Rabu, 28 November 2012

Rekrutmen Pimpinan Penegak Hukum


REKRUTMEN PIMPINAN PENEGAK HUKUM1)
Oleh. Paul SinlaEloE2)


CATATAN PENGANTAR
Sesuai dengan Term of Reference (TOR) yang diberikan oleh penyelenggara kegiatan kepada saya, maka pada kesempatan ini saya diminta untuk menyampaikan pemikiran/catatan kritis mengenai: “Proses Perekrutan Pimpinan Badan-Badan Lain Terkait Dengan  Kekuasaan Kehakiman (POLRI, KEJAKSAAN, KPK, KY dan KOMNAS HAM) Dalam Sistem Ketatanegaraan”. Namun tanpa seijin penyelenggara kegiatan, saya merubah judulnya menjadi sebagaimana yang tertera dalam makalah ini. Untuk itu saya mohon maaf.

Agar diskusi ini lebih terfokus pada judul, maka makalah ini akan dijabarkan dengan sistematika sebagai berikut: Pertama, Catatan Pengantar. Kedua, Memahami Negara Hukum. Ketiga, Rekrutmen Pemimpin POLRI. Keempat, Rekrutmen Pemimpin Kejaksaan. Kelima, Rekrutmen Komisioner (KPK, KY dan KOMNAS HAM). Keenam, Catatan Penutup.

MEMAHAMI NEGARA HUKUM
Secara embrionik, gagasan negara hukum telah dikemukakan oleh Plato, ketika ia mengintroduksi konsep Nomoi, sebagai karya tulis ketiga yang dibuat di usia tuanya. Dalam Nomoi, Plato mengemukakan bahwa penyelenggaraan negara yang baik ialah yang didasarkan pada pengaturan (hukum) yang baik. Gagasan Plato tentang negara hukum ini semakin tegas ketika didukung oleh muridnya, Aristoteles, yang menuliskannya dalam buku Politica. Aristotoles mengemukakan ide Negara hukum yang dikaitkannya dengan arti Negara yang dalam perumusannya masih terkait kepada “polis”. Bagi Aristoteles, yang memerintah dalam Negara bukanlah manusia, melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaanlah yang menentukan baik buruknya suatu hukum.

Dalam perkembangannya, istilah negara hukum telah digunakan berbeda-beda di negara-negara Eropa dan Amerika. Negara Jerman dan Belanda mempergunakan istilah rechtsstaat sebagai negara hukum, di negara Perancis negara hukum dikenal dengan istilah etat de droit, di negara Spanyol menggunakan istilah estado de derecho, sedangkan di Negara Italia negara hukum digunakan dalam istilah stato di diritto. Berbeda halnya dari negara-negara tersebut, negara Inggris menggunakan istilah negara hukum dengan istilah the state according to law atau according to the rule of law. Di Amerika Serikat istilah ini dikembangkan menjadi jargon, yaitu The Rule of Law, and not of Man. Istilah yang berlaku di Amerika Serikat ini untuk menggam­barkan pe­ngertian bah­wa hukumlah yang sesungguhnya memerintah atau memimpin dalam suatu negara, bukan manusia atau orang.

Terlepas dari beragamnya pemaknaan istilah negara hukum, namun secara sederhana negara hukum dapat dipahami sebagai negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan harus berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Suatu negara jika disebut sebagai negara hukum3) minimal memiliki ciri sebagai berikut: Pertama,  Adanya pemenuhan, penghormtan dan perlindungan terhadap hak-hak asasi. Kedua, Terdapat Peradilan yang bebas dari suatu pengaruh kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak. Ketiga, Adanya jaminan kepastian hukum dimana ketentuan hukumnya dapat dipahami dan dilaksanakan serta aman dalam melaksanakannya.

REKRUTMEN PEMIMPIN POLRI
Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, telah mememerintahkan agar Kapolri diangkat dan diberhentikan oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Selain itu, di tegaskan pula bahwa Calon Kapolri adalah Perwira Tinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang masih aktif dengan memperhatikan jenjang kepangkatan dan karier.

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, juga mengamantkan bahwa usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya. Untuk persetujuan atau penolakan Dewan Perwakilan Rakyat terhadap usul Presiden harus diberikan dalam jangka waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal surat Presiden diterima oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hal Dewan Perwakilan Rakyat tidak memberikan jawaban dalam rentang waktu yang telah ditentukan, maka calon yang diajukan oleh Presiden dianggap disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jika dalam keadaan mendesak, maka Presiden dapat memberhentikan sementara Kapolri dan mengangkat pelaksana tugas Kapolri dan selanjutnya dimintakan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pengangkatan Kapolri yang selama ini dilakukan presiden barangkali terkesan sebagai peristiwa pemerintahan biasa. Namun jika dicermati kepentingan yang ditaruh oleh  banyak pihak pada proses rekrutmen pemimpin POLRI ini, maka akan jelas terlihat bahwa pengangkatan Kapolri ternyata telah berubah menjadi peristiwa politik.

Momentum pengangkatan Kapolri menjadi ajang bagi segenap kekuatan politik menunjukkan hegemoninya. Semua pihak bermanuver supaya proses berjalan sesuai kehendaknya. Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat, pemerintah, maupun elit politik memiliki kepentingan terhadap Polri berbeda-beda. Masyarakat menuntut Polri total menjalankan fungsi pengamanan sebagai pengayom, pemerintah berkepentingan menggunakannya untuk meligitimasi kekuasaan, sedangkan elit politik bermaksud menggunakannya sebagai pengawal kepentingan-kepentingan politisnya.

Dengan model perekrutan seperti ini, maka tidaklah mengherankan apabila usulan Kapolri biasanya sudah mencantumkan ”jago” yang dikehendaki oleh Presiden atau calon yang telah disepakati bersama antara DPR dan Presiden. Itulah mengapa terkadang didapati promosi dan kenaikan pangkat dari seorang calon Kapolri diperoleh secara mendadak.4)

Untuk menghindari hal tersebut, presiden dalam menjalankan hak prerogatifnya sebaiknya tidak bekerja sendiri. Presiden perlu membentuk tim independen yang terdiri dari berbgai kalangan untuk menetapkan kriteria sekaligus merekomendasikan nama calon Kapolri. Selain perwakilan dari POLRI tim ini harus diisi oleh perwakilan LSM pemantau polisi, praktisi hukum, dan Kompolnas. Mekansime ini patut dipertimbangkan untuk menghindari subjektifitas presiden yang berlebihan sekaligus juga dimaksudkan untuk mengurangi intervensi dari lembaga politik.

REKRUTMEN PEMIMPIN KEJAKSAAN
Secara yuridis, Kejaksaan Republik Indonesia termasuk salah satu badan yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.5) Untuk lebih memantapkan kedudukan dan peran Kejaksaan Republik Indonesia sebagai lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan Negara di bidang penuntutan harus bebas dari pengaruh kekuasaan pihak mana pun.

Pada sisi yang lain, pasal 19 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengamantkan bahwa Jaksa Agung adalah pejabat Negara yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden. Sementara pasal 22 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, juga secara tegas menyatakan bahwa Jaksa Agung diberhentikan dengan hormat dari jabatannya karena meninggal dunia, permintaan sendiri, sakit jasmani atau rohani terus menerus, berakhir masa jabatannya, dan tidak lagi memenuhi salah satu syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia.6) Pemberhentian dengan hormat ini harus ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Bertolak dari realita yang demikian, maka yang menjadi pertanyaannya adalah sejauh mana independensi dari kejaksaan jika pengangkatan dan pemebrhentian pemimpinnya dilakukan oleh presiden? Pada konteks ini, pengangkatan dan pemebrhentian pimimpinan kejaksaan sebaiknya diatur dalam sebuah peraturan perundang-undangan yang merupakan norma hukum tertinggi dalam sebuah negara, yaitu konstitusi. Dengan diatur dalam konstitusi diharapkan pengangkatan dan pemberhentian pimpinan kejaksaan akan lebih terjamin independensinya dari pengaruh-pengaruh kekuasaan politik presiden atau pengaruh dari mana pun juga datangnya.

Langkah lainnya yang bisa menjadi pertimbangan untuk menjamin independensi dari lembaga kejaksaan adalah presiden dalam menjalankan prerogatifnya sebaiknya tidak bekerja sendiri. Presiden perlu membentuk tim independen yang terdiri dari berbgai kalangan untuk menetapkan kriteria sekaligus merekomendasikan nama calon pimpinan kejaksaan. Mekansime ini patut dipertimbangkan untuk menghindari subjektifitas presiden yang berlebihan sekaligus juga dimaksudkan untuk mengurangi intervensi dari lembaga politik.

REKRUTMEN KOMISIONER
(KPK, KOMISI YUDISIAL dan KOMNAS HAM)
Dalam proses transisi dari rezim otoritarian menuju rezim yang lebih demokratis di suatu Negara, biasanya dibutuhkan begitu banyak state independent bodies yang berguna sebagai penunjang tugas negara di tengah kompleksitas kebutuhan ketatanegaraan. Sebagai konsekuensi logisnya dibutuhkan  komisioner yang berkualitas sehingga mereka benar-benar mampu mengawal lembaga negara independen yang dapat menunjang kehidupan bernegara.

Untuk mendapatkan mendapatkan komisioner yang benar-benar bermutu, punya integritas, punya kapabilitas baik secara keilmuan dan keberanian, serta punya akseptabilitas yang kuat di publik, diperlukan proses rekrutmen yang lebih baik. Masalah yang terlihat dalam proses seleksi komisioner setidaknya dari berbagai proses seleksi yang sudah ada selama ini adalah Pertama, perihal open recruitment yang dikenakan pada kandidat calon komisioner. Model rekrutmen terbuka sebenarnya cukup menarik untuk mendapatkan calon yang baik. Namun, model terbuka ini membuat para pelamar bukan hanya orang yang benar-benar mau memimpin lembaga negara independen untuk perbaikan, tetapi malah kebanyakan pencari kerja. Model ini berimplikasi pada anggaran untuk melakukan tracking rekam jejak. Dengan alur pikir seperti ini, model rekrutmen terbuka untuk para komisioner layaknya diganti dengan model rekrutmen khusus patut dipikirkan dan dipergunakan.

Kedua, persoalan politik di fit and proper test. Wajah fit and proper test telah mengubah kemungkinan mendapatkan orang terbaik bagi publik, tetapi hanya terbaik bagi para politisi. Pada prinsipnya, fit and proper test yang selama ini ada membutuhkan sentuhan perbaikan.  Kalaupun mekanisme Fit and proper test masih diperlukan dalam suatu proses rekrutmen, maka model panel ahli akan jauh lebih tepat untuk menutup peluang pembunuhan karakter oleh DPR yang terjadi selama ini.

CATATAN PENUTUP
Demikianlah sumbangan pemikiran saya mengenai Rekrutmen Pimpinan Penegak Hukum. Kiranya bermanfaat dan ini dapat mengantarkan kita pada suatu diskusi yang lebih luas.




DAFTAR BACAAN
1.      Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 2010.
2.      Nurmadjito, Refleksi Hukum Birokrasi, Penerbit Indonesiasatu Publisher, Jakarta, 2009.
3.      Paul SinlaEloE, Menggugat Profesionalisme Jaksa, Artikel yang dipublikasikan dalam Harian Pagi Timor Express, tanggal 19 Februari 2008.
4.      Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia dan Penegakan Hukum, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 2011.
5.      Ridwan HR, Hukum Adminstrasi Negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, 2003.
6.      Zainal Arifin Mochtar, Memperbaiki Seleksi Komisioner Lembaga Independen, Artikel yang dipublikasikan dalam http://metrotvnews.com, tanggal 2 Juni 2010.
7.      Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999, tentang Hak Asasi Manusia
8.      Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000, tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
9.      Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
10.  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Korupsi.
11.  Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
12.  Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011, tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004, Tentang Komisi Yudisial.
13.  KEPutusan PRESiden Nomor 50 Tahun 1993, KOMNAS HAM.
14.  Peraturan Presiden Nomor 52 Tahun 2010, tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara RI.


CATATAN KAKI:
1) Materi ini dipresentasikan dalam Kegiatan Deseminasi Rekomendasi Kebijakan Hukum Nasional yang berthema: “Perekrutan Pimpinan Badan-Badan Lain Terkait Dengan  Kekuasaan Kehakiman (POLRI, KEJAKSAAN, KPK, KY dan KOMNAS HAM) Dalam Sistem Ketatanegaraan”, yang dilaksanakan oleh Komisi Hukum Nasional (KHN), di Restoran Nelayan-Kota Kupang, pada tanggal 12 November 2012.
2) Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT.
3) Secara Konstitusional, pasal 1 ayat (3) UUD 1945 secara tegas menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Sebagai sebuah negara hukum sudah seharusnya kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan keadilan (pasal 24 ayat (1) UUD 1945).
4) Proses pengangkatan Komjen (Pol) Timur Pradopo sebagai Kapolri merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri. unculnya nama Komjen (Pol) Timur Pradopo sebagai calon tunggal Kapolri yang diusulkan Presiden SBY ke DPR RI terkesan tergesa-gesa dan cenderung mengabaikan 2 (dua) nama calon Kapolri yang sebelumnya diusulkan Kompolnas, yakni Komjen (Pol) Nanan Sukarna dan Komjen (Pol) Imam Sudjarwo. Pengangkatan Komjen (Pol) Timur Pradopo sebagai Kapolri tak diduga banyak kalangan. Pasalnya, dalam proses seleksi awal yang dilakukan Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), nama Timur Pradopo tidak masuk dalam nominasi calon Kapolri. Dalam proses seleksi Kompolnas hanya muncul 2 (dua) nama calon kuat Kapolri, yakni Komjen (Pol) Nanan Sukarna dan Irjen (Pol) Imam Sudjarwo. Saat diusulkan sebagai calon Kapolri, Komjen (Pol) Nanan Sukarna masih menjabat sebagai Irwasum, sedangkan Irjen (Pol) Imam Sudjarwo menjabat sebagai Kepala Lemdiklat. Dengan keluarnya Peraturan Presiden No. 52 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kepolisian Negara RI, maka pangkat Kalemdiklat harus Komjen, sehingga Kapolri Bambang Hendarso mengusulkan kenaikan pangkat Irjen (Pol) Imam Sudjarwo menjadi Komjen. Penetapan Komjen (Pol) Timur Pradopo sebagai Kapolri sempat menimbulkan banyak pertanyaan. Munculnya ungkapan “Pagi bintang dua, sore bintang tiga dan esoknya bintang empat” merupakan gambaran proses kenaikan pangkat yang sangat begitu cepat. Sebelumnya, Timur Pradopo menjabat Kapolda Metro Jaya selama 4 (empat) bulan dan selanjutnya diangkat menjadi Kepala Badan Pemeliharaan Keamanan (Kabaharkam) selama 11 hari. Selama menjabat Kapolda Metro Jaya tidak ada prestasi menonjol yang ditunjukkan Timur Pradopo, justru terjadi aksi kerusuhan antar preman yang merenggut 3 korban jiwa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Meskipun berdasarkan UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI, Presiden memiliki kewenangan untuk menyetujui kenaikan pangkat level Jenderal dan mengangkat Kapolri, namun kebijakan tersebut tentunya dapat berdampak kurang baik bagi pembinaan SDM Polri. Proses kenaikan pangkat yang begitu cepat tanpa terlebih dahulu dibuktikan dengan prestasi akan menjadi contoh kurang baik bagi proses kenaikan pangkat personil Polri dibawahnya.
5) Walaupun keberadaan kejaksaan tidak diatur secara tegas dalam UUD 1945, namun secara tersirat/implisit pasal 24 ayat (3) UUD 1945 juga mengakui keberadaan badan/lembaga lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman. Oleh karena Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia mewajibkan Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan yang nota bene merupakan bagian dari kerja-kerja penegakan hukum yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman.
6) Pasal 21 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004, tentang Kejaksaan Republik Indonesia menegaskan bahwa Jaksa Agung dilarang merangkap menjadi: Pejabat negara lain atau penyelenggara negara menurut peraturan perundang-undangan;  advokat; wali, kurator/pengampu, dan/atau pejabat yang terkait dalam perkara yang sedang diperiksa olehnya; pengusaha, pengurus atau karyawan badan usaha milik negara/daerah, atau badan usaha swasta; notaris, notaris pengganti, atau pejabat pembuat akta tanah; arbiter, badan atau panitia penyelesaian sengketa yang dibentuk berdasarkan peraturan perundang-undangan; pejabat lembaga berbentuk komisi yang dibentuk berdasarkan undang-undang; atau pejabat pada jabatan lainnya yang ditentukan berdasarkan undang-undang.




TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...