Jumat, 19 Juni 2009

KPK dan Perlindungan Saksi Pelapor

KPK TIDAK MELINDUNGI SAKSI PELAPOR
KASUS DUGAAN KORUPSI DI NTT
Oleh. Paul SinlaEloE

 
Salam Pembebasan … !!!!
Sejak agenda reformasi digulirkan, pemberantasan korupsi menjadi salah satu agenda utama yang harus dilakukan, karena korupsi telah menjadi ancaman serius yang membahayakan perkembangan kehidupan berbangsa san bernegara di Indonesia dan sudah seharusnya tindakan korupsi digolongkan sebagai kejahatan terhadap kesejahteraan bangsa dan Negara. Pemberantasan korupsi ini tidak akan membawa hasil yang optimal, apabila hanya dilakukan oleh pemerintah dan instrumen formal lainnya, tanpa mengikutsertakan rakyat yang nota bene adalah korban dari kebijakan segelintir orang.



Secara yuridis, dasar hukum keterlibatan masyarakat dalam memberantas korupsi telah diatur dalam sejumlah peraturan perundang-undangan, seperti: Pertama, UUD 1945 Pasal 28, 28C (1) & (2), 28D (1) & (3), 28E (2) & (3), 28F, 28H (2), 28I (1) & (5). Kedua, TAP MPR No.XI Tahun 1998, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari KKN. Ketiga, Pasal 9 UU No. 28 Tahun 1999, Tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih, Berwibawa dan Bebas dari KKN. Keempat, Pasal 41 UU No. 20 Tahun 2001, Tentang Revisi Atas UU No. 31 Tahun 1999, Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kelima, PP No. 68 Tahun 1999, Tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Negara. Keenam, PP No. 71 Tahun 1999, Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

Ironisnya, partisipasi rakyat dalam proses pemberantasan korupsi ini belum mendapat respon serius dari para penegak hukum (khusunya KPK dan Kepoisian). Buktinya, ketika Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Manggarai Barat (Mabar), Flores, Nusa Tenggara Timur, melaporkan Bupati Mabar Fidelis Peranda ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berkaitan dengan kasus dugaan korupsi proyek pengembangan ubi kayu aldira senilai Rp 2,8 miliar dan 10 kasus dugaan korupsi lainnya dengan total indikasi kerugian negara Rp 85,5 miliar, Ketua DPRD Manggarai Barat, Mateus Hamsi di proses hukum dengan tuduhan kasus pencemaran nama baik dan ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polres Manggarai Barat.

Realita ini menunjukan bahwa pihak KPK belum mampu melindungi saksi pelapor sebagaimana amanat Pasal 15 UU No. 30 Tahun 2002, tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebutkan bahwa KPK berkewajiban memberikan perlindungan terhadap saksi atau pelapor yang menyampaikan laporan atau memberikan keterangan mengenai tindak pidana korupsi. Perlindungan itu meliputi pemberian jaminan keamanan dengan meminta bantuan dari kepolisian atau mengganti identitas pelapor atau melakukan evakuasi termasuk melakukan perlindungan hukum. 

Dalam hal perlindungan hukum terhadap saksi pelapor, seharusnya KPK sebagai lembaga yang menerima laporan kasus dugaan korupsi dari massa-rakyat wajib juga melindungi saksi pelapor sebagaimana amanat dari UU No. 13 Tahun 2006, tentang Perlindungan saksi dan Korban dan PP No. 71 tahun 2000 tentang Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pemberantasan dan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi khususnya Pasal 5 ayat (1) yang menyebutkan bahwa setiap orang, organisasi masyarakat atau LSM berhak atas perlindungan hukum baik mengenai status hukum atau rasa aman. Status hukum yang dimaksud disini adalah status seseorang saat menyampaikan suatu informasi, pendapat kepada penegak hukum atau komisi dijamin tetap. Misalnya status sebagai pelapor tidak diubah menjadi tersangka. 

Selain itu, pihak KPK juga harus menjalankan perintah Pasal 6 dan pasal 8 UU No. 30 Tahun 2002, berkaitan dengan tugas supervisi. Artinya, KPK harus menyusun jaringan kerja (networking) yang kuat dan memperlakukan institusi yang telah ada sebagai "counterpartner" yang kondusif sehingga pemberantasan korupsi dapat dilaksanakan secara efisien dan efektif.

Pada akhirnya untuk melindungi saksi pelapor kasus korupsi di MABAR ini, sebenarnya KPK tinggal berkoordinasi dengan pihak Kepolisian RI dan meminta pihak Kepolisian RI khususnya Polres Manggarai Barat untuk tidak “mengangkangi” surat KABARESKRIM POLRI No.POL.:B/345/III/2005/BARESKRIM, tertanggal 7 Maret 2005, yang pada initinya menegaskan kepada kapolda se-Indonesia bahwa penanganan kasus tindak pidana korupsi dengan kegiatan penyelidikan/penyidikan, baik oleh POLRI, Kejaksaan Maupun KPK selalu dijadikan prioritas utama (didahulukan penanganannya) dari pada kasus pencemaran nama baik. (Kupang, 20 November 2008 - www. groups.yahoo.com).


------------------------

Penulis: Staf Div. Anti Korupsi PIAR NTT
TRANSLATE
English French German Spain Italian DutchRussian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
OMong POLitik:
Kalau ingin berjuang, kita tidak boleh tunduk pada fakta... kita harus melawan fakta dan membuat fakta baru...