CATATAN KORUPSI AKHIR TAHUN 2012 - PIAR NTT
SEKTOR
PELAYANAN PUBLIK TERKORUP
DI
NUSA TENGGARA TIMUR
CATATAN PENGANTAR
Korupsi merupakan faktor utama
yang menghambat proses pembangunan menuju kesejahteraan di Nusa Tenggara Timur
(NTT). Di NTT, praktik korupsi begitu subur dan menjamur. Media massa lokal
setiap harinya selalu menyuguhkan kasus (dugaan) korupsi yang terjadi hampir
semua tingkat birokrasi pemerintahan, mulai dari desa hingga provinsi. Bahkan, korupsi sudah
menggerogoti lembaga eksekutif, legislatif maupun yudikatif, sehingga muncul
kesan, korupsi telah menjadi ”gaya hidup” baru dikalangan pejabat atau
birokrat. NTT juga seakan telah menjadi “surga”nya bagi para koruptor.
Di NTT, tidak sedikit orang yang telah terindikasi korupsi
dipercayakan untuk menduduki posisi penting dalam pemerintahan. Mereka yang
diharapkan menjadi pelayan bagi rakyat, justru dalam kerja-kerjanya hanya
berorientasi melayani dirinya sendiri (NB.
Termasuk hanya melayani keluarga dan kroni-kroninya). Akibatnya, hak konstitusional warga NTT yang tertuang dalam UUD 1945 seperti
hak atas pendidikan, hak atas kesehatan dan hak atas pelayanan dasar lainnya
menjadi terabaikan akibat korupsi. Korupsi telah menjadi warna sumbang sekaligus memberi pilar ”hitam” yang
tegas dalam cakrawala pembangunan di NTT.
PIAR NTT DAN PEMANTAUAN KORUPSI
Perkumpulan Pengembangan
Inisiatif dan Advokasi Rakyat (PIAR), adalah organisasi non pemerintah yang
bersifat independent dan non profit di NTT yang pendiriannya telah
dilegalformalkan dengan Akte Notaris Nomor 71 pada tanggal 15 Nopember 2002,
dan terdaftar pada Pengadilan Negeri Kupang, dengan nomor 1/AN/PIAR/Lgs/2002/PN.KPG,
pada tanggal, 23 November
2002. PIAR NTT dalam kerja-kerjanya konsern pada isue Hak Asasi Manusia,
Penegakan Hukum dan Pemberantasan Korupsi.
Di tahun 2012 ini, PIAR NTT melakukan pemantauan korupsi yang tersebar di
20 (Dua Puluh) wilayah Kabupaten/Kota yang berada di NTT, yakni: Kota Kupang,
Kab. Kupang, Kab. TTS, Kab. TTU, Kab. Belu, Kab. Alor, Kab. Rote Ndao, Kab.
Sabu Raijua, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Manggarai Timur, Kab.
Nagakeo, Kab. Ngada, Kab. Lembata, Kab. Ende, Kab. Flores Timur, Kab. Sikka,
Kab. Sumba Timur, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Sumba Barat. Selain pada lingkup
daerah desentralisasi, PIAR NTT juga secara khusus melakukan pemantauan korupsi
yang terjadi daerah dekonsentrasi yakni pada level pemerintahan Prov. NTT.
Pemantauan korupsi yang dilakukan
oleh PIAR NTT ini berbasiskan pada: Pertama,
Kasus korupsi yang diadvokasi oleh PIAR NTT dan jaringannya. Kedua, Media Massa (NB: Media Cetak,
Media Elektronik dan Media On-Line). Rentang waktu pemantauan dimulai sejak 1
Januari 2012 hingga 9 Desember 2012. Hasil pemantauan ini dimaksudkan untuk
menggambarkan fenomena korupsi di NTT.
POTRET KORUPSI DI NTT
Nusa Tetap Terkorup. Itulah julukan yang paling pantas
diberikan untuk NTT, jika fenomena korupsi di Provinsi ini dicermati secara
jujur. Haasil pemantauan PIAR NTT menunjukan bahwa pada tahun 2012, di NTT
terdapat Dari 135 (Seratus Tiga Puluh Lima)
kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT, terdapat indikasi kerugian negara
sebesar Rp.449.851.831.680,00 (Empat
ratus empat puluh Sembilan milyar delapan ratus lima puluh satu juta delapan
ratus tiga puluh satu ribu enam ratus delapan puluh rupiah).
Keseluruhan kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT
ini, tersebar di 20 (Dua Puluh) Kab/Kota dan 1 (satu) daerah dekonsentrasi yakni, Prov. NTT. Peta penyebaran kasus
per-wilayah cukup merata, yakni berkisar antara 1 – 20 kasus. Kasus terbanyak
terjadi di Kab. Rote Ndao dengan 20 kasus dan di “susul” oleh jajaran pemerintahan
Prov NTT dengan 17 kasus, Kota Kupang 15 kasus, Kab. TTS 13 kasus, Kab. Sikka 13 kasus, Kab. Manggarai 9
kasus, Kab. Flores Timur 8 kasus, Kab. TTU
7 kasus, Kab. Ende 7 kasus, Kab.
Kupang 5 Kasus, Kab. Belu 4 kasus, Kab. Alor 4 kasus, Kab. Sumba Barat Daya 2
kasus, Kab Sumba Timur 2 kasus,
Kab. Manggarai Barat 2 kasus, Kab. Lembata 2 kasus. Selanjutnya di Kab. Sumba
Barat, Kab. Nagakeo, Kab. Manggara Timur dan Kab Sabu Raijua masing-masing
terdapat 1 kasus.
Jika dilihat dari sektor korupsi, maka terdapat 98
(73%) kasus yang dipantau oleh PIAR NTT terjadi pada SEKTOR PELAYANAN PUBLIK
YANG BERSENTUHAN LANGSUNG DENGAN WARGA NTT. Sedangkan 38 (27%) kasus lainnya
merupakan kasus yang tidak bersentuhan secaara langsung.
Perincian jumlah kasus per-sektor sebagai berikut: Sosial Kemasyarakatan 15 kasus,
Perhubungan dan Transportasi 13 kasus, Pendidikan 17 kasus, Kesehatan 14 kasus,
Pemerintahan 15 kasus, Keuangan Daerah 16 kasus, Dana Bantuan 10 kasus,
Perikanan dan Kelautan 9 kasus, Pertambangan/Energi/Kelistrikan 3 kasus,
Pertanian/Perkebunan/Peternakan 5 kasus, Perumahan Rakyat 2 kasus, Perbankan 2
kasus, Pemilu/Pemilukada 2 kasus, Air Bersih 2 kasus, Pajak/Retribusi 1 kasus,
Kebudayaan dan Pariwisata 3 kasus, Informatika/Telekomunikasi 2 kasus,
Spiritual Keagamaan 1 kasus, Dana Desa 3 kasus.
Pelaku
bermasalah dari ke-135 kasus korupsi yang di pantau oleh PIAR NTT pada tahun
2012 ini sebanyak 470 orang dan 39 orang
diantaranya melakuakan pengulangan tindak korupsi. Para Pelaku bermasalah dari 135 kasus
dugaan korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT ini terbanyak menduduki jabatan DPRD
dnegan jumlah 166 orang. Selanjutnya, Pejabat Pemda 123 orang, Pelaku Swasta 47
orang, Panitia Tender/PHO/FHO 19 orang, Pimpro/Benpro/PPK 12 orang, Pejabat Perbankan/BUMN/BUMD
12 orang, Penyelenggara/Pengawas PEMILU/PILKADA 8 orang, Bupati/Walikota 7
orang, Camat/Pejabat Desa/Pejabat KelurahaN 7 orang, Pelaksana Proyek PNPM/Dana
Bantuan 5 orang, Wakil Bupati/Wakil Walikota 3 orang, Tim Peneliti 3 orang, Kepala
Sekolah/Guru 2 orang dan terdapat 54 orang yang jabatannya belum terekspoe.
Hasil pantauan PIAR NTT juga
menunjukan bahwa Status hukum dari 470 pelaku bermasalah, terdapat 216 (46%)
orang yang sataus hukum belum ditetapkan. Sedangkan pelaku bermasalah yang
memiliki sataus tersangka sebanyk 196 (42%) orang, terdakwa41(9%) orang dan 17
(3%) orang memiliki sataus terpidana (NB: Vonis dari 6 orang diantaranya sudah In
Kracht atau Keputusan yang sudah mempunya kekuatan hukum
tetap).
Modus operandi yang dipergunakan oleh para pelaku
bermaslah dalam 135 kasus dugaan korupsi di NTT sesuai hasil pantauan PIAR NTT berdasarkan
modus terbanyak adalah Penyalahgunaan Wewenang 36 (27%) kasus, Mark Up 34 (25%)
kasus, Pengerjaan Proyek Tidak Tuntas 11 (8%), Pengerjaan Proyek Tidak Sesuai
Bestek 10 (7%) kasus, Penggelapan Dalam Jabatan (7%), Manipulasi Laporan 7 (5%)
kasus, Pengadaan Barang Tidak Sesuai Spesifikasi 6 (4%) kasus, Proyek Fiktif 6
(4%) kasus, Perjalanan Dinas Fiktif 4 (3%) kasus, Penciptaan Mata Anggaran Baru
4 (3%) kasus, Penyalahgunaan Wewenang 3 (2%) kasus, Mark Down 2 (2%) kasus,
Pemanfaatan anggaran tidak sesuai peruntukan dan pemerasan dalam jabatan
masing-masing 1 (1%) kasus.
