Sabtu, 06 Juni 2009

Parpol dan Rekrutmen Caleg


PARPOL DAN REKRUTMEN CALEG
Oleh. Paul SinlaEloE


Salah satu fungsi dari partai politik sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Partai Politik adalah rekrutmen politik/rekrutmen calon anggota legislator (caleg). (NB: Lihat Pasal 11 ayat (1) Huruf e Jo. Pasal 12 Huruf f). Oleh karena itu, tidak lah mengherankan apabila Partai politik peserta Pemilu 2009 saat ini disibukkan dengan penjaringan caleg. Apalagi sudah menjadi rahasia umum bahwa Tanggal 14 hingga 19 Agustus 2008 merupakan batas waktu pendaftaran yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) kepada partai politik peserta Pemilu 2009 untuk menyetorkan nama-nama calegnya.

Berdasarkan pengalaman di Indonesia pada umumnya dan khususnya di Nusa Tenggara Timur (NTT), pola penjaringan caleg yang dilakukan oleh partai politik hanya asal-asalan tanpa seleksi yang memadai. Asal orang itu anggota partai ataupun terkenal, memiliki massa dan uang, serta jalinan persaudaraan, jadilah mereka caleg. Dengan pola seperti ini, maka tidaklah mengherankan apbila rekrutmen caleg yang dilakukan oleh partai politik sebagaimana terjadi selama ini, hanya bersinggungan dengan tiga kelompok politik.

Ketiga kelompok politik dimaksud adalah: Kelompok Pertama, Aristokrat yakni kelompok dimana kekuasaan menjadi faktor untuk mempengaruhi sistem politik yang ada. Biasanya, kelompok ini termasuk orang-orang yang sekarang sudah mempunyai kekuasaan di parlemen. Dengan adanya pemilu, Aristokrat akan mencalonkan kembali dirinya melalui parpol yang dilihatnya memiliki jatah kursi lebih banyak di DPR/DPRD. 

Kelompok Kedua adalah saudagar, dimana kekayaan menjadi ukuran penting demi mencapai kursi panas. Kelompok ini biasanya para pengusaha yang memang telah menyumbang dana kepada parpol yang akan bertarung di pemilu. Setelah sumbangan diberikan, selanjutnya pihak parpol memberikan imbalan kepada pengusaha atau orang yang dipilihnya untuk “memesan tempat” di DPR/DPRD. Lalu saudagar tersebut dapat mencalonkan diri atau mencalonkan orang lain yang menurut mereka bisa diandalkan demi memenuhi kepentingannya sendiri. 


Jawara adalah Kelompok Ketiga. Jawara yang dimaksud adalah orang-orang yang mempunyai pengaruh besar dalam suatu lingkungan. Mereka biasanya memiliki kenalan yang luas serta anak buah yang banyak. Posisi jawara di lingkungan parlemen memang mempunyai pengaruh yang besar.

Realitas rekruitmen caleg seperti ini sangat disayangkan karena harus dipahami bahwa seorang caleg memiliki peran strategis, karena di tangan merekalah rakyat menitipkan kedaulatan dan mandat. Caleg yang dijaring harus orang-orang yang berkualitas, tidak asal comot (rekrut). Mereka harus memiliki kemampuan berpolitik, mempunyai intelektualitas yang memadai, menguasai bidang hukum, sosial dan sebagainya, serta bersih dari tindak kejahatan baik korupsi maupun tindakan kriminal lainnya.

Pada Konteks NTT, pola rekruitmen caleg yang yang seperti ini otomatis akan munculah anggota legislative yang hanya mementingkan dirinya sendiri dan mengabaikan kesejahteraan dari mayoritas rakyat. Dalam istilah Pius Rengka dan Alex Ofong, mereka yang menjadi anggota legislative tidak lebih dari “seonggok daging” dan hanya bisa “merampok” uang rakyat.

Argument ini bisa dibenarkan dengan melihat fantastisnya angka kemiskinan dan bombastisnya angka korupsi di NTT. Data PIAR NTT tahun 2007 yang menunjukan bahwa dari 80 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian keuangan Negara sebesar Rp. 215.464.750.567,- dengan jumlah pelaku bermasalah sebanyak 363 orang dan anggota DPRD yang diduga sebagai pelaku bermasalah sebanyak 204 orang. Sedangkan data kemiskinan 2007 versi Bappeda NTT, menunjukan bahwa dari total jumlah penduduk NTT sebanyak 4.448.873 terdapat 1.166.600 penduduk yang dikategorikan miskin. (NB: data BAPPEDA NTT tahun 2007 ini berbeda dengan data Kementerian Daerah Tertinggal pada tahun 2007, yang menyatakan bahwa dari 4.355.100 penduduk NTT 2,8 juta (66,6%) penduduknya adalah orang miskin).

Bertolak dari fakta rekrutmen caleg yang “buruk” beserta dampak yang dihasilkan, maka dalam hal rekruitmen caleg, idealnya partai politik yang menjadi peserta pemilihan umum tahun 2009 harus segera: Pertama, Membuat pola rekrutmen yang sistematis dengan langkah-langkah sebagai berikut: Membentuk tim rekrutmen, Menentukan kelompok sasaran/konstituen mana yang akan direkrut, Menyiapkan sarana dan prasarana untuk rekrutmen, Menentukan pesan utama yang akan dikomunikasikan, Menetapkan waktu dan lokasi perekrutan, Menentukan standar pola rekrutmen yang khusus untuk anggota biasa, pengurus partai, calon legislatif, staf profesional, dll. 


Kedua, proses rekrutmen harus berlangsung secara terbuka. Masyarakat harus memperoleh informasi yang memadai dan terbuka tentang siapa kandidat parlemen dari partai politik, track record masing-masing kandidat, dan proses seleksi hingga penentuan daftar calon. Partai politik mempunyai kewajiban menyampaikan informasi (sosialisasi) setiap kandidatnya secara terbuka kepada publik. Di sisi lain, partai juga harus terbuka menerima kritik dan gugatan terhadap kandidat yang dinilai tidak berkualitas oleh masyarakat. 


Ketiga,
proses rekrutmen harus bersandar pada partisipasi elemen-elemen masyarakat sipil. Partisipasi bukan dalam bentuk mobilisasi massa atau penggunaan hak pilih (vote), tetapi yang jauh lebih penting adalah menguatnya suara (voice) dan kontrol masyarakat terhadap sepak terjang partai. Dalam memproses rekrutmen, partai memang harus memperhatikan suara atau aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Di sisi lain, elemen-elemen organisasi masyarakat sipil harus berjuang dan membangun jaringan untuk memperkuat partisipasi masyarakat tersebut. Sebagai contoh, partisipasi masyarakat sipil tersebut bisa dilakukan dengan cara politician tracking terhada kandidat yang disiapkan oleh partai. Politician tracking adalah upaya investigasi dan menampilkan seluruh track record setiap kandidat, yang bisa digunakan sebagai referensi bagi masyarakat dalam menjatuhkan pilihannya.

Pada akhirnya, saya ingin menegaskan bahwa jika suatu partai politik tidak becus dalam melakukan rekrutmen politik/caleg, maka partai politik tersebut akan terjebak dalam praktik korupsi dan praktek pemiskinan terhadap rakyat serta akan bermetamorfose menjadi bagian dari kekuatan koruptif baru yang memiskinkan rakyat karena kadernya yang ada di lembaga perwakilan akan menjadi pelopor dalam berkorupsi dan pencetus kebijakan yang memiskinkan rakyat.
(Tulisan ini pernah dipublikasi dalam Harian Pagi TIMOR EXPRESS, tanggal 08 Agustus 2008).


------------------------

Penulis: Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...