PERANAN PEMIMPIN
DALAM MEMBANGUN KOALISI
DALAM KONTEKS
KEPEMIMPINAN1)
Oleh. Paul
SinlaEloE2)
Berdasarkan
Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan ini, maka
pada kesempatan ini saya diminta untuk
menyampaikan pemikiran mengenai “PERANAN PEMIMPIN DALAM MEMBANGUN KOALISI DALAM
KONTEKS KEPEMIMPINAN”. Agar materi yang akan saya paparkan ini menjadi terfokus
pada judul, maka dalam materi ini pertama-tama akan diuraikan tentang konsep
kepemimpinan. Selanjutnya akan digambarkan singkat tentang pentingnya koalisi sekaligus
dengan peranan pemimpin dalam membangun koalisi.
Pada
umumnya sudah diketahui oleh umum bahwa, kepemimpinan (Leadership) berasal dari kata pimpin yang berarti bimbing atau
tuntun3). Akan tetapi pengertian kepemimpinan
sering diartikan sesuai dengan latar belakang dari yang membuat definisi tersebut.
Ada yang mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan seni dalam
membujuk/menciptakan kesepahaman dengan
orang lain dalam rangka mengatur orang tersebut (Leadership As Art Inducing Comliance)4).
Ada juga yang mengartikan kepemimpinan tidak lain dari kesiapan mental yang
terwujud dalam kemampuan seseorang untuk memberi inspirasi kepada orang lain5). Bahkan ada pula yang memahami
kepemimpinan sebagai sarana penggunaan pengaruh oleh pihak tertentu atas pihak
lain untuk pelaksanaan tujuan atau maksud tertentu6).
Berkaitan
dengan beberapa definisi tentang kepemimpinan di atas, maka dalam makalah ini,
saya lebih cenderung untuk mendefinisikan kepemimpinan sebagai ilmu Penerapan
Pengaruh7), kepada seseorang atau sekelompok
orang dalam rangka pencapaian tujuan secara efisien dan efektif dengan prinsip kerjasama
yang tulus8).
Jika
pengertian kepemimpinan yang saya utarakan di atas, diterapkan atau dijalankan oleh
seorang pemimpin dalam proses pencapaian tujuan dari suatu organisasi, maka
dengan sendirinya pemimpin tersebut harus berfungsi sebagai: Pertama, Penggagas. Maksudnya, seorang
pemimpin harus bisa mengembangkan suatu pandangan atau pendekatan baru untuk
pemecahan persoalan yang dihadapi organisasi yang dipimpinnya secara sederhana,
dengan berpikir kreatif analistis. Kedua,
Pengarah. Artinya, seorang pemimpin harus menjelaskan peranan dari setiap
anggotanya, dengan memberi petunjuk secara rinci mengenai apa yang harus
dikerjakan, kapan, dimana, dan bagaimana cara kerjanya. Ketiga, Pendorong. Artinya, seorang pemimpin harus memberikan
support dan motivasi kepada para anggotanya dalam segala persoalan, dengan
melakukan pendekatan-pendekatan individu. Keempat,
Pengawas. Maksudnya, seorang pemimpin harus mengontrol kinerja dari setiap
anggotanya, dengan jalan lebih banyak melakukan kontak dengan para anggota dan
juga harus memperlancar kontak antar anggota.
Sejalan
dengan paradigma di atas, maka seorang pemimpin dalam menjalankan roda organisasinya
idealnya harus memiliki beberapa kemampuan, yakni: Pertama,
berorientasi ke depan. Artinya,
dalam menentukan kebijaksanaan dan pemecahan persoalan, masa yang akan datang
harus diperhitungkan karena kita tidak hidup untuk masa lampau tetapi untuk
masa yang akan datang. Kedua, berpola pikir ilmiah. Maksudnya, dalam
mengambil suatu keputusan, tidak boleh didasarkan pada emosi semata-mata,
tetapi harus dilakukan dengan prosedur yang baik dan benar, yakni penentuan
masalah, pengmpulan data, penentuan data, analisa data dan penarikan
kesimpulan. Ketiga, berprinsip efektif dan efisien.
Artinya, dalam menyelesaikan suatu kegiatan harus dengan waktu yang
sesingkat-singkatnya, serta biaya dan sarana bahkan tenaga yang minimal, tetapi
memperoleh hasil yang maksimal.
Terlepas
dari konsep kepemimpinan yang saya tawarkan, perlu diketahui juga bahwa dalam
menjalankan suatu kepemimpinan, seorang pemimpin dapat mempergunakan berbagai
cara secara komplementer yang lazimnya dapat dikelompokan kedalam 3 (tiga) tipe9), yakni: Pertama, Tipe Otoriter dengan ciri-ciri kepemimpinannya adalah (1). Pemimpin menentukan segala
kebijakan organisasi secara sepihak. (2). Pemimpin tidak melibatkan para anggota dalam
proses perumusan cara-cara untuk mencapai tujuan organisasi. (3). Pemimpin terpisah dari organisasi
dan seakan-akan tidak ikut dalam proses interaksi organisasi. Kedua, Tipe Demokratis dengan ciri-ciri
kepemimpinannya antaralain (1).
Pemimpin selalu bermusyawarah mufakat para anggotanya dalam segala hal. (2). Pemimipin secara aktif ikut
berpartisipasi di dalam kegiatan-kegiatan organisasi. (3). Pemimpan dan para anggotanya dapat saling mengkritik (Ada
Kritik Positif). Kedua, Tipe Bebas dengan ciri-ciri kepemimpiannya (1). Pemimpin menjalankan perannya
secara pasif. (2). Pemimpin
menyerahkan kepada para anggotanya untuk menentukan cara-cara yang akan dipakai
untuk mencapai tujuan organisasi. (3).
Pemimpin hanya menyediakan berbagai sarana dan menyediakan arena yang diperlukan oleh para anggotanya.
Dalam
menjalankan kepemimpinannya di “era persaingan tinggi” seperti sekarang ini,
seorang pemimpin harus memahami dengan benar tentang koalisi. Hal ini
disebabkan karena berkoalisi merupakan salah satu syarat untuk mencapai sukses
ketika memperjuangkan tujuan tertentu dan atau cita-cita tertentu, yang hendak
dicapai oleh individu maupun kelompok terentu. Dalam pengertian yang “sangat
longgar” berkoalisi dapat dipahami sebagai bergabungnya berberapa kelompok
organisasi dan atau individu yang bekerja sama dan sama-sama kerja dengan cara
terkoordinsi menuju kearah tujuan dan atau cita-cita yang hendak dicapai bersma10).
Sebelum
memutuskan untuk berkoalisi, seorang pemimpin terlebih dahulu harus mencermati,
apakah koalisi sejenis sudah ada atau belum. Kalau sudah ada, cobalah untuk
mempertimbangkan bergabung dalam koalisi tersebut. Jika ternyata kita merasa
tidak dapat bersinergi dengan koalisi yang ada, maka bangunlah koalisi sendiri.
Hal-hal yang perlu di pertimbangkan sebelum memutuskan untuk bergabung dalam
suatu koalisi adalah: (a). Apakah
anggota dalam koalisi tersebut mempunyai reputasi yang baik?; (b). Siapa yang berperan (Charge) dalam koalisi? Apakah
kelompok/organisasi yang ada dalam koalisi dapat bekerja sama dengan anda?
Apakah mereka mempunyai skill untuk memimpin?; (c). Apa tujuan, strategi dan pendekatan yang dipakai oleh koalisi?
Apakah ada konsensus antar anggota yang kuat dalam persoalan yang menjadi fokus
advokasi?; (d). Apakah anggota dari
koalisi mempunyai hubungan yang baik?; (e).
Apa koalisi mempunyai sumber daya yang memadai untuk melancarkan agendanya?; (f). Peran apa yang ditawarkan pada
organisasi anda sebagai anggota dari koalisi.
Sedangkan
untuk membangun sebuah koalisi pertama-pertama tanyakan terlebih dahulu pada
kolega anda, apakah mereka mempunyai cukup waktu, energi dan komitmen yang
dibutuhkan untuk suatu koalisi. Kemudian identifikasikanlah organisasi-organisasi
yang bisa diajak berkoalisi.
Dalam
memilih rekan yang akan diajak untuk membangun suatu koalisi, hal-hal yang mesti
dijadikan pertimbangan adalah: (a).
Bagaimana visi mereka?; (b). Apakah
ada pertentangan ideologi?; (c). Apa
potensi yang mereka miliki dan apa potensi yang lembaga kita miliki?; (d). Keuntungan-keuntugan apa yang
dapat diperoleh jika kita melakukan koalisi dengan lembaga tersebut?; (e). Hal-hal apa yang jadi penghambat?
Untuk
memastikan bahwa koalisi yang kita bangun dapat bekerja secara efektif, maka perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (a).
Mulai dengan membangun kepercayaan; (b).
Harus ada kejelasan dalam pembagian kerja yang didasarkan atas potensi
masing-masing lembaga; (c). Adanya
kesepakatan antara anggota untuk memperjuangkan suatu isu untuk mencapai suatu
tujuan yang ditetapkan bersama; (d). Tetapkan fokus terhadap isu; (e). Membuat aturan main yang
disepakati bersama.
Demikianlah
sumbangan pemikiran saya mengenai “PERANAN PEMIMPIN DALAM MEMBANGUN KOALISI DALAM
KONTEKS KEPEMIMPINAN”, kiranya bermanfaat dan ini dapat mengantarkan kita pada
suatu diskusi yang lebih luas.
Kupang, 18 Januari 2008
KEPEMIMPINAN ITU TINDAKAN
BUKAN JABATAN, KARENANNYA
PEMIMPIN SEJATI ITU TIDAK
BUTUH MEMIMPIN
1)
Materi ini dipresentasikan dalam Pelatihan, Ketrampilan Kepemimpinan Mahasiswa,
yang dilaksanakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa Univ. Nusa Cendana
(BEM-UNDANA) Kupang, di Aula BAAKPSI UNDANA, Kota Kupang, pada tanggal 19
Januari 2008.
2)
Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT
3)
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum
Bahasa Indonesia, (Balai Pustaka), Jakarta, 1991. Hal. 754.
4)
Ralph M. Stogdill, A Handbook of
Leadership, (The Free Press), New York, 1974. P.9.
5)
Dr. I Wayan Mertha Sutedja, Kepemimpinan
Tradisonal Sebagai Landasan Kepemimpinan Nasional Berdasarkan Pancasila,
dalam MIMBAR BP-7, No. 22/IV/1996, (BP-7 Pusat), Jakarta, 1986. Hal. 7.
6)
Dr. O. Notohamidjojo, SH, Kepemimpinan
dan Pembinaan Pemimpin, (YBD & UKSW), Salatiga, 1993. Hal. 8.
7)
Penerapan pengaruh adalah suatu ilmu pengetahuan yang mengajarkan bagaimana
seseorang mempengaruhi orang lain, agar orang yang dipengaruhi tersebut dapat :
Pertama, menerima suatu garis kebijaksanaan yang telah ditetapkan bersama
dengan ikhlas. Kedua, mematuhi kebijaksanaan yang telah ditetapkan tersebut
dengan segenap hati. Ketiga, melaksanakan kegiatan yang telah ditentukan
tersebut secara sukarela. Lihat, Paul SinlaEloE, Kepemimpinan dan Organisasi Kemahasiswaan Dalam Kaitannya Dengan
Mengembangan Kemahasiswaan di Universitas Kristen Artha Wacana,
Makalah, Diskusi Terbatas, “Kepemimpinan dan Organisasi Kemahasiswaan”, pada kegiatan Masa
Bimbingan Mahasiswa Baru Fakultas Hukum Universitas Kristen Artha Wacana
(FH-UKAW) Periode 2000/2001, yang
dilaksanakan oleh Senat Mahasiswa FH-UKAW (Panitia MABIM FH-UKAW Periode 2000/2001),
di Aula Kampus UKAW, Kota Kupang, pada tanggal 14 Oktober 2000.
8)
Definisi yang saya utarakan ini bertolak dari realitas bahwa kepemimpinan dalam
berbagai dimensi mempunyai keterkaitan erat dengan ilmu komunikasi dan ilmu
physicologi yang dapat dikembangkan melalui pendekatan keilmuan, metode ilmiah
dan gejala sosial.
9) Ketiga tipe yang lazim dimiliki/dipergunakan oleh
seorang pemimpin ini, idealnya harus diterapkan sesuai dengan situasi yang
dihadapi.
10)
Paul SinlaEloE, ADVOKASI ANGGARAN: Alternatif Dalam Meminimalisir Terjadinya Korupsi,
Artikel dalam Harian Kota KURSOR, tanggal 3 Desember 2004.