Keseluruhan kasus yang dipantau oleh PIAR NTT ini, jika
dilahat dari usia kasus, dapat dipilah menjadi 2 (dua) kategori, yakni: Kasus
Lama dan Kasus Baru. Kasus Lama adalah Kasus korupsi usaianya lebih dari 3
(Tiga) tahun (NB: Kasus yang terjadi dari tahun 2001 S/D 2009), sedangkan Kasus
Baru ialah Kasus korupsi usaianya belum mencapai dari 3 (Tiga) tahun (NB: Kasus
korupsi yang terjadi pada tahun 2010 S/D 2012). Dengan pengkategorian seperti
ini, maka terdapat 101 (75%) kasus yang merupakan Kasus Lama dan Kasus Baru
sebanyak 34 (25%) kasus.
CATATAN PENUTUP
Pelaksanaan pelayanan publik oleh
aparatur pemerintah di NTT baik itu di level Provinsi maupun di tingkatan
Kabupaten/Kota masih banyak sarat dengan korupsi. Untuk itu, korupsi yang
terjadi disektor pelayanan publi harus di berantas. Ada 2 (Dua) pendekatan yang
harus dipergunakan secara komplementer. Kedua pendekatan ini akan bisa berhasil
secara optimal jika masyarakat mau terlibat dan dilibatkan dalam kerja-kerja
pengawasan pelayanan public serta kerja-kerja pemberantasan korupsi. Kedua
pendekatan tersebut adalah:
1.
PENCEGAHAN. Menyusun
Rencana Aksi Daerah Pemberantasan Korupsi. Pemerintah di NTT
baik itu di tingkat provinsi maupun pada level kabupaten/kota harus segera
menyusun Rencana aksi daerah pemberantasan korupsi dengan langkah-langkah yang
meliputi prioritas tindakan sebagai berikut: (1). Penyempurnaan sistem pelayanan publik; (2). Peningkatan kinerja layanan pemerintahan, (3). Peningkatan kinerja lembaga pelayanan publik; (4). Penyempurnaan sistem manajemen
keuangan negara; (5). Penyusunan sistem
procurement/pengadaan barang dan jasa pemerintah; (6). Peningkatan kualitas kinerja lembaga pengawas internal; (7). Penyusunan sistem sumber daya
manusia dan pembinaan aparatur negara; (8).
Peningkatan kesadaran dan partisipasi masyarakat; (9). Membuka ruang partisipasi/peran serta masyarakat dalam
pengawasan pelayanan publik; (10). Penyempurnaan
materi hukum pendukung;
2.
PENINDAKAN. Perbaiki Kinerja Aparat Penegak Hukum.
Tingginya tingkat korupsi di NTT tidak terlepas dari lemahnya proses penegakan
hukum. Kelemahan ini baik secara sadar maupun tidak sadar, sering menjadi celah
bagi para koruptor lepas bahkan bebas dari jeratan hukum. Lemahnya kinerja
aparat hukum di daerah ini, juga telah membuat banyak kasus korupsi mengendap
dan bahkan Berulang Tahun di tingkat penyidikan (NB: Baik yang dilakukan oleh pihak Kepolisian
maupun Kejaksaan). Buktinya, dari 135 kasus korupsi yang dipantau oleh PIAR NTT
dan jaringannya, terdapat terdapat
101 (75%) kasus yang merupakan Kasus Lama atau kasus korupsi usaianya
lebih dari 3 (Tiga) tahun. Sementara kinerja hakim di NTT berkaiatan dengan
kasus korupsi belum juga juga menunjukan hasil yang maksimal karena masih ada
pelaku bermasalah/aktor dari tindak korupsi di NTT yang divonis bebas. Untuk
itu, dalam rangka memperbaiki/meningkatkan kinerja aparat penegak hukum
(Kepolisian dan Kejaksaan) sudah seharusnya kedepan Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) yang merupakan lembaga “SUPER BODY”, jangan hanya sibuk menangani
kasus korupsi yang ada di tingkat pusat dan kasus korupsi yang nilai kerugian
Negara di atas satu milyar rupiah, tetapi juga harus melakukan pendidikan anti
korupsi kepada Aparat Penegak hukum didaerah, melaksanakan tugas supervisi ke
daerah-daerah termasuk NTT sekaligus mengambil alih kasus sebagimana amanat
pasal 9 UU No. 30 tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
Kupang, 20 Desember 2012
Salam Anti Korupsi,
( Ir. Sarah Lery Mboeik )
Direktur PIAR NTT