KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN FASILITAS
PAMERAN KAWASAN NTT
FAIR
Oleh:
Paul SinlaEloE
Pada tanggal 13 Juni 2019, pihak Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Timur (Kejati NTT) telah menetapkan dan menahan 6 (enam) orang tersangka, terkait dugaan korupsi pada paket Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR. Para tersangka ini dijerat dengan Pasal 2, Pasal 3, Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana dirubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ditetapkannya keenam orang tersangka ini, setelah tim penyidik TIPIKOR Kejati NTT memeriksa lebih dari 30 (tiga puluh) orang saksi, termasuk Frans Lebu Raya (Mantan Gubernur Prov. NTT selama 2 Periode) dan Sekda Prov. NTT, Ben Polo Maing.
Penyidik TIPIKOR Kejati NTT melakukan
penahanan terhadap para tersangka dalam kasus dugaan korupsi Pembangunan
Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, pada tempat yang berbeda-beda. Linda Liudianto (Kuasa Direktur PT. Cipta Eka Puri) dan
Yuli Afra (mantan Kadis PRKP/Kuasa Pengguna Anggaran) ditahan di Lapas Wanita
Kelas III Kupang. Sementara, tersangka Dona Tho (Pejabat Pembuat Komitmen)
ditahan di tahanan Mapolres Kupang Kota. Sedangkan 3 (tiga) orang tersangka lainnya, yaitu Barter Yusuf (Direktur PT.
Desakon/Konsultan Pengawas), Ferry Jonson Pandie (Pelaksana Lapangan PT.
Desakon) dan Hadmen Puri (Direktur PT. Cipta Eka Puri), ditahan di Rutan Kelas
IIB Kupang.
Dalam kerja penegakan hukum atas kasus dugaan
korupsi proyek pembangunan Fasilitas pameran Kawasan NTT FAIR, Tim Penyidik TIPIKOR Kejati NTT juga telah
melakukan penyitaan sejumlah barang bukti. Uang sejumlah Rp.686.140.900 yang
disita dari pihak konsultan pengawas proyek, merupakan salah satu dari sekian
barang bukti yang disita oleh pihak Tim Penyidik
TIPIKOR Kejati NTT.
Gambaran
Kasus
Paket
Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, merupakan proyek Dinas
Perumahan Rakyat Dan Kawasan Permukiman Provinsi NTT. Dana proyek Pembangunan
Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR ini, pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) NTT TA. 2018 (Anggaran Murni) dan mulai di tenderkan sejak
4 April 2018 dengan Kode Lelang, 861131. Ada 69 (enam puluh sembilan) perusahaan yang menjadi peserta tender dari proyek
yang nilai pagu paket proyek berdasarkan Dokumen
Pelaksanaan Anggaran (DPA)
adalah Rp.31.200.000.000,00 dan Nilai Harga Perkiraan
sendiri (HPS) adalah Rp.31.133.416.800,00.
Tender untuk proyek Pembangunan Fasilitas
Pameran Kawasan NTT FAIR dimenangkan oleh PT. Cipta
Eka Puri dengan harga penawaran Rp.29.856.902.000,00 dan harga terkoreksi
Rp.29.919.120.500,00. Sesuai dengan kontrak nomor
PRKP-NTT/643/487/BID.3CK/V/2018, tertanggal 14 Mei
2018, PT. Cipta Eka Puri dalam kapasitas sebagai kontraktor pelaksana, harus
mengerjakan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR mempergunakan
anggaran sesuai dengan nilai kontrak proyek sebesar Rp.29.919.120.500 dan masa
pelaksanaan proyek selama 220 hari kalender, terhitung mulai tanggal 14 Mei
2018 hingga 29 Desember 2018. Dalam implementasi, proyek ini belum rampung hingga batas waktu yang ditentukan.
Pada perkembangannya, proyek Pembangunan
Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR ini
diperpanjang waktu pengerjaannya selama 50 hari, kemudian ditambah lagi 40
hari, namun kontraktor tetap tidak mampu merampungkan pekerjaan. Perpanjang
waktu pengerjaan ini berpijak pada amanat Pasal 93
Perpres Nomor 54 Tahun 2010, tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015, pemberian
kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 50 hari kalender, serta berdasarkan
Pasal 4 Permenkeu Nomor 194/PMK.05/2014, tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam
Rangka Penyelesaian Pekerjaan yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir
Tahun Anggaran sebagaimana telah diubah dengan Permenkeu Nomor 243/MPK.05/2015,
pemberian kesempatan menyelesaikan pekerjaan maksimal 90 hari kalender.
Ironisnya, sampai dengan akhir masa perpanjangan waktu
pengerjaan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, yakni 31
Maret 2019, progres pengerjaan proyek hanya mencapai 54,8%. Hitungan ini
berdasarkan pemeriksaan fisik proyek yang dilakukan oleh tim penyidik TIPIKOR
Kejati NTT dengan melibatkan tim ahli, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK),
konsultan manajemen konstruksi dan project manager. Pemeriksaan lapangan ini
dimaksudkan untuk mencocokkan keterangan saksi dengan kondisi riil fisik
proyek, baik kualitas maupun volume. Hasil pemeriksaan lapangan tersebut
kemudian dihitung oleh tim ahli.
Temuan dari tim penyidik TIPIKOR Kejati NTT, sangat
kontradiktif dengan laporan dari Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman
Provinsi NTT dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang dimasukan pada dokumen
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur NTT Tahun 2018. Di
halaman 192 dokumen LKPJ Gubernur NTT Tahun 2018, pada intinya tertulis bahwa
Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang dilaksanakan di Kawasan NTT
FAIR Kota Kupang (Dsn. Bimoku, Kel. Lasiana, Kec. Kelapa Lima, Kota Kupang) dan
pelaksanaannya dimulai dari 14 Mei 2018 s/d 30 Maret 2019, hasilnya adalah
terbangunnya Fasilitas Pameran NTT FAIR (73,023%).
Terbengkalai dan mangkraknya pengerjaan proyek Pembangunan
Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR hingga saat ini, merupakan indikasi awal
adanya dugaan korupsi. Apalagi pada tanggal tanggal 14
Desember 2018, telah terjadi pencairan anggaran
proyek 100% dan dilakukan pembayaran secara penuh oleh Pejabat Pembuat Komitmen
(PPK) kepada rekanan. Itu berarti, telah dilakukan kelebihan pembayaran kepada
rekanan, walau faktanya progres pekerjaan belum rampung.
Dengan fakta pengerjaan proyek Pembangunan
Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang demikian, maka tidaklah sukar bagi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI)
Perwakilan NTT untuk menemukan adanya berbagai ketidakpatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan dalam pengelolaan keuangan negara. Karenanya tidaklah
mengherankan apabila dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi NTT Tahun Anggaran 2018, direkomendasikan
untuk pemerintah Provinsi NTT wajib menarik sejumlah uang dari rekanan, untuk
disetor ke Kas Daerah Provinsi NTT.
Dana yang wajib ditarik oleh Pemprov NTT dari rekanan
yang mengerjakan proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR, dan harus
disetor ke Kas Daerah, berdasarkan LHP BPK RI adalah: Pertama: Kelebihan pembayaran pekerjaan yang tidak sesuai dengan
prestasi kerja pada proyek Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar
Rp.1.577.384.264,72; Kedua,
Kekurangan penerimaan atas denda keterlambatan minimal terkait dengan pekerjaan
Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar Rp.1.359.960.022,73; dan
Ketiga, Kekurangan penerimaan atas
jaminan pelaksanaan yang belum dicairkan atas pekerjaan Pembangunan Fasilitas
Pameran Kawasan NTT FAIR sebesar Rp.2.692.720.845,00.
Lawan Kekuatan Politik
Koruptif
Walaupun masih ada pihak yang belum ditetapkan sebagai
tersangka, namun pihak Kejati NTT wajib diberi apresiasi karena telah
menetapkan 6 (enam) orang tersangka,
terkait dugaan korupsi pada paket Kegiatan Pembangunan Fasilitas Pameran
Kawasan NTT FAIR yang dikerjakan oleh kontraktor pelaksana, yakni PT. Cipta Eka
Puri berdasarkan kontrak nomor PRKP-NTT/643/487/BID.3CK/V/2018, tertanggal 14
Mei 2018, dengan nilai kontrak Rp.29.919.120.500 dan masa pelaksanaan
proyek 220 hari kalender, terhitung mulai
tanggal 14 Mei 2018 hingga 29 Desember 2018.
Pada sisi yang lain,
alangkah eloknya jika pihak Kejati NTT harus juga fokus untuk mengembangkan dan
terus mengusut 12 (duabelas) proyek
lainnya, terkait dengan Pembangunan Fasilitas Pameran Kawasan NTT FAIR yang di
kerjakan sejak tahun 2014 hingga tahun 2018. Untuk menunjang pengembangan dan
pengusutan 12 (duabelas) proyek
lainnya di kawasan NTT FAIR, pihak Kejati NTT dapat meminta pihak BPK RI
Perwakilan NTT untuk melakukan audit atau Pemeriksaan
dengan tujuan tertentu (PDTT). Hal ini menjadi penting agar kerja penegakan hukum yang
dilakukan oleh pihak Kejati NTT, tidak terkesan ada tebang pilih.
Manfaat lain dari pelibatan pihak BPK RI oleh pihak Kejati
NTT adalah “mungkin” mereka bisa menilai kembali opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atau unqualified opinion yang diberikan secara berturut-turut untuk LKPD
Pemprov NTT, sejak tahun 2015 hingga tahun 2018. Karena, sudah banyak kasus di
Indonesia yang terungkap bahwa untuk mendapatkan opini WTP dari BPK, para
pengelola keuangan negara tidak segan-segan melakukan penyuapan terhadap
auditor BPK.
------------------------------------------------
KETERANGAN:
1. Penulis
adalah Aktivis PIAR NTT.
2. Tulisan ini pernah
dipublikasikan dalam Harian Pagi TIMOR EXPRESS, tanggal 17 Juni 2019.