proyek sebesar Rp.250.000.000. Keempat, Proyek pengadaan
surat suara dengan nilai proyek sebesar Rp.645.750.000 dianugerahkan kepada PT.
Panca Wira Usaha-Rekanan Asal Surabaya. Kelima, Proyek
pengadaan kartu pemilih dengan nilai proyek sebesar Rp.693.000.000 diserahkan
kepada PT. Swadarama Eragrafindo-Rekanan Asal Jakarta).
Bertolak dari realita yang demikian dan dalam rangka
melakukan pendidikan hukum kritis bagi warga Kota Kupang untuk memantau kinerja
dari KPUD Kota Kupang, maka dalam tulisan ini akan diuraikan tentang apakah
kebijakan atau keputusan dari KPUD Kota Kupang dalam pengadaan logistik
PILKADAL adalah merupakan suatu perbuatan melawan hukum atau bukan merupakan
perbuatan melawan hukum...??
Perihal tata cara pengadaan barang dan jasa instansi
Pemerintah sebenarnya telah diatur dalam Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003.
Di dalamnya dijelaskan secara spesifik keadaan atau syarat-syarat yang membuat
Penunjukan Langsung dalam pengadaan barang/jasa dapat dilakukan. Paling tidak,
alasan Penunjukan Langsung dalam pengadaan barang dan jasa dapat dibagi dalam
tiga hal, yakni: Pertama, Penunjukan Langsung dapat dilakukan
jika nilai proyek tidak melebihi Rp.50 Juta. Di atas batas itu, pengadaan
barang/jasa harus dilakukan dengan tender terbuka. Klausul pada lampiran I poin
C nomor 4 dalam Keppres No. 80 Tahun 2003 ini sudah sangat jelas sehingga tidak
mungkin muncul penafsiran ganda. Akan tetapi, bukan berarti syarat ini tidak
bisa diakali. Nilai proyek di atas Rp. 50 Juta tetap bisa dilakukan Penunjukan
Langsung dengan memecah proyek itu ke dalam beberapa proyek kecil, yang
nilainya tidak melebihi Rp. 50 Juta. Atau jika nilai proyeknya tidak bisa
dipecah, bisa menggunakan alasan lainnya mengingat dalam Keppres No. 80 Tahun
2003, syarat-syarat Penunjukan Langsung tidak berlaku kumulatif.
Kedua, sesuai
dengan Pasal 17 ayat (5) Keppres No. 80 Tahun 2003, dalam keadaan khusus atau
tertentu, Penunjukan Langsung dapat dilakukan. Sementara itu, dalam lampirannya
dijelaskan bahwa yang dimaksud keadaan khusus atau tertentu adalah penanganan
darurat seperti bencana alam, pekerjaan yang dirahasiakan karena menyangkut
pertahanan dan keamanan negara yang ditetapkan Presiden. Mencakup keadaan
khusus dan tertentu adalah proyek berskala kecil dengan nilai maksimum Rp.50
Juta. Siklus anggaran juga sangat memengaruhi menguatnya praktik Penunjukan
Langsung, khususnya mekanisme Anggaran Belanja Tambahan (ABT) di tingkat pusat
atau APBD perubahan (APBDP) di tingkat daerah, yang biasanya dibahas pada pertengahan
tahun.
Jika dikaji lebih jauh, item anggaran pada mekanisme ABT
atau APBDP sering kali tidak berbeda dengan item anggaran dalam keadaan normal.
Mekanisme itu kadang dimanfaatkan hanya untuk menciptakan keadaan khusus atau
tertentu, waktu yang mendesak sehingga pada saat implementasi anggaran, ada
pembenaran untuk Penunjukan Langsung. Rekayasa keadaan tertentu atau khusus
akan kian bermasalah, jika negara dirugikan dalam Penunjukan Langsung. Kerugian
yang timbul itu akibat dari adanya unsur kesengajaan untuk menggelembungkan
(mark-up) biaya proyek. Harga barang atau jasa yang seharusnya ditetapkan
berdasarkan nilai wajar bisa tiba-tiba meroket hingga mencapai 100%–200%.
Ketika praktik Penunjukan Langsung diikuti dengan tindakan menggelembungkan
harga proyek, praktik pengadaan telah memasuki wilayah pelanggaran hukum
(baca: korupsi). Begitu juga apabila dalam mekanisme Penunjukan Langsung
ini ditemukan unsur penyuapan dan bid rigging, yakni
pemberian uang pelicin oleh peserta lelang kepada panitia lelang.
Ketiga, Penunjukan
Langsung dapat dilakukan pada pengadaan barang/jasa khusus. Istilah Khusus
dalam pengertian ini adalah pekerjaan yang berdasarkan tarif resmi pemerintah,
pekerjaan spesifik yang hanya dilaksanakan oleh satu penyedia atau pemegang hak
paten, serta pekerjaan yang kompleks dan berteknologi tinggi. Alasan ketiga
berkaitan dengan Penunjukan Langsung ini juga rawan dengan manipulasi.
Perkumpulan Pengembangan Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR) NTT, pernah
melakukan Advokasi sebuah kasus dugaan korupsi pengadaan di satu instansi
pemerintah. Alasan Penunjukan Langsungnya karena rekanan tersebut memegang hak
paten. Ketika dikaji lebih jauh, peraturan mengenai hak paten lebih bertujuan
untuk menjaga sebuah produk agar tidak dipalsukan, ditiru, dan diproduksi
secara ilegal sehingga dapat merugikan pemilik paten. Alasan perusahaan yang
ditunjuk memegang hak paten menjadi tidak relevan sebab barang yang dibeli
beredar luas di pasaran dengan spesifikasi, harga, dan merek yang
bervariasi.
Pada akhirnya, meskipun peraturan mengenai Penunjukan
Langsung sudah didesain sedemikian rupa, namunupaya-upaya untuk memanipulasi
pengertian itu akan selalu terjadi. Supaya persoalan Penunjukan Langsung tidak
menjadi perdebatan yang kontra-produktif, pendekatan hukum untuk melihat
persoalan tersebut secara lebih dalam harus dijadikan acuan. Penunjukan
Langsung akan menjadi persoalan ketika diikuti oleh penggelembungan harga dan
atau suap. Penunjukan Langsung juga absah secara hokum ketika syarat-syarat
untuk melakukannya terpenuhi. (Tulisan ini pernah di publikasikan dalam
Harian Pagi, TIMOR EKSPRESS, tanggal 21 April 2007).
--------------------------
Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT