PEMADAMAN LISTRIK:
PT. PLN MENJUAL BARANG YANG CACAT PRODUK
Oleh. Paul SinlaEloE
Pada konteks Nusa Tenggara Timur pada umumnya dan khususnya di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang, krisis energi listrik tersebut telah menyebabkan pihak PT. PLN melakukan pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak (NB: Disebut sepihak karena tidak pernah meminta persetujuan dari konsumen) dan sangat mengorbankan rakyat.
Ironisnya, para pengambil kebijakan tertinggi baik pada level Pemprov NTT maupun Kabupaten Kupang dan Kota Kupang tidak pernah “bersuara” tentang persoalan yang sanagat meresahkan rakyat ini. (NB. Mungkin karena di rumah jabatan Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati &WaliKota/Wakil Walikota, yang dibiayai melalui pajak dan retribusi yang dikumpulkan oleh rakyat sambil mengeluarkan keringat darah dan airmata, tidak pernah terjadi pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak).
Pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak oleh PT. PLN ini disebut sangat meresahkan rakyat karena, selain aktivitas para pebisnis merugi akibat berbagai unit usaha mereka menggunakan jasa listrik, juga kerusakan barang-barang elektronik milik pelanggan yang tidak ternilai harganya. Bahkan lebih celakanya lagi, pemadaman mendadak itu berdampak kebakaran akbit arus pendek dan juga warga menggunakan lilin sehingga terjadi kebakaran di Kota Kupang seperti yang beritakan diberitakan media. Pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak oleh PT. PLN ini, juga patut diduga menjadi penyebab maraknya terjadi kasus pencurian dan merosotnya angka kelulusan siswa di Kota Kupang dan Kabupaten Kupang.
Berkaitan dengan Pemadaman listrik bergilir yang diduga dilakukan secara sepihak ini, pihak PT PLN sering berdalih bahwa tidak ada pemadaman listrik yang dilakukan secara sepihak, tetapi didahului dengan pemberitahuan (NB: Bagaimana informasi ini bisa didengar lewat media elektronik sedangkan listrik padam dan tidak semua konsumen punya uang untuk mengakses lewat media cetak) sehingga pelanggan sudah siap untuk mengamankan peralatan elektronik yang ada dirumah masing-masing. Argument seperti ini sangat di sayangkan karena sebagai “Pemain Tunggal” dalam bisnis kelistrikan di NTT pada umumnya dan khususnya di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang, PT PLN seharusnya menjual Produk listrik yang baik pada konsumen dan bukan barang yang “cacat produk”.
Betapa tidak cacat produk …?? Jika mengacu pada aspek regulasi, apa yang dilakukan oleh PT. PLN secara diametral sangat bertentangan dengan berbagai ketentuan hukum, seperti: UU No. 20 Tahun 2002, tentang Ketenagalistrikan, UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, KEPPRES No. 89 Tahun 2002, tentang Harga Jual Listrik 2003 yang disediakan oleh PT. PLN (Persero), serta SK. DIRJEN Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 114 tahun 2002, tentang deklarasi Tingkat Mutu Pelayanan tenaga Listrik yang Disediakan Oleh PT. PLN.
Sebagai contoh, simak pasal 4 UU No. 8 Tahun 1999, tentang Perlindungan Konsumen, yang dalam penjelasan huruf g nya di jelaskan bahwa konsumen mempunyai hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar, jujur dan tidak diskriminatif. Begitu juga dengan hak untuk mendapatkan ganti rugi akibat kerusakan berkaitan dengan pemadaman listrik sepihak, sebagaimana yang diatur dalam pasal 19 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999.
Konsumen listrik juga mempunyai hak sangat kuat seperti yang tertera dalam pasal 34 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2002 yang mengatakan bahwa konsumen listrik mempunyai hak untuk: Pertama, Mendapat pelayanan yang baik. Kedua, Mendapat tenaga listrik secara terus-menerus dengan mutu dan keandalan yang baik. Ketiga, Memperoleh tenaga listrik dengan harga yang wajar. Keempat, Mendapat pelayanan untuk perbaikan apabila ada gangguan tenaga listrik. Kelima, Mendapat ganti rugi apabila terjadi pemadaman yang diakibatkan kesalahan dan atau pengoperasian.
Selain “diikat” dengan UU No. 20 Tahun 2002, PT. PLN juga terikat dengan aturan yang lebih teknis, yakni SK DIRJEN Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 114 Tahun 2002, tentang deklarasi Tingkat Mutu Pelayanan tenaga Listrik yang Disediakan Oleh PT. PLN. Lewat SK DIRJEN tersebut, PT. PLN dipaksa untuk memberikan kompensasi sebesar 10% dari biaya beban (biaya Abonemen), jika PT. PLN melanggar 3 (tiga) indikator yang dideklarasikannya, yaitu: Lamanya Gangguan, Jumlah Gangguan dan Kesalahan Baca Meter. Sebagai contoh, jika PT. PLN menjajikan pemadaman dalam bulan agustus 2008 paling lama hanya 3 (tiga) jam, tetapi realisasinya melebihi 3 (tiga) jam, maka PT. PLN dikenakan penalty berupa pemberian kompensasi kepada konsumen listrik sebesar 10%. Atau jika PT. PLN mengatakan bahwa kesalahan baca meter dalam triwulan terakhir (Juli s/d September) sebanyak 2 (dua) kali, tapi realisasinya mencapai 3 (tiga) kali, maka akibatnya PT. PLN juga harus memberikan bonus kepada konsumen berupa discount 10% dari biaya beban (Abonemen).
Informasi dan kebijakan sepenting ini, sayangnya, nyaris tidak terdengar oleh konsumen. Sangat sedikit konsumen yang mengerti ada ketentuan ini. Ironisnya, PT. PLN sepertinya ‘menyembunyikan” ketentuan tersebut, agar tidak didengar, dilihat dan diketahui oleh konsumen. Padahal seharusnya SK DIRJEN Listrik dan Pemanfaatan Energi No. 114 tahun 2002, seharusnya diumumkan seacara luas oleh PT. PLN, sehingga masyarakat konsumen dapat memahami dan agar mereka bias melakukan komplain.
Pada akhirnya saya ingin mengatakan bahwa “Ketika ketidakadilan yang dilakukan oleh PT. PLN kepada konsumen makin sempurna, maka indikasi korupsi yang terjadi dalam pengelolaan PT. PLN semakin transparan”. Untuk itu, sudah seharusnya seluruh konsumen listrik di Kabupaten Kupang dan Kota Kupang melakukan pemantauan korupsi yang diduga terjadi di PT. PLN, sekaligus melakukan gugatan Class Action kepada pihak PT. PLN agar mendapat ganti rugi sehubungan dengan pemadaman listrik yang diduga dilakukan secara sepihak oleh pihak PT. PLN. (Tulisan ini Pernah di Publikasi Dalam Harian pagi Timor Express, tanggal 13 September 2008).
-----------------------------------------------------------------
Penulis: Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